32
Dari uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sebelum bercerita, pencerita harus memilih cerita yang tepat. Ketepatan pemilihan cerita akan
mendukung tercapainya tujuan kegiatan bercreita. Pemilihan cerita tersebut dapat dilihat dari unsur-unsur pembangun yang disesuaikan dengan pendengarnya, nilai
yang terkandung, tingkat usia pendengar, jumlah pendengar, tingkat heterogenitas pendengar, tujuan penyampaian materi, serta situasi dan kondisi pendengar.
2.2.1.3 Hakikat Bercerita
Bercerita merupakan keterampilan mendasar yang dimiliki oleh setiap orang. Keterampilan ini bersandar pada kemampuan untuk mengingat dan
berbicara. Karena sederhananya kemampuan yang harus dimilikinya, bercerita dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran yang praktis dan efektif.
Pada intinya, bercerita lebih dari sekadar membacakan cerita. Dalam bercerita, pencerita dapat menghidupkan suatu kisah baik secara tulis atau lisan
dengan menggunakan beragam keterampilan dan alat bantu. Dasar-dasar ilmu peran, seperti pengubahan suara, ekspresi wajah, dan gerak tubuh menjadi sangat
penting dalam proses bercerita. Menurut Majid 2001:28, penceritaan atau bercerita yang baik akan menyebarkan ruh baru yang kuat dan menampakan
gambaran yang hidup di depan pendengar atau penonton. Hal tersebut dilakukan dengan memberikan gambaran yang jelas dan menarik terhadap cerita,
penggunaan intonasi, gerakan dan emosi sehingga pencerita mampu menghidupkan seperti yang dituntut dalam cerita.
Kemampuan bercerita dapat dikembangkan dengan berlatih. Kegiatan bercerita yang dilakukan secara berulang-ulang dan teratur serta terarah dapat
33
memunculkan suatu keahlian. Proses belajar dan berlatih bercerita merupakan suatu hal yang secara alami dapat meningkatkan keahlian bagi individu yang
melakukannya. Doyin 2006:4 dalam Prasetyo 2009 menguraikan dua hal yang menentukan seseorang memiliki keterampilan berbicara yang baik, yaitu kemauan
dan pelatihan. Hal tersebut juga berlaku untuk keterampilan bercerita. Bercerita merupakan bagian dari aktivitas berbicara. Kemauan untuk mau mencoba dan
berlatih merupakan salah satu modal dasar pengembangan suatu keterampilan. Kemudian Doyin 2006:10 dalam Presetyo 2009:13 juga menjelaskan
bahwa bercerita merupakan bentuk berbicara sastra. Dikatakan demikian karena bercerita termasuk dalam bersastra, yakni mengekspresikan perasaan. Seseorang
dapat mengekspresikan atau mengungkapkan perasaannya dengan bercerita. Dengan kata lain, bercerita dapat menjadi wadah untuk mengungkapkan ekspresi
jiwa seseorang. Mendukung pendapat tersebut, Subyantoro 2007:14 mengemukakan bahwa bercerita merupakan suatu kegiatan yang bersifat seni. Hal
ini karena bercerita bersandar pada kekuatan kata-kata. Kekuatan kata-kata inilah yang menentukan berhasil tidaknya kegiatan bercerita.
Selanjutnya, Derni 2009 mendefinisikan bercerita dengan lebih sederhana. Bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang
perbuatan atau sesuatu kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain. Pengalaman hidup,
kisah masa kecil, bahkan kejadian yang di alami hari ini dapat dijadikan bahan bercerita. Jadi, bercerita sebenarnya adalah hal yang sederhana dan sering
dilakukan seseorang.
34
Dari pendapat-pendapat di atas, ada empat hal yang dapat disimpulkan dari kegiatan bercerita. Pertama, kegiatan bercerita adalah berekspresi sastra.
Kedua, bercerita adalah mengisahkan atau kegiatan melisankan cerita, baik cerita- cerita yang nyata atau imajinatif. Ketiga, bercerita memerlukan kemahiran yang
dapat diasah melalui pelatihan. Keempat, kegiatan bercerita memerlukan kemampuan seseorang menghidupkan cerita melalui gambaran yang jelas dan
menarik terhadap cerita, penggunaan intonasi, gerakan dan emosi.
2.2.1.4 Kriteria Bercerita