Struktur Biaya Estimasi Parameter Ekonomi

80 Seperti hubungan laju degradasi dengan produksi aktual, pola yang sama terlihat pada hubungan laju degradasi dengan effort bahwa semakin tinggi effort maka akan semakin tinggi laju degradasi sumber daya. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan upaya akan dapat menjadi penyebab terjadinya peningkatan degradasi. Untuk itu diperlukan tindakan pengelolaan terhadap upaya sehingga laju degradasi sumber daya ikan bisa dikurangi atau dapat dikendalikan. Untuk lebih jelasnya hubungan kedua variabel tersebut dapat dilihat pada Gambar 25. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1984 1986 1988 1990 1992 1994 199 6 199 8 2000 2002 2004 Tahun E ff o rt 00 t ri p 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 K o ef is ie n Deg ra d a s i Effort Koefisien Degradasi 10 20 30 40 50 60 70 19 84 19 86 19 88 19 90 19 92 19 94 19 96 19 98 20 00 20 02 20 04 Tahun E ff o rt 000 t rip 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 K o ef isi en D eg ra d asi Effort Koefisien Degradasi a b Gambar 25. Perbandingan laju degradasi sumber daya perikanan dengan effort untuk Pantai Timur a dan Pantai Barat b.

4.6. Estimasi Parameter Ekonomi

4.6.1. Struktur Biaya

Data biaya dalam penelitian ini merupakan data cross section yang diperoleh dari survey lapangan pada Tahun 2004. Data ini merupakan rata-rata biaya operasional rill yang dikeluarkan oleh alat tangkap pukat cincin dan pancing tonda untuk sekali melaut yang dihitung dalam rupiah per unit effort trip. Komponen biaya dalam penelitian ini adalah minyak solar, oli, es, biaya makan pangan, upah “aneuk itek” pencuci dan perawat kapal. Perhitungan biaya rata- rata per unit effort di lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan persamaan 81 3.17. Hasil analisis terhadap perhitungan biaya per unit effort dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Rata-rata biaya rill penangkapan ikan per unit effort menurut lokasi penelitian Rp ribu per trip, tahun 1984-2004. No. Tahun Pantai Timur Pantai Barat 1 1984 234.53 231.92 2 1985 257.81 254.94 3 1986 279.67 276.56 4 1987 373.48 369.32 5 1988 379.29 375.07 6 1989 487.60 482.17 7 1990 582.39 575.91 8 1991 534.60 528.66 9 1992 585.56 579.04 10 1993 623.20 616.27 11 1994 665.47 658.07 12 1995 744.47 736.18 13 1996 986.12 975.15 14 1997 1 027.03 1 015.60 15 1998 1 031.81 1 020.34 16 1999 1 040.21 1 028.64 17 2000 1 097.37 1 085.16 18 2001 1 154.53 1 141.68 19 2002 1 211.68 1 198.21 20 2003 1 268.84 1 254.73 21 2004 1 326.00 1 311.25 Biaya penangkapan ikan per unit effort seperti tercantum pada Tabel 8 merupakan biaya operasional rill setelah memperhitungkan nilai inflasi melalui Indeks Harga Konsumen ikan segar di Aceh. Tabel ini juga menggambarkan bahwa hampir tidak ada perbedaan biaya eksploitasi per trip antara Pantai Timur dan Pantai Barat Aceh. Untuk jelasnya perkembangan biaya operasional untuk penangkapan ikan dari alat tangkap yang sudah distandarisasi dapat dilihat pada Gambar 26. 82 200 400 600 800 1000 1200 1400 19 84 19 86 19 88 19 90 19 92 19 94 19 96 19 98 20 00 20 02 20 04 Tahun B iay a R p .00 tr ip Pantai Barat Pantai Timur Gambar 26. Biaya penangkapan ikan per unit effort periode 1984 – 2004. Gambar 26 memperlihatkan bahwa biaya operasional menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa seiring dengan pertambahan waktu maka biaya untuk melaut juga semakin meningkat. Peningkatan biaya sangat drastis terlihat pada tahun 1997, karena ketika harga- harga barang mulai naik akibat krisis ekonomi.

4.6.2. Estimasi Discount rate