maka perlu kiranya mendapatkan perlakuan khusus agar sumberdaya ikan yang ada tidak collapse.
Informasi yang berkaitan dengan potensi dan penyebaran sumberdaya ikan laut di perairan Indonesia, telah dipublikasikan oleh Komisi Nasional Pengkajian
Stok Sumberdaya Ikan Laut pada tahun 1998. Dalam publikasi tersebut, wilayah perairan Indonesia dibagi me njadi 9 sembilan zone atau wilayah
pengelolaan perikanan, yaitu Selat Malaka; Laut Cina Selatan; Laut Jawa; Selatan Makassar dan Laut Flores; Laut Banda; Laut Seram dan Teluk Tomini; Laut
Sulawesi dan Samudra Pasifik; Laut Arafura serta Samudra Hindia.
2.2.3 Sumberdaya ikan pelagis kecil
Ikan pelagis adalah jenis ikan yang hidup di kolom air bagian atas atau permukaan air, dan pada umumnya memiliki kemampuan gerak dan mobilitas
yang tinggi Nikijuluw, 2002. Berdasarkan ukuran individunya serta pendekatan umum yang dipergunakan dalam evaluasi sumberdaya ikan, kelompok ikan ini
dibagi menjadi 2 dua yaitu ikan pelagis kecil dan ikan pelagis besar. Ikan pelagis kecil merupakan sumberdaya ikan yang bersifat poorly
behaved, karena makanan utamanya adalah plankton. Oleh karena itu, kelimpahannya sangat berfluktuasi dan tergantung pada kondisi faktor- faktor
lingkungan perairannya Merta et al., 1998. Disamping itu, sumberdaya ikan ini merupakan sumberdaya neritik, dimana penyebarannya terutama berada di dekat
pantai. Lebih lanjut, Csirke 1988 yang dikutip Merta et al. 1998 juga mengemukakan bahwa sumberdaya ikan pelagis dapat membentuk bio- massa
yang sangat besar, apabila terjadi proses penaikan air upwelling. Kondisi tersebut diatas menjadikan sumberdaya ikan pelagis kecil menjadi
salah satu sumberdaya perikanan yang paling melimpah di perairan Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari 6.409.210 tontahun potensi lestari ikan Indonesia,
3.605.660 ton atau sekitar 56,26 persen diantaranya adalah berupa ikan pelagis kecil Dahuri, 2002. Sumberdaya ikan pelagis kecil tersebut tersebar di 9
sembilan Wilayah Pengelolaan Perikanan WPP, seperti dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1 Estimasi potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil
berdasarkan wilayah pengelolaan perikanan WPP pada tahun 2001. No
WPP Luas
Sebaran 10
3
km
2
Densitas ton
km
2
Potensi 10
3
tonth Produksi
10
3
tonth Peman
faatan
1 Selat Malaka
92,00 3,20
147,30 132,70
90,15 2
Laut Cina Selatan 550,00
2,26 621,50
205,53 33,07
3 Laut Jawa
400,00 1,70
340,00 507,53
149,27 4
Selat Makasar dan Laut Flores
473,00 2,56
605,44 333,35
55,06 5
Laut Banda 220,00
1,20 132,00
146,47 110,96
6 Laut Seram dan
Teluk Tomini 306,00
2,48 379,44
119,43 31,48
7 Laut Sulawesi
dan Samudra Pasifik
500,00 1,54
384,75 62,45
16,23
8 Laut Arafuru
438,00 2,14
468,66 12,31
2,63 9
Samudra Hindia 454,00
2,32 526,57
246,56 50,24
Jumlah 3.433,00
19,40 3.605,66 1.784,56 51,45
Sumber : Pusat Riset Perikanan Tangkap dan Pusat Penelitian dan Pengembangan
Oseanologi, 2001
Dari data pada Tabel 1 diatas dapat dikemukakan bahwa tingkat
pemanfaatan ikan pelagis kecil di beberapa WPP telah melampaui potensi yang ada. WPP Laut Jawa yang merupakan daerah penangkapan utama bagi nelayan
yang berbasis di pantai utara Jawa, memiliki potensi lestari ikan pelagis kecil sebesar 340.000 ton per tahun atau sekitar 9,43 persen dari potensi lestari ikan
pelagis secara keseluruhan. Potensi sumberdaya ikan ini telah dimanfaatkan jauh melampaui angka potensi lestari yang ada, yaitu sekitar 149,27 persen. Dengan
kata lain, sumberdaya ikan pelagis kecil yang ada di perairan ini telah mengalami kondisi lebih tangkap over fishing, yang ditandai dengan semakin menurunnya
besaran hasil tangkapan per unit upaya Catch per unit Effort. Hal ini telah mendorong para nelayan untuk melakukan perluasan wilayah penangkapan
sampai ke perairan Laut Cina Selatan maupun ke perairan Selat Makassar dan
Laut Flores, yang tingkat pemanfaatan sumberdaya ikannya masih dibawah potensi lestari.
2.3 Kesejahteraan Nelayan
Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun
budidaya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, yaitu sebuah lingkungan pemungkiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya Imron, 2001.
Sementara dalam Undang-Undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, nelayan didifinisikan sebagai orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan
ikan. Berbicara masalah kesejahteraan nelayan, pada hakekatnya tidak dapat
dipisahkan dengan persoalan kemiskinan nelayan itu sendiri. Pakpahan et al. 1995 mengemukakan bahwa kemiskinan adalah masalah yang bersifat kompleks
dan multi dimensional, baik dilihat dari aspek kultural maupun struktural. Namun demikian, dalam teori Maslow dikemukakan bahwa manusia pada umumnya
secara sadar maupun tidak didalam hidupnya akan selalu berupaya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya yang bersifat berjenjang Hermanto et al., 1995.
Dalam hal ini setelah satu jenjang kebutuhan terpenuhi, maka manusia akan berupaya untuk memenuhi kebutuhan yang berada pada jenjang diatasnya.
Jenjang kebutuhan dasar manusia dimaksud ada 7 tujuh macam, yang disusun secara berurutan dari yang paling bawah ke atas sebagai berikut :
1 Kebutuhan fisiologis. 2 Kebutuhan akan rasa aman dalam arti luas, yaitu selain kebutuhan rasa aman
secara fisik juga kebutuhan akan rasa keyakinan untuk dapat memenuhi kebutuhan dasarnya pada masa yang akan datang.
3 Kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki dan rasa kasih sayang, dimana salah satu penjelasannya adalah keadaan dimengerti dan diterima dengan sepenuh
hati oleh pihak lain. 4 Kebutuhan akan penghargaan.