Proses Pembelajaran Bercerita dengan Alat Peraga Menggunakan

115 Pemaparan terakhir mengenai perubahan perilaku yang berupa deskripsi lima karakter siswa, yaitu keaktifan, kepercayaan diri, kekritisan, kedisiplinan dan tanggung jawab, serta kemampuan bekerja sama dan berbagi siswa yang diamati selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil penelitian siklus I diuraikan sebagai berikut.

4.1.2.1 Proses Pembelajaran Bercerita dengan Alat Peraga Menggunakan

Sate Gambar dan Metode Pembelajaran Time Token Arends Siklus I Proses pembelajaran keterampilan bercerita dengan alat peraga menggunakan sate gambar dan metode pembelajaran time token arends pada siklus I terdiri atas dua pertemuan, setiap pertemuan malalui beberapa tahapan, yaitu pendahuluan, inti, dan penutup. Pada pertemuan pertama tahap pendahuluan, guru mengondisikan siswa agar siap mengikuti pembelajaran. Siswa dianjurkan merapikan baju dan tempat duduk. Setelah siswa siap mengikuti pembelajaran, guru melakukan apersepsi dengan menanyakan pengalaman siswa tehadap kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan cerita, baik membaca, menulis, menyimak, maupun melakukan kegiatan bercerita. Selain itu, guru juga menanyakan pendapat siswa mengenai bercerita. Secara klasikal, siswa sudah berani menjawab pertanyaan-pertanyaan dari guru. Akan tetapi, siswa masih tampak malu-malu bahkan beberapa siswa tidak berani menjawab secara individual. Siswa yang tidak berani menjawab biasanya menunduk jika guru memberi pertanyaan. Setelah melakukan apersepsi, guru menjelaskan tujuan dan manfaat pembelajaran hari itu. Guru juga mengecek sate gambar yang telah dibuat siswa sebelumya pada mata pelajaran kesenian. Berdasarkan hasil deskripsi 116 perilaku ekologis, diketahui 26 dari 31 siswa siswa sudah membawa sate gambar sebagai alat peraga bercerita, sementara 5 lainnya tidak membawa atau membawa tapi belum jadi sempurna. Tahap selanjutnya adalah tahap inti pembelajaran bercerita dengan alat peraga menggunakan sate gambar dan metode time token arends. Tahap inti yang pertama yakni eksplorasi. Pada tahap ini, guru secara spontan memberi contoh bercerita dengan alat peraga menggunakan sate gambar yang dibuat siswa. Siswa yang semula tampak mengantuk dan bermalas-malasan tampak antusias dan memperhatikan guru. Kemudian, guru menunjuk dua siswa secara acak untuk bercerita di depan kelas. Siswa bersama guru kemudian membahas kegiatan bercerita yang dilakukan guru dan dua siswa tersebut. Kegiatan tersebut dilakukan dengan proses tanya jawab dan diskusi antara guru dengan siswa. Setelah itu, guru menjelaskan materi mengenai bercerita dengan alat peraga. Tahap inti selanjutnya yakni kegiatan elaborasi. Pada tahap ini, siswa berlatih bercerita dengan alat peraga menggunakan sate gambar dan metode time token arends secara berkelompok. Setiap kelompok beranggotakan 5-6 siswa. Berdasarkan hasil deskrispi perilaku ekologis, siswa sangat gaduh ketika melakukan pembentukan kelompok. Guru akhirnya turut campur tangan agar kelas dapat dikondisikan. Hal tersebut juga terekam dalam hasil catatan lapangan. Ketika pembagian kelompok R11 dan R30 terlihat akan berkelahi. Akhirnya agar pembagian kelompok tidak ricuh, guru meminta siswa berkelompok dengan teman di sebelah dan di belakangnya. Awalnya siswa menolak, tetapi setelah guru menjelaskan bahwa 117 dengan siapa pun siswa berkelompok, apabila siswa sungguh-sungguh pasti semua menjadi mudah. Akhirnya siswa mau menurut. Setelah berkelompok, masing-masing siswa menentukan topik dan kerangka cerita berdasarkan sate gambar yang telah dibuat. Setelah selesai, siswa berlatih bercerita dan berkomentar menggunakan sate gambar dan metode pembelajaran time token arends. Dalam pelaksanaan latihan tersebut, siswa juga memberi penilaian tehadap masing-masing anggota kelompoknya. Tahap inti selanjutnya adalah tahap konfirmasi. Siswa mengumpulkan hasil penilaian terhadap masing-masing anggota kelompoknya. Hasil terbaik akan diumumkan oleh guru. Berdasarkan hasil catatan lapangan, siswa belum dapat bekerja sama dengan baik saat kegiatan latihan berkelompok. Kelompok yang beranggotakan 4- 5 siswa seolah-olah terpecah menjadi 2 kelompok lagi. Dari 6 kelompok, hanya ada dua kelompok yang terlihat dapat bekerja sama dengan baik, yaitu kelompok si Kancil. Saat guru berkeliling mengamati jalannya kegiatan latihan berkelompok, tampak kesenjangan keaktifan di dalam kelompok. Siswa-siswa yang aktif bercerita dan berkomentar di dominasi oleh siswa tertentu. Tahap terakhir pembelajaran yakni tahap penutup. Pada tahap ini guru menentukan siswa dengan hasil penilaian terbaik berdasarkan penilaian anggota kelompoknya. Setelah itu, siswa bersama guru merefleksi pembelajaran yang telah dilakukan. Guru menanyakan beberapa hal yang berkaitan dengan pembelajaran untuk mengukur pemahaman siswa mengenai pembelajaran yang berlangsung. Guru juga memberi tugas kepada siswa untuk membuat kerangka cerita baru atau memperbaiki kerangka cerita yang telah dibuat dan berlatih bercerita dengan alat 118 peraga berdasarkan kerangka cerita tersebut di rumah. Selanjutnya, guru memberikan penguatan dan motivasi kepada siswa. Pada pertemuan kedua, proses pembelajaran lebih ditekankan pada penguatan keterampilan bercerita dengan alat peraga siswa. Siswa tidak lagi bercerita di dalam kelompoknya, melainkan bercerita di depan kelas. Pada tahap pendahuluan, guru mengkondisikan dan melakukan apersepsi agar siap mengikuti pembelajaran. Kemudian guru memberikan evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran sebelumnya. Guru juga menjelaskan kekurangan dan kesalahan siswa dalam bercerita pada pertemuan pertama. Setelah itu, guru menjelaskan kegiatan dan aturan main pembelajaran yang akan dilakukan kemudian membagikan 1 kupon bercerita dan 2 kupon berkomentar. Selanjutnya pada tahap inti, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk membaca sekilas kerangka cerita yang telah dibuat siswa buat di rumah. Kemudian, siswa melakukan kegiatan bercerita dengan sate gambar dan berkomentar dengan menerapkan metode time token arends yakni dengan menukarkan kupon bercerita dan berkomentar yang dimiliki. Target yang diharapkan yakni setiap siswa berani bercerita di depan kelas, tetapi karena hanya ada sedikit siswa yang berani bercerita seorang diri akhirnya guru berinisiatif siswa bercerita secara berpasangan agar pembelajaran tetap berjalan sesuai rencana. Hasil deskripsi perilaku ekologis menyebutkan bahwa siswa belum menukarkan kupon bercerita dan berkomentar secara suka rela dan tanpa bujukan seperti harapan guru. Siswa masih ragu dan saling menunggu teman lain menukarkan kupon. Ada kesenjangan antara beberapa siswa. Beberapa siswa berani bercerita di depan dengan sukarela, 119 tetapi beberapa lainnya masih harus dibujuk dan dipaksa. Hal ini menunjukan kepercayaan diri selama pembelajaran masih rendah. Pada pertemuan pertama, hasil bercerita siswa hanya sebagai latihan, sedangkan pada pertemuan kedua hasil bercerita siswa dinilai berdasarkan kriteria penilaian yang ditentukan. Hasil bercerita ini kemudian dijadikan hasil tes siklus I. Berdasarkan hasil catatan harian guru, diketahui bahwa siswa belum siap mengikuti pembelajaran. Hal tersebut ditunjukan dengan keterlambatan siswa memasuki kelas setelah bel pelajaran berbunyi. Beberapa siswa masih berada di kantin sehingga guru harus menyuruh siswa lain memanggil mereka. Selain itu, ketidaksiapan siswa juga terlihat dari belum semua siswa membawa sate gambar yang sudah diminta guru dibuat sebelum pembelajaran berlangsung, yaitu pada pembelajaran kesenian. Untungnya, guru sudah mengantisipasi kondisi tersebut dengan membawa beberapa sate gambar yang dapat digunakan siswa sehingga pembelajaran tetap dapat dilaksanakan. Berdasarkan hasil catatan lapangan, masih ada beberapa siswa yang menunjukan perilaku negatif selama pembelajaran berlangsung. Beberapa siswa terlihat kurang antusias dan melamun pada waktu pembelajaran berlangsung. Setelah guru melakukan pendekatan tehadap siswa, diketahui ternyata siswa tersebut apatis terhadap pembelajaran karena takut berbicara di depan kelas. Ketakutan siswa berbicara di depan kelas membuat siswa tersebut malas dan tidak tertarik dengan pembelajaran bercerita. Dalam hal ini guru harus memberikan motivasi yang kuat dan mengemas pembelajaran sebaik mungkin agar siswa merasa tertarik dengan pembelajaran bercerita yang diberikan. Selain itu, terlihat 120 beberapa siswa yang masih mengobrol dengan siswa lain dan berjalan-jalan di kelas. Siswa tersebut mengaku bosan dan bingung karena tidak bisa bercerita dan berkomentar. Untuk mengatasinya, guru lebih interaktif memancing perhatian siswa dan memberikan motivasi kepada siswa bahwa mereka semua dapat berkomentar apabila memiliki kemauan mencoba dan berlatih. Selama proses pembelajaran, siswa masih takut dan ragu untuk menukarkan kupon bercerita dan berkomentar yang dimiliki. Mereka masih saling menunggu siswa lain menukarkan kupon yang dimiliki terlebih dahulu. Oleh karena itu, guru selalu memberi motivasi kepada siswa agar lebih percaya diri. Guru harus berulang kali membujuk bahkan memaksa siswa menukarkan kupon bercerita maupun berkomentar yang dimiliki. Kebanyakan siswa tidak berani bercerita dan menunggu siswa lain bercerita terlebih dahulu, tetapi ketika siswa yang berani bercerita di depan kelas tampak lucu, siswa-siswa tersebut justru menertawakannya. Dalam hal ini guru berusaha memotivasi dan memberi pencerahan bahwa siswa-siswa yang memiliki keberanian mencoba lebih baik daripada siswa-siswa yang hanya berani tertawa. Setelah beberapa siswa berani menukarkan kupon bercerita dan berkomentar dan guru memberi penghargaan kepada siswa tersebut, siswa lain berebutan untuk menukarkan kupon yang dimiliki. Proses pembelajaran bercerita dengan alat peraga menggunakan sate gambar dan metode time token arends yang berlangsung pada siklus I diabadikan dalam dokumentasi foto. Gambar 1 berikut memperlihatkan proses pembelajaran bercerita dengan alat peraga yang telah dilaksanakan. 121 Gambar 1. Proses Pembelajaran Bercerita dengan Alat Peraga Menggunakan Sate Gambar dan Metode Pembelajaran Time Token Arends Siklus I Gambar 1 memperlihatkan proses pembelajaran bercerita dengan alat peraga menggunakan sate gambar dan metode time token arends siklus I. Gambar pertama menunjukan siswa terlihat antusias memperhatikan guru yang memberi contoh bercerita dengan sate gambar. Pada gambar kedua, siswa terlihat sedang berlatih bercerita di dalam kelompoknya. Gambar ketiga menunjukan siswa yang tidak dapat bekerja sama dengan baik dalam kelompoknya. Siswa tersebut berlatih bercerita sendiri dan memisahkan diri dari kelompoknya. Gambar keempat menunjukan siswa yang sedang bercerita dengan alat peraga menggunakan sate gambar di depan kelas. Berdasarkan hasil observasi siswa, catatan harian guru, dan dokumentasi foto masih terdapat siswa yang berperilaku negatif. Hal ini terlihat pada beberapa 122 siswa yang masih mengganggu teman dan bergurau sendiri, berjalan-jalan di kelas, dan tampak mengantuk di dalam kelas. Dari hasil observasi siswa, 15 siswa atau sebesar 48,39 tampak bergurau sendiri, 7 siswa atau sebesar 22,58 jalan- jalan di dalam kelas, dan 5 atau sebesar 16,13 tampak mengantuk. Selain itu, terdapat juga siswa yang tampak bermalas-malasan dan tidak memperhatikan pembelajaran. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 2 berikut. Gambar 2. Perilaku Negatif Siswa Selama Proses Pembelajaran Bercerita dengan Alat Peraga Menggunakan Sate Gambar dan Metode Time Token Arends Siklus I Gambar 2 menunjukan perilaku negatif siswa selama proses pembelajaran bercerita dengan alat peraga menggunakan sate gambar dan metode pembelajaran time token arends. Gambar pertama menunjukan siswa yang tampak bermalasan- malasan, duduk dengan tidak rapi dan bersandar di kursi. Gambar kedua menunjukan siswa yang berbicara sendiri dan bermalas-malasan ketika proses membuat kerangka karangan.Perilaku-perilaku semacam itu harus segera mendapat penanganan yang serius. Berdasarkan deskripsi perilaku ekologis, kekritisan siswa selama pembelajaran sudah cukup baik. Beberapa siswa sudah berani bertanya ketika mengalami kesulitan, tetapi itu hanya sebagian kecil. Untuk berkomentar, 123 kekritisan siswa masih terbilang cukup. Komentar-komentar yang diberikan siswa belum beragam. Komentar antarsiswa masih banyak yang isinya sama. Selain itu, siswa juga belum bisa menjelaskan jika guru memberi pertanyaan balikan mengenai komentar yang siswa berikan. Berdasarkan catatan harian siswa, siswa mengaku merasa senang dan tertarik dengan pembelajaran bercerita dengan alat peraga menggunakan sate gambar dan metode pembelajaran time token arends. Sebagian besar siswa merasa metode time token arends membuat mereka lebih berani dan percaya diri tampil di depan kelas. Namun, masih ada siswa yang merasa takut dan sama sekali tidak berani maju di depan kelas untuk bercerita. Dalam kasus ini guru harus berusaha mendekati secara personal dan memberikan motivasi lebih sehingga siswa tersebut berani bercerita. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bercerita dengan alat peraga menggunakan sate gambar dan metode pembelajaran time token arends pada siklus I sudah berjalan dengan baik sesuai rencana pelaksanaan pembelajaran meskipun masih belum maksimal dan mengalami beberapa masalah. Akan tetapi, guru sebagai peneliti segera mengambil inisiatif untuk mengatasi masalah-masalah tersebut agar pembelajaran tetap dapat berlangsung dan tujuan pembelajaran tercapai. Kekurangan-kekurangan dan masalah-masalah yang muncul dan dihadapi guru selama proses pembelajaran digunakan guru sebagai refleksi untuk dapat memperbaiki pembelajaran yang akan dilakukan pada siklus II. 124

4.1.2.2 Peningkatan Keterampilan Bercerita dengan Alat Peraga

Dokumen yang terkait

Pengaruh Penerapan Metode Pembelajaran Time Token Arends Terhadap Hasil Belajar PKn Siswa Kelas IV SDN Pisangan 03

6 48 148

PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TIME TOKEN ARENDS DENGAN MEDIA Peningkatan Keaktifan Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Time Token Arends dengan Media Gambar pada Siswa Kelas V SD Muhammadiyah 11 Mangkuyudan Tahun 2015/2

0 3 14

PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TIME TOKEN ARENDS DENGAN MEDIA Peningkatan Keaktifan Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Time Token Arends dengan Media Gambar pada Siswa Kelas V SD Muhammadiyah 11 Mangkuyudan Tahun 2015/2

0 2 15

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT SISWA MELALUI METODE TIME TOKEN PADA PEMBELAJARAN PKN Peningkatan Keterampilan Mengemukakan Pendapat Siswa Melalui Metode Time Token pada Pembelajaran PKn Kelas IV SDN Ngembat Padas 3 Gemolong Sragen

1 2 15

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT SISWA MELALUI METODE TIME TOKEN PADA PEMBELAJARAN PKN Peningkatan Keterampilan Mengemukakan Pendapat Siswa Melalui Metode Time Token pada Pembelajaran PKn Kelas IV SDN Ngembat Padas 3 Gemolong Sragen

1 2 16

PENINGKATAN KEAKTIFAN SISWA MELALUI METODE TIME Peningkatan Keaktifan Siswa Melalui Metode Time Token Arends Dalam Pembelajaran IPA Kelas V SD N Karangwuni 01 Weru Sukoharjo Tahun Ajaran 2012/2013.

0 1 18

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS V MELALUI METODE TIME TOKEN ARENDS PADA PEMBELAJARAN Peningkatan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V Melalui Metode Time Token Arends Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SD Negeri Plosokerep 2 Sragen Tahu

0 0 17

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI METODE TIME TOKEN ARENDS DALAM PEMBELAJARAN PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI METODE TIME TOKEN ARENDS DALAM PEMBELAJARAN IPA KELAS IV SD NEGERI 01 DUKUH KECAMATAN NGARGOYOSO

0 0 17

Peningkatan Keterampilan Berbicara Ragam Krama Pada Siswa Kelas VIII F SMP N 17 Semarang dengan Teknik Time Token Menggunakan Media Gambar Tahun Ajaran 2008/2009.

0 0 3

PENERAPAN METODE TIME TOKEN ARENDS DAN TALKING STICK DALAM PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS III SDN 1 BANYU URIP TAHUN PELAJARAN 20152016

0 0 14