Keragaan Tambak Sebelum Tsunami Perkembangan Luas Tambak

126 Menurut pengakuan masyarakat, dahulu pada periode 80-an sampai dengan 1995, ketika harga udang di pasaran ekspor cukup tinggi dan belum mewabah penyakit virus, banyak tambak udang semi intensif dan bahkan intensif di Aceh. Namun, setelah tahun 1995, setelah mewabahnya virus udang dan waktu itu banyak tambak yang gagal panen, sangat jarang dijumpai tambak intensif di Aceh.

4.11.1 Keragaan Tambak Sebelum Tsunami Perkembangan Luas Tambak

Luas lahan tambak di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terus meningkat dari tahun ke tahun, namun peningkatan yang cukup drastis terjadi antara tahun 1977 – 1995. Ketika itu, harga udang di pasaran luar negeri cukup tinggi, sehingga memotivasi petambak dan investor untuk membuka tambak baru secara besar-besaran. Namun, setelah mewabahnya virus udang, tahun 1995, maka perkembangan tambak relatif stabil. Pembukaan tambak dilakukan dengan mengkonversi lahan hutan mangrove, rawa, kebun, dan sawah terjadi di seluruh daerah studi. Persentase tanah sawah dan tanah kebun yang dijadikan tambak sekitar 22, tanah sawah 19 dan tanah kebun 3 dari luas tambak di lokasi studi. Sedangkan bagian terbesar berasal dari tanah rawa dan hutan mangrove 78 Indra et al. 2006. Pada tahun 2003, luas kotor tambak di Provinsi NAD adalah 36 615 ha, sedangkan luas air 31 995.9 ha. Sebagian besar, 34 524.7 ha 94.3, dari tambak tersebut terletak di Pantai Timur dan sisanya 2 090.3 ha 5.7 terletak di Pantai Barat. Luasan tambak yang paling dominan di sepanjang Pantai Barat adalah di Kabupaten Aceh Besar 1 006 ha 48.13 dan di Kota Banda Aceh 724.3 ha 34.65, keduanya kalau digabung menjadi 82.87. Data statistik 2004 menunjukkan bahwa jumlah Rumah Tangga RT yang bermatapencaharian di sektor tambak di Pantai Timur 13 344 RT dan di Pantai Barat 1 515 RT DKP 2004a. Perbandingan luas tambak dan jumlah rumah tangga perikanan tambak brackishwater ponds di Pantai Timur dan Pantai Barat Aceh seperti terlihat pada Gambar 43. 127 13344 1515 14859 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 Timur Barat Total lu a s t a m b ak h a 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 Ju m lah R T luas tambak Jumlah RT Gambar 43. Luas tambak dan rumah tangga perikanan budidaya RT di Pantai Timur dan Barat Aceh, tahun 2003. Pola Penguasaan dan Pengelolaan Lahan Tambak Sebagian besar 70 tambak di lokasi studi merupakan hak milik penduduk setempat dan 30 milik bukan penduduk setempat atau masyarakat luar. Mereka mendapatkan status kepemilikan atas tambak-tambak tersebut melalui secara turun temurun dari orang tua mereka. Atas dasar prilaku para petambak, maka ada beberapa pola pengelolaan tambak di daerah studi, yaitu : 1. Pembudidaya sebagai pemilik mengelola lahan tambak sendiri dan dengan modal sendiri pula pemilik = pemodal = pengelola, 2. Pembudidaya sebagai pemilik yang mengelola sendiri lahan tambak mereka, tetapi sebagian atau seluruh modal berhutang pada “toke”, sebagai pemodal dan lembaga pemasaran, pemilik = pengelola ≠ pemodal. Toke adalah lembaga yang memberikan modal kerja sekaligus sebagai lembaga pemasaran. 3. Pembudidaya sebagai pemilik yang tidak mengelola lahan tambak sendiri, akan tetapi me-mawahkan 3 kepada orang lain dengan sistem bagi hasil pemilik ≠ pengelola = pemodal. 3 Memberikan lahan tambak untuk digarap oleh orang lain dengan sistem bagi hasil. 128 4. Pembudidaya sebagai pemilik yang memiliki modal, namun dia tidak mengelola sendiri lahan tambaknya akan tetapi dia memakai tenaga kerja orang lain buruh tambak pemilik = pemodal ≠ pekerja. Dari kelima pola pengelolaan tambak di atas, yang paling banyak terjadi adalah pola 2, yaitu pemilik = pengelola ≠ pemodal, yang mencapai 76, selanjutnya diikuti oleh pola 3 yaitu 15 , pola 4 yaitu 5, dan pola 1 hanya 4. Fakta ini memberikan indikasi bahwa peranan toke dalam pengelolaan tambak di Provinsi Aceh cukup besar; tidak hanya dalam pembiayaan modal kerja, akan tetapi juga dalam pemasaran hasil. Pola pengelolaan tambak di daerah studi memiliki dimensi sosial. Keberadaan toke yang oleh sementara pihak sering dipandang negatif dan lembaga mawah memberikan peluang bagi pihak yang tidak memiliki lahan tambak bisa melakukan budidaya tambak. Kasus di Desa Tibang misalnya, dari 130 ha tambak yang ada di desa ini hanya 45 yang dimiliki oleh masyarakat setempat, selebihnya 55 dimiliki oleh orang lain yang tinggal di luar desa. Namun demikian lebih dari 85 masyarakat di Desa Tibang menggantungkan hidupnya pada tambak, baik sebagai pekerja maupun sebagai pengelola tambak dengan sistem mawah. Implikasinya adalah bahwa, ketika hempasan gelombang tsunami menerjang tambak-tambak di desa ini, kerugian tidak hanya menimpa delapan pemilik tambak di desa ini. Akan tetapi 85 penduduk Desa Tibang 1424 jiwa sebelum tsunami dan tinggal 858 setelah musibah yang hidupnya bergantung pada budidaya tambak ikut menderita. Manfaat Tambak Bagi Masyarakat Ada dua manfaat langsung dari sumber daya tambak yang dirasakan oleh masyarakat pesisir, yaitu: 1 tambak sebagai mata pencaharian, memberikan income bagi masyarakat, 2 tambak dapat menampung dan menciptakan lapangan kerja. Seberapa besar nilai manfaat di atas dianalisis pada bagian berikut : 1 Analisis Budidaya Tambak Rata-rata produksi dan nilai hasil produksi beberapa komoditas hasil tambak tradisional plus di daerah studi dapat dilihat pada Tabel 29. 129 Tabel 29. Rata-rata produksi n=169 dan nilai hasil produksi per hektar per tahun dari usaha tambak tradisional plus di daerah studi. No Jenis Komoditas Produksi kg Harga Jual Rp Nilai Hasil Produksi Rp 1. Udang windu − Ukuran 40 ekorkg − Ukuran 30 ekorkg − Ukuran 20 ekorkg 306.25 326.67 122.50 50 000 60 000 75 000 15 312 500 19 600 000 9 187 500 2. Bandeng 933.33 12 000 11 200 000 3. Udang putih 80.00 20 000 1 600 000 Total 56 900 000 Dengan total biaya produksi total cost Rp 42 226 083 per hektartahun, maka diperoleh keuntungan sebesar Rp 14 673 917 per tahun atau sekitar Rp 1 223 000 per bulan, dengan RC = 1.35. Tingkat pendapatan dari budidaya tambak ini relatif tinggi jika dibandingkan dengan penghasilan dari nelayan dan usahatani padi sawah. Perbandingan tingkat pendapatan antara budidaya tambak, perikanan tangkap nelayan dan usahatani padi sawah dapat dilihat pada Tabel 30. 2 Kesempatan Kerja Budidaya tambak relatif lebih banyak menyerap tenaga kerja dibandingkan dengan kesempatan kerja pada usahatani padi sawah. Kebutuhan tenaga kerja budidaya tambak bervariasi antara 395 HOK – 705 HOKhatahun, bergantung pada jenis teknologi yaitu tambak tradisional, tradisional plus, semi intensif dan intensif. Sedangkan kebutuhan tenaga kerja pada usahatani padi sawah tadah hujan sekitar 179.4 HOKhatahun dan sawah irigasi 238.3 HOKhatahun. Jika dalam satu desa terdapat 100 ha lahan tambak saja, maka jumlah tenaga kerja yang dapat diserap dari budidaya tambak berkisar antara 39 500 HOK – 70 500 HOKtahun. Jika hari kerja efektif dalam setahun 259 hari, maka sektor tambak bisa menampung tenaga kerja atau memberikan pekerjaan untuk 153 – 272 orang masyarakat. 130 Tabel 30. Tingkat pendapatan budidaya tambak, perikanan tangkap nelayan dan usahatani padi sawah di daerah studi. Pendapatan Rp Bidang Usaha Per Tahun Per Bulan 1. Usaha Tambak per ha. 14 673 917 1 222 826 2. Perikanan Tangkap Rp a. Pukat Darat ● Pemilik Boat ● Pawang ● ABK ● Awak Penarik b. Boat Thep-thep ● Pemilik Boat ● Pawang ● ABK ● Aneuk Itek ● Toke Bangku c. Labi-labi mini purse seine ● Pemilik Boat ● Pawang ● ABK ● ABK+ Penjaga Kapal ● Toke Bangku 13 935 429 12 108 250 9 311 050 809 375 10 985 428 13 374 231 8 705 331 7 931 875 8 158 500 34 199 083 84 376 385 17 713 664 25 137 899 36 260 000 1 045 012 1 028 500 790 900 68 750 942 249 1 137 029 740 096 673 750 693 000 2 975 333 5 329 238 585 701 1 216 331 3 080 000 3. Usahatani Padi Sawah per ha. a. Irigasi b. Tadah Hujan 6 035 287 1 039 553 502 941 86 629 Sumber : Data Primer 2005 dan Indra et al. 2006 Permodalan Besar kecilnya biaya produksi pada budidaya tambak, selain ditentukan oleh tingkat teknologi juga sangat tergantung pada kemampuan pembudidaya dalam pengadaan input produksi, baik secara kualitas maupun kuantitas. Yang umum terjadi adalah para pembudidaya tidak mengelola tambak mereka secara optimal sesuai anjuran karena alasan tidak ada atau kurang modal. Sehingga hasil yang didapat dari usaha tambak tidak optimum atau tidak seperti yang diharapkan. Sumber modal pembudidaya di daerah studi adalah 1 modal sendiri, dan 2 pinjaman dari toke pemodal dan pedagang perantara. Jumlah pembudidaya yang memanfaatkan sumber modal dari toke sangat dominan, lebih dari 90 . 131 Pemasaran Hasil Pemasaran adalah proses perpindahan barang dari produsen ke konsumen akhir. Secara garis besar ada 2 macam saluran atau rantai pemasaran, yaitu saluran langsung direct channel dan saluran tidak langsung indirect channel. Pada saluran yang pertama, pembudidaya langsung menjual produksinya kepada konsumen akhir pembudidaya merangkap sebagai pedagang, sedang saluran yang tidak langsung, melibatkan berbagai lembaga pemasaran, seperti middleman, agents, exporters, dan lain-lain. Skema dalam Gambar 44 merupakan gambaran secara umum rantai pemasaran udang di Aceh. Terdapat tiga kemungkinan rantai pemasaran yang bisa dipilih oleh pembudidaya tambak, yaitu: 1. Pembudidaya → Pedagang Desa → Pedagang Kecamatan → Pedagang Kabupaten → Medan 2. Pembudidaya → Pedagang Kabupaten → Medan 3. Pembudidaya → Pedagang Pengecer → Konsumen Lokal Dari ketiga rantai pemasaran di atas, yang paling umum terjadi di semua kabupatenkota, kecuali Kota Banda Aceh, adalah saluran 1, Untuk Kota Banda Aceh, yang umum terjadi adalah saluran 2, hal ini disebabkan letak usaha tambak yang sangat dekat pusat Kota Banda Aceh, para pembudidaya tambak langsung berhubungan dengan pedagang kabupaten. Sedangkan rantai 3, khusus terjadi pada komoditas udang dengan kualitas rendah dan udang putih untuk seluruh kabupatenkota. 132 Gambar 44. Rantai pemasaran udang di Provinsi NAD. Profit margin atau share keuntungan udang windu dihitung per kg diantara pembudidaya dan lembaga pemasaran yang terlibat di daerah studi adalah seperti terlihat pada Tabel 31. Dari tabel tersebut terlihat bahwa profit margin terbesar diterima oleh pembudidaya tambak yaitu 27.90 Rp 25 114 dari harga jual ke konsumen akhir 10 = Rp 90 000 per kg udang. Pedagang eksportir Medan memperoleh profit margin sebesar 13.33 Rp 12 000 per kg udang. Sedangkan pedagang desa, kecamatan, dan kabupaten masing-masing memperoleh profit margin atau keuntungan sebesar Rp 723 0.08, Rp 650 0.72, dan Rp 1 600 1.78. Petani Udang Pedagang Desa Pedagang. Kabupaten Agen Besar Pedagang Kecamatan pengumpul Pedagang Pengecer Konsumen Lokal Eksportir Medan Jarang sekali terjadi 1 3 Konsumen Luar Negeri 2 133 Tabel 31. Margin pemasaran udang windu di lokasi studi. Uraian Nilai Rp Nilai Rp Persentase 1. Harga jual pembudidaya udang 30 ekorkg 60 000 66.67 a. Biaya produksi udang per kg 34 886 38.76 Profit margin pembudidaya keuntungan 1-a 25 114 27.90 2. Harga beli pedagang pengumpul desa 60 000 66.67 a. Biaya keranjang penyusutan 2.5 0.00 b. Biaya peti penyusutan 50 0.06 c. Biaya angkut transport 200 0.22 d. Lain-lain 25 0.03 e. Harga jual pedagang desa 61 000 67.78 Profit margin ped. pengumpul desa e-2-a-b-c-d 723 0.80 3. Harga beli pedagang pengumpul kecamatan 61 000 67.78 a. Biaya keranjang penyusutan 0.00 b. Biaya peti penyusutan 50 0.06 c. Biaya angkut transport 250 0.28 d. Lain-lain 50 0.06 e. Harga jual pedagang kecamatan 62 000 68.89 Profit margin ped. pengumpul kec. e-3-a-b-c-d 650 0.72 4. Harga beli pedagang Kabupaten Agen 62 000 68.89 a. Biaya keranjang penyusutan 0.00 b. Biaya peti penyusutan 100 0.11 c. Biaya angkut transport 1 000 1.11 d. Lain-lain 300 0.33 e. Harga jual pedagang Kab agen 65 000 0.00 Profit margin ped kabupaten e-4-a-b-c-d 1 600 1.78 5. Harga beli eksportir Medan 65 000 72.22 a. Biaya keranjang penyusutan 0.00 b. Biaya peti penyusutan 1 000 1.11 c. Biaya angkut transport 10 000 11.11 d. Lain-lain 2 000 2.22 e. Harga jual eksportir Medan, asumsi exchange rate 1 = Rp 9000 10 90 000 100.00 Profit margin eksportir Medan e-5-a-b-c-d 12 000 13.33 Aspek legal lahan tambak Lahan yang digunakan untuk kegiatan budidaya tambak di lokasi studi terdiri atas: tanah hak milik adat 80, tanah negara 16, tanah wakaf milik Meunasah 1, dan tanah umum milik desa 3. Dari 80 tanah hak milik 134 adat, 5 diantara telah memiliki atas hak dalam bentuk sertifikat, sedangkan sisanya 95 belum memiliki sertifikat, namun ada diantara mereka yang sudah memiliki bukti hak menurut hukum adat.

4.11.2. Dampak Tsunami Terhadap Tambak Kerusakan dan Kerugian Fisik