Kerangka Pe ndekatan Keberlanjutan dan produktivitas perikanan pelagis kecil yang berbasis di pantai utara Jawa
158 jumlah nelayan yang melakukan penangkapan ikan di suatu perairan tidak
dibatasi. Pada pasar bersaing sempurna, penjual dalam hal ini nelayan sekaligus
sebagai produsen akan selalu berusaha memaksimumkan keuntungan. Disini nelayan bebas untuk keluar dari pekerjaan ini, jika keuntungan tidak lagi memadai
atau bahkan negatif. Pembeli ikan baik konsumen akhir maupun pedagang berjumlah sangat banyak, sehingga harga ikan setiap hari ditentukan oleh
penawaran ikan dan permintaan pasar. Dengan kata lain, tidak ada seorang nelayan atau pembeli yang mampu menentukan harga ikan, sehingga nelayan akan
terus beroperasi melakukan penangkapan ikan sampai keuntungannya semakin tipis atau tidak untung sama sekali. Apabila nelayan mengalami kerugian secara
terus menerus, misalnya karena tingginya harga bahan bakar solar, sementara harga ikan relatif tidak naik stabil, maka secara bertahap mereka akan
meninggalkan perairan lokasi penangkapan atau meninggalkan profesi sebagai nelayan. Nelayan yang tetap bertahan adalah nelayan yang mampu beroperasi
lebih efisien atau mampu menciptakan keuntungan. Keuntungan maksimum dari suatu usaha sangat ditentukan oleh tingkat
efisiensi yang dicapai dalam berproduksi. Dalam hal ini, proses produksi dapat menjadi tidak efisien dan disebabkan oleh 2 dua hal, yaitu pertama karena
secara teknis tidak efisien. Hal ini terjadi karena ketidak berhasilan didalam mewujudkan produktivitas maksimal, artinya penggunaan per unit paket masukan
paket input dalam sistem produksi tidak mampu menghasilkan produksi maksimal. Kedua, secara alokatif tidak efisien karena pada tingkat harga-harga
masukan input dan keluaran output tertentu, proporsi penggunaan masukan tidak optimum. Kondisi ini terjadi, karena penerimaan marjinal marginal
revenue dari produksi tidak sama dengan biaya marjinal marginal cost dari masukan yang dipergunakan Billas, 1986.
Menelaah masalah efisiensi, pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan dengan prinsip dasar dari teori ekonomi yaitu bagaimana menghasilkan tingkat keluaran
tertentu dengan menggunakan masukan yang seminimal mungkin. Sebaliknya, prinsip ini juga berarti bagaimana menghasilkan tingkat keluaran semaksimal
mungkin dengan menggunakan sejumlah masukan tertentu. Apabila prinsip
159 tersebut diterapkan pada proses produksi usaha penangkapan ikan, maka ini
artinya kita berusaha untuk mencapai efisiensi penggunaan faktor produksi. Menurut Saragih 1980 yang dikutip Suyasa 1989, ada 3 tiga pendekatan
yang dapat dilakukan dalam mempelajari efisiensi suatu usaha, yaitu pertama melalui pendekatan efisiensi harga allocative efficiency dan kedua adalah
melalui efisiensi teknik technical efficiency. Pendekatan yang ketiga adalah melalui kombinasi antara efisiensi harga dan efisiensi teknik, yang kemudian
dikenal sebagai efisiensi ekonomi economic efficiency. Efisiensi teknik atau sering juga disebut dengan efisiensi produksi adalah mengukur tingkat keluaran
yang dicapai pada tingkat penggunaan masukan tertentu, sedangkan efisiensi harga adalah mengukur keberhasilan didalam mengalokasikan masukan untuk
mencapai keuntungan maksimum. Perkalian antara efisiensi teknik dan efisiensi harga, menunjukkan efisiensi ekonomi yang dicapai suatu usaha Farrel, 1957.
Selanjutnya, konsep efisiensi ini dapat diilustrasikan Gambar 28.
Dalam gambar tersebut, nelayan diasumsikan memproduksi 1 satu jenis keluaran Q dengan menggunakan 2 dua jenis masukan X
1
dan X
2
, sehingga dengan demikian dapat digambarkan kurva SS’ yang merupakan tempat
kedudukan titik-titik kombinasi penggunaan masukan terkecil untuk menghasilkan suatu unit keluaran tertentu. Lebih lanjut, kurva SS’ ini disebut
dengan efisiensi unit isoquant. Apabila titik P adalah posisi sebuah perusahaan penangkapan ikan, maka OQOP menunjukkan indek efisiensi teknik bagi
perusahaan penangkapan ikan P. Indek efisiensi ini akan mencapai 100 persen, apabila P berhimpit dengan Q.
160
Gambar 28 Efisiensi isoquant per unit Farrel, 1957
Kurva AA’ adalah garis biaya relatif minimum isocost untuk penggunaan kedua jenis masukan, dan menyinggung kurva SS’ di titik Q’, dimana titik Q’
menunjukkan biaya produksi minimum untuk satu unit keluaran dengan tingkat kombinasi penggunaan masukan terkecil. Kemiringan dari kurva ini ditentukan
oleh besarnya slope yang merupakan rasio harga dari masukan yang dipergunakan dalam proses produksi. Biaya minimum ini dapat dipergunakan untuk kombinasi
penggunaan masukan di titik R, sehingga RQ akan menunjukkan ukuran penggunaan biaya yang tidak efisien. Indek efisiensi biaya ini adalah merupakan
perbandingan antara OR dan OQ atau OROQ. Selanjutnya, apabila titik P, Q dan R berhimpit dengan titik Q’, maka tercapailah kondisi efisiensi yang absolut,
dan indek efisiensi ekonomi merupakan perkalian antara OQOP x OROQ. Secara empiris, hampir semua nelayan yang ada dapat dikatakan sebagai
penerima harga price taker, baik di pasar masukan maupun pasar keluaran. Hal ini berkaitan dengan tidak adanya sekumpulan nelayan yang mampu
mengorganisir kelompoknya, sehingga mempunyai daya tawar bargaining position yang kuat di pasar. Dengan latar belakang ini, telah mendorong
161 orientasi nelayan dalam suatu komunitas dan ekosistem yang relatif homogen
untuk mengejar efisiensi teknis, yang dalam prakteknya diartikan sebagai upaya memaksimalkan produktivitas.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sekalipun seorang nelayan telah melakukan kegiatan penangkapan ikan selama bertahun-tahun, akan tetapi tidak
selalu dalam kegiatan penangkapannya dapat mencapai tingkat efisiensi yang diharapkan. Dalam hal ini, keragaman produktivitas akan selalu muncul
sekalipun dalam kegiatan usaha penangkapan yang dilakukan digunakan teknologi yang sama, pada musim yang sama dan di daerah penangkapan fishing ground
yang sama. Hal ini disebabkan karena produksi yang dihasilkan pada dasarnya merupakan resultante dari bekerjanya banyak faktor, baik yang sifatnya dapat
dikendalikan internal maupun tidak dapat dikendalikan eksternal. Faktor yang sifatnya tidak dapat dikendalikan seperti sumberdaya ikan,
musim dan lain sebagainya oleh nelayan dianggap tetap given. Sementara faktor yang dapat dikendalikan pada dasarnya lebih berkaitan dengan kapabilitas
manajerial dalam usaha penangkapannya. Faktor ini meliputi tingkat penguasaan teknologi penangkapan, penanganan hasil tangkapan serta kemampuan nelayan
untuk mengakumulasikan dan mengolah informasi yang relevan dengan usaha penangkapannya, sehingga pengambilan keputusan yang dilakukan tepat.
Kapabilitas manajerial pada dasarnya berkaitan erat dengan kemampuan mengakumulasikan dan mengolah informasi, sehingga pengetahuan nelayan
berkaitan dengan usaha penangkapan dan aspek sosial ekonomi yang relevan mempunyai peranan penting. Sebagian dari pengetahuan tersebut diperoleh
melalui penyuluhan, belajar secara mandiri dari nelayan lain atau orang tuanya secara turun-temurun, pengalaman maupun dari sumber-sumber informasi lain.
Dalam batas-batas tertentu, kemampuan baca dan tulis juga ikut mempengaruhi, mengingat saat ini sebagian dari informasi dimaksud tersedia dalam bentuk
tulisan. Wujud kapabilitas manajerial dalam usaha penangkapan ikan tercermin
dalam penerapan teknologi penangkapan ikan. Dalam hal ini terkait dengan masalah masukan apa yang dipergunakan, berapa jumlahnya, dimana melakukan
162 kegiatan penangkapan dan dengan cara bagaimana mengaplikasikannya. Dengan
demikian, pada akhirnya kapabilitas manajerial akan tercermin dari hasil tangkapan yang diperoleh pada saat kegiatan penangkapan dilakukan. Apabila
hasil tangkapan yang diperoleh mendekati potensi maksimum dari suatu aplikasi teknologi yang terbaik di suatu daerah penangkapan fishing ground, maka dapat
dikatakan bahwa nelayan tersebut telah mengelola usaha penangkapannya dengan tingkat efisiensi yang tinggi.