Pendekatan Masalah Keberlanjutan dan produktivitas perikanan pelagis kecil yang berbasis di pantai utara Jawa

3 METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Masalah

Kegiatan perikanan pelagis kecil sudah dilakukan oleh nelayan di sepanjang pantai utara Jawa, jauh sebelum kebijakan pemerintah melarang dipergunakannya alat tangkap pukat harimau trawl melalui Keppres. No 39 tahun 1981. Kegiatan penangkapan kelompok ikan ini terutama dilakukan di perairan Laut Jawa, dengan menggunakan alat seperti payang, purse-seine, gillnet dan lain sebagainya. Dalam perkembangannya, kegiatan perikanan pelagis kecil ini cendrung tidak terkendali, sehingga muncul berbagai persoalan seperti penurunan stok sumberdaya ikan, kerusakan lingkungan, konflik yang sifatnya vertikal maupun horizontal dan menurunnya hasil tangkapan yang pada akhirnya bermuara pada persoalan kemiskinan. Kondisi ini telah me ndorong dilakukannya berbagai penelitian di kawasan ini, yang hasil- hasilnya dapat dijadikan landasan dalam penelitian ini. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa pada dasarnya pembangunan perikanan mempunyai tujuan ganda yaitu meningkatkan kesejahteraan nelayan disatu sisi, dan menjaga kelestarian sumberdaya ikan disisi lain. Dengan demikian, pendekatan pembangunan perikanan yang dituju pada hakekatnya adalah pembangunan perikanan berkelanjutan. Upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan akan tercapai, apabila pendapatan nelayan dapat meningkat dalam waktu yang panjang. Sementara pendapatan nelayan itu sendiri sangat ditentukan oleh kinerja usaha penangkapan yang dilakukan serta harga- harga yang dihadapi oleh nelayan, baik harga masukan input maupun harga keluaran output. Dalam kaitan ini, salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh nelayan adalah meningkatkan produksi usaha penangkapan ikan per unit upaya penangkapan effort. Hal ini berkaitan dengan posisi nelayan yang sangat lemah didalam penentuan harga, baik harga produksi ikan hasil tangkapan maupun harga masukan dalam proses penangkapan. 50 Peningkatan produksi dimaksud dapat dilakukan melalui peningkatan efisiensi penggunaan sumberdaya, intensifikasi penggunaan masukan dan pengembangan teknologi serta mengurangi jumlah upaya penangkapan yang ada di perairan tersebut. Kemampuan nelayan dalam meningkatkan efisiensi, intensifikasi penggunaan masukan dan pengembangan teknologi sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman nela yan, penguasaan kapital dan akses informasi yang diperoleh. Berkaitan dengan upaya meningkatkan produksi, maka pada dasarnya nelayan mempunyai sifat yang rasional dan responsif terhadap insentif ekonomi. Insentif ekonomi ini pada umumnya tersalur melalui harga ikan dan harga masukan yang dipergunakan dalam kegiatan usaha penangkapan ikan. Upaya peningkatan produksi dalam usaha penangkapan ikan pada akhirnya akan berimplikasi pada perubahan struktur ekonomi, yang pada gilirannya menyebabkan perubahan struktur pendapatan nelayan. Dalam kaitan ini, maka informasi tentang dinamika usaha penangkapan yang dilakukan oleh nelayan serta faktor- faktor yang mempengaruhi, akan sangat berguna bagi penentuan kebijakan pembangunan perikanan. Disisi lain, disadari juga bahwa upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan ini sangat tergantung pada tersedia tidaknya sumberdaya ikan yang akan diusahakan. Sementara keberadaan sumberdaya ikan itu sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti temperatur air, nutrien, musim dan lain sebagainya. Oleh karena itu, upaya menjaga kelestarian sumberdaya ikan sesuai dengan sifat- sifatnya menjadi sangat penting, untuk mencapai tujuan pembangunan perikanan yang berkelanjutan. Pemikiran berkaitan dengan upaya pemanfaatan sumberdaya ikan secara berkelanjutan telah lama dilakukan oleh para ahli, terutama melalui pendekatan biologi. Hal ini dapat dilihat dari konsep hasil maksimum yang lestari maximum sustainable yield atau sering juga disebut dengan MSY, yang dimotori oleh seorang ahli biologi perikanan bernama Schaefer pada tahun 1957, dengan model pertumbuhan Schaefer-nya Lawson, 1984. Kemudian pendekatan ini dikembangkan oleh Gordon dengan pemikiran yang menyatakan bahwa 51 sumberdaya ikan pada umumnya bersifat open acces yang cenderung menjadi tidak terkontrol, dan mengarah pada perikanan lebih tangkap baik secara biologi maupun ekonomi. Dalam pendekatannya, Gordon memanfaatkan Model Pertumbuhan Schaefer, dimana kurva pertumbuhan berada dalam kondisi keseimbangan jangka panjang. Dari sinilah selanjutnya dikenal teori Gordon- Schaefer, yang banyak dipergunakan oleh ahli perikanan didalam melakukan analisis pengelolaan sumberdaya ikan Fauzi, 2004. Sementara pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan kumpulan tindakan aksi yang terorganisir untuk mencapai tujuan Nikijuluw, 2002. Dalam hal ini, tujuan yang dimaksud adalah berkaitan dengan visi pembangunan perikanan yaitu mewujudkan usaha perikanan yang produktif dan efisien berdasarkan pengelolaan sumberdaya perikanan secara bertangung jawab. Oleh karena itu, terdapat beberapa alasan penting dilakukannya pengelolaan sumberdaya perikanan, yaitu : 1 Sumberdaya ikan adalah sumberdaya yang dapat dipulihkan renewable, artinya apabila sumberdaya tersebut diambil sebagian, maka sumberdaya yang tertinggal memiliki kemampuan untuk memperbaharui dirinya dengan jalan berkembang biak. Dengan sifat ini berarti pula bahwa stok atau populasi ikan tidak boleh dimanfaatkan secara sewenang-wenang tanpa memperhatikan struktur umur ikan maupun rasio kelamin dari populasi ikan. Hal ini disebabkan karena akan dapat berdampak pada rendah atau lambatnya kemampuan untuk memulihkan diri, yang pada akhirnya akan mengarah pada kepunahan. Oleh karena itu, pemanfaatan sumberdaya ikan harus dilakukan secara berhati-hati dengan manajemen yang baik, sehingga aliran manfaatnya benefit akan ada sepanjang tahun. Dengan adanya aliran manfaat seperti ini, nilai sekarang present value dari sumberdaya ikan akan menjadi semakin besar. Sebaliknya, jika pemanfaatan sumberdaya ikan dilakukan secara sewenang-wenang, maka pemulihan stok tidak akan terjadi dan aliran manfaat yang diperoleh hanya pada saat yang singkat, sehingga nilai sekarang dari sumberdaya ikan akan berkurang. 52 2 Sifat sumberdaya perikanan yang sangat rentan dan sensitif terhadap banyak perubahan. Khusus untuk sumberdaya ikan, kerentanan dan sensitivitasnya cendrung lebih tinggi karena merupakan sumberdaya hayati yang sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan eksternal maupun internal, seperti misalnya perubahan yang terjadi baik di dalam maupun di luar ekosistim. Perubahan ini juga menyangkut perubahan yang terjadi disekitar atau di tempat yang jauh letaknya dari ekosistim atau perubahan yang langsung maupun tidak langsung berkenaan dengan ekosistim, serta perubahan lingkungan biotik maupun a-biotik. Dalam kaitannya dengan pengelolaan sumberdaya perikanan sebagai landasan didalam pembangunan perikanan, maka paradigmanya mengalami evolusi dari paradigma konservasi biologi ke paradigma rasionalisasi ekonomi, kemudian dilanjutkan ke paradigma sosialkomunitas. Oleh karena itu, pandangan pembangunan perikanan yang berkelanjutan haruslah mengakomodasikan ke tiga aspek tersebut Charles, 1994 yang dikutip Fauzi dan Anna, 2005. Keberlanjutan sustainability merupakan kata kunci didalam pembangunan, termasuk pembangunan perikanan yang berbasis pada pemanfaatan sumberdaya alam ikan. Selama ini penilaian terhadap keberlanjutan sumberdaya biologi seperti halnya ikan, pada umumnya dilakukan me lalui studi pendugaan stok stock assessment dari species yang menjadi tujuan. Pendekatan ini membutuhkan sejumlah informasi penting, survei tersendiri dan model analisis yang sangat komplek, sehingga sanga t terbatas kemungkinan dilaksanakan oleh negara berkembang seperti halnya Indonesia Hartono, et al., 2003. Lebih lanjut juga dikemukakan bahwa pendekatan ini belumlah cukup untuk menjawab pertanyaan berkaitan dengan sumberdaya perikanan berkelanjutan, yang sifatnya sangat multi-dimensional. Untuk mengevaluasi keberlanjutan pembangunan perikanan, maka diperlukan analisis yang menyeluruh holistik serta terintegrasi dari seluruh aspek yang berpengaruh, seperti aspek ekologi, teknologi, sosial, ekonomi dan etik maupun kelembagaan. Dengan demikian, barulah dapat dirumuskan beberapa alternatif kebijakan pembangunan perikanan beserta prioritasnya, sebagaimana dapat dilihat melalui kerangka penelitian yang disajikan pada Gambar 7. 53 Gambar 7 Kerangka penelitian

3.2 Obyek Penelitian