71 Tabel 6. Hasil analisis nilai parameter biologi
No Parameter
Pantai Timur Pantai Barat
1.
r 0.4241 0.5721
2.
K 2 021.45
1 352.56
3.
q 0.0032
0.0075
4.
Durbin-Watson 1.8776
1.7767
5.
R
2
0.5821 0.8588
Keterangan : r = pertumbuhan intrinsic, K = carrying capacity, q = koefisien daya tangkap, dan R
2
= koefisien determinasi
4.4. Estimasi Produksi Lestari Sustainable Yield
Berdasarkan nilai parameter biologi seperti tercantum pada Tabel 6 di atas, maka dilakukan pendugaan fungsi produksi lestari dengan menggunakan fungsi
produksi lestari yield-effort curve Gompertz dengan persamaan 3.13. Sebenarnya ada 2 model yield-effort curve yang berkembang dalam bidang
perikanan, yaitu fungsi produksi logistik persamaan 3.12, dan Gompertz persamaan 3.13. Perbedaan mendasar keduanya adalah : fungsi produksi
logistik berasumsi bahwa sumber daya ikan pada suatu kawasan yang dianalisis dapat habis, biomas mencapai nol x = 0, sedangkan asumsi fungsi produksi
Gompertz adalah sumber daya ikan tidak pernah habis, karenanya kurva yield- effort
tidak pernah menyentuh sumbu x. Namun, dalam penelitian ini hanya digunakan fungsi produksi lestari Gompertz karena nilai hasil perhitungan lebih
reliable dibandingkan dengan fungsi produksi logistik.
Hasil produksi lestari dari hasil perhitungan di atas dibandingkan dengan produksi aktual untuk melihat bagaimana keragaan performance dari produksi
perikanan selama periode waktu 1984-2004. Perbandingan produksi aktual dan produksi lestari menurut lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.
72 Tabel 7. Perbandingan produksi aktual dan lestari di Pantai Timur dan
Pantai Barat Aceh.
Pantai Timur Pantai Barat
Tahun effort
produksi aktual
produksi lestari
effort produksi
aktual produksi
lestari 1984
36 381.38 14 250.74
17 767.70 13 489.98
10 762.00 11 468.15
1985 36 235.03
14 850.93 17 715.61
14 790.14 12 066.57
12 360.92 1986
36 209.48 16 464.45
17 706.49 14 456.01
12 935.79 12 134.71
1987 38 162.97
18 119.38 18 391.15
19 295.64 17 804.62
15 201.37 1988
33 436.07 16 853.82
16 692.89 20 097.41
18 930.65 15 667.45
1989 32 243.98
13 964.09 16 241.87
22 362.90 20 004.74
16 923.34 1990
30 383.10 14 599.23
15 518.95 26 509.15
21 620.89 18 999.61
1991 33 836.81
14 748.99 16 842.42
27 724.70 20 866.82
19 556.64 1992
35 518.32 15 316.80
17 458.51 37 606.88
24 102.74 23 303.66
1993 32 915.69
14 024.27 16 497.16
38 668.53 24 210.49
23 630.30 1994
33 522.88 14 572.40
16 725.37 31 170.26
22 708.21 21 015.91
1995 30 087.56
17 011.95 15 401.99
36 052.27 21 143.72
22 800.35 1996
37 204.42 20 012.41
18 058.18 41 194.26
20 859.58 24 353.78
1997 34 276.03
21 114.01 17 005.10
47 797.65 26 939.13
25 914.07 1998
42 014.51 23 401.24
19 672.48 46 658.77
26 481.88 25 677.18
1999 57 415.98
27 528.73 23 959.61
40 951.73 21 768.13
24 287.51 2000
59 134.66 27 906.09
24 361.72 46 873.19
22 079.68 25 722.76
2001 68 253.02
28 480.64 26 265.03
50 375.21 25 474.56
26 403.95 2002
73 360.11 30 309.40
27 172.64 58 633.40
28 324.66 27 578.70
2003 81 790.86
31 960.73 28 444.59
63 546.33 31 065.64
28 024.92 2004
87 226.06 33 664.50
29 126.71 64 024.20
34 401.28 28 059.31
Sumber data diolah dari: DKP NAD, 1984 - 2005
Tabel 7 memperlihatkan bahwa baik produksi aktual maupun produksi lestari dari tahun ke tahun terus meningkat, namun ada perbedaan pola antara
produksi di Pantai Timur dan Pantai Barat. Untuk Pantai Timur, di awal tahun pengamatan tahun 80-an hingga pertengahan 90-an sekitar tahun 1995
perkembangan produksi aktual dan lestari relatif konstan, namun setelah tahun 1995 produksi meningkat drastis. Sedangkan untuk Pantai Barat, dari awal tahun
pengamatan baik produksi aktual maupun lestari meningkat tajam. Fenomena ini secara jelas dapat dilihat pada Gambar 16.
73
50 100
150 200
250 300
350 400
1984 198 6
1988 1990 19 92
1994 199 6
1998 2000 20 02
2004 pr
od uk
s i
ton
produksi aktual produksi lestari
50 100
150 200
250 300
350 400
19 84
19 86
19 88
19 90
19 92
19 94
19 96
19 98
20 00
20 02
20 04
pr oduk
s i
ton
produksi aktual produksi lestari
a b Gambar 16. Produksi aktual dan lestari di Pantai Timur a dan Pantai Barat b.
Gambar 16 menunjukkan bahwa untuk Pantai Timur, di awal Tahun 80-an sampai dengan Tahun 1995, produksi aktual masih di bawah produksi lestari,
namun mulai Tahun 1996 produksi aktual berada di atas produksi lestari. Trajektori produksi aktual dan lestari lebih stabil dibandingkan dengan Pantai
Barat, dimana terdapat dua titik keseimbangan antara produksi aktual dan lestari. Sedangkan untuk Pantai Barat, di awal Tahun 80-an, produksi aktual di bawah
produksi lestari, namun mulai Tahun 1986 sampai 1995 dan Tahun 2001 sampai 2004, produksi aktual berada di atas produksi lestari. Trajektori produksi aktual
dan lestari lebih fluktuasi dan terdapat lima titik keseimbangan antara keduanya. Jika nilai parameter biologi Tabel 6 dimasukkan dalam persamaan
3.13, maka akan diperoleh kurva produksi lestari yield-effort curve Gompertz untuk Pantai Timur dan Barat Aceh sebagai berikut :
●
Pantai Timur : ht = 6,4105Et exp
-0,00748Et
● Pantai Barat : h
t
= 10,1460E
t
exp
-0,01311Et
Dengan menggunakan persamaan fungsi produksi di atas, maka kurva produksi lestari untuk Pantai Timur dan Barat Aceh dapat digambarkan sebagai
berikut :
74
E ffort 000 trip
100 200
300 400
500 600
P rodu
k s
i 00 ton
50 100
150 200
250 300
350
effort_brt vs prod lestrari_brt effort_tm r vs prod lestari_tm r
Gambar 17. Fungsi produksi lestari Gompertz di daerah penelitian. Untuk melihat trajektori produksi aktual dan lestari secara jelas dapat
dilakukan overlay antara keduanya sebagaimana disajikan pada Gambar 18, 19, 20 dan 21 berikut :
effort 000 trip
100 200
300 400
500 600
P rod
uk s
i to
n
100 200
300 400
84 85
86 87
88 89
90 91
92 93
94 95
96 97
98 99
00 01
02 03
04
Gambar 18. Kurva lestari Gompertz dan produksi aktual di Pantai Timur Aceh. Gambar 18 menunjukkan bahwa grafik dengan garis biru adalah produksi
lestari dan garis merah adalah produksi aktual. Terlihat bahwa pada awal Tahun
75 80-an terjadi kontraksi produksi aktual loop, namun setelah Tahun 90-an terjadi
ekspansi. Terjadi dua kali titik keseimbangan, yaitu tahun 1988 dan 1995. Sungguhpun produksi aktual meningkat tajam di atas produksi lestari, namun
peningkatan tersebut belum melewati titik produksi sustainable. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kurva Cope Eye Ball pada Gambar 19.
Gambar 19. Copes Eye Ball loop fungsi produksi lestari Gompertz Pantai Timur Aceh.
Dari Gambar 19 terlihat bahwa pada akhir periode pengamatan telah terjadi ekspansi yang cukup tinggi dan trajektorinya menjauhi kurva
keseimbangan. Oleh karena itu, dengan Copes Theory trajektori produksi aktual tersebut dikembalikan kepada kondisi keseimbangan melalui rasionalisasi input.
Namun, melihat pengadaan dan distribusi armada baru yang cukup tinggi oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi BRR, para NGOs, dan lembaga lainnya di
Provinsi NAD, maka trajektori tersebut bukan hanya akan lebih menjauhi keseimbangan tapi juga melewati produksi sustainable. Jika hal ini terjadi, maka
akan berbahaya bagi keberlanjutan sumber daya ikan di Provinsi NAD. Hal yang sama terjadi di Pantai Barat Aceh, seperti terlihat pada Gambar 20 dan 21 berikut :
Ef f or t Produksi
Copes Theory
BRR
Trajectory
76
effort 000 trip
100 200
300
Produk si
00 t on
100 200
300 400
84 85
86 87
88 89
90 91
92 93
94 9596
97 98
9900 01
02 03
04
Gambar 20. Kurva lestari Gompertz dan produksi aktual di Pantai Barat Aceh
Gambar 21. Copes eye ball loop fungsi produksi lestari Gompertz di Pantai Barat Aceh.
Gambar 20 dan 21 menunjukkan bahwa di Pantai Barat Aceh, diawal pengamatan tahun 80-an telah terjadi ekspansi, namun setelah itu terjadi
kontraksi sehingga kembali ke titik keseimbangan, kemudian tahun 2000-an kembali terjadi ekspansi. Disamping itu, di Pantai Barat terjadi lima kali titik
keseimbangan, yaitu dimulai tahun 1985, 1995, 1997, 1998, dan 2002.
Produksi
Effor t Trajectory
Copes Theory
BRR
77 Walaupun, pada periode tertentu telah terjadi kelebihan produksi aktual
dibanding produksi lestari dari perikanan pelagis di Aceh, namun tingkat ekspansinya masih relatif lebih kecil dibandingkan keragaan performance
perikanan pelagis di Pantai Utara Jawa Barat dimana produksi aktual sudah jauh di atas produksi lestari Sofyan 2006. Hal yang sama juga terjadi pada perikanan
demersal di Kabupaten Bengkali Efrizal 2005 dan demersal di Perairan DKI Jakarta Anna 2003. Artinya performance perikanan pelagis di Aceh belum
cukup mengkhawatirkan seperti di Pantai Utara Jawa, namun jika tingkat eksploitasi ikan yang terus menerus meningkat sepanjang tahun, maka
kemungkinan overfishing dimasa yang akan datang tidak bisa dihindari.
4.5. Degradasi Sumber Daya Perikanan