Pengelolaan tidak langsung Pengelolaan sumberdaya ikan

2.2.2.2 Pengelolaan tidak langsung

Disamping metode langsung sebagaimana telah dikemukakan diatas, pemerintah didalam mengelola sumberdaya perikanan dapat pula mengambil kebijakan-kebijakan yang bersifat tidak langsung. Kebijakan ini pada umumnya berkaitan erat dengan biaya dan harga, diantaranya adalah sebagai berikut : 1 Penerapan pajak dan subsidi Penerapan pajak maupun subsidi pada hakekatnya adalah kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah, dan akan berpengaruh pada struktur biaya produksi. Pencabutan atau penurunan pajak serta pemberian subsidi akan memberikan pengaruh pada semakin rendahnya biaya produksi, dan ini tentunya diharapkan akan mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan pada tingkat produksi yang sama. Sebaliknya, pengenaan pajak serta pencabutan subsidi akan berdampak pada meningkatnya biaya produksi, dan tentunya kondisi ini tidak menguntungkan bagi kesejahteraan nelayan, termasuk kelestrarian sumberdaya perikanan. 2 Strategi harga dan pemasaran Kebijakan ini adalah bentuk lain dari upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan para nelayan. Sistem pemasaran serta harga yang baik akan memberikan dampak peningkatan pada kesejahteraan nelayan, dan pada akhirnya diharapkan akan berdampak pula pada semakin ringannya tekanan terhadap sumberdaya ikan yang ada. Hal ini disebabkan oleh karena dengan strategi harga dan pemasaran yang tepat, maka nelayan akan memperoleh harga ikan yang optimal dan pada akhirnya akan memberikan pendapatan yang optimal pula. Dalam pelaksanaannya di Indonesia, pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting untuk mengelola sumberdaya ikan, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 maupun Undang-Undang No. 9 tahun 1985 tentang Perikanan yang telah diamandemen melalui Undang-Undang No. 31 tahun 2004. Intinya adalah memberikan mandat kepada pemerintah didalam mengelola sumberdaya alam, khususnya sumberdaya ikan untuk kesejahteraan rakyat. Keterlibatan pemerintah didalam pengelolaan sumberdaya ikan ini, menurut Nikijuluw, 2002 diwujudkan dalam 3 tiga fungsi, yaitu : 1 Fungsi alokasi, yang dijalankan melalui regulasi untuk membagi sumberdaya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan 2 Fungsi distribusi, dijalankan oleh pemerintah agar terwujud keadilan dan kewajaran sesuai pengorbanan dan biaya yang dip ikul oleh setiap orang, disamping adanya keberpihakan pemerintah kepada mereka yang tersisih atau lebih lemah. 3 Fungsi stabilisasi, ditujukan agar kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan tidak berpotensi menimbulkan instabilitas yang dapat merusak dan menghancurkan tatanan sosial ekonomi masyarakat. Di Indonesia pada dasarnya pengelolaan perikanan lebih berkaitan dengan masalah manusia people problem dari pada masalah sumberdaya resources problem. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa lebih dari 60 persen produksi perikanan Indonesia dihasilkan oleh perikanan skala kecil, yang banyak menyerap tenaga kerja atau lebih dikenal dengan sebutan nelayan. Kaiser and Forsberg 2001 memberikan beberapa hal yang harus diperhatikan didalam pengelolaan perikanan, yaitu : 1 Jumlah stakeholder perikanan adalah banyak. 2 Kebijakan pengelolaan harus dapat diterima oleh semua stakeholder. 3 Hormati sebanyak mungkin nilai- nilai yang berkembang di masyarakat. 4 Kebijakan harus mempertimbangkan aspek sosial, politik dan ekono mi. Cara pandang pengelolaan sumberdaya perikanan seperti ini pada hakekatnya telah dipahami oleh sebagian besar masyarakat perikanan Indonesia. Hanya saja pada saat ini sebagian besar daerah di Indonesia pengelolaan sumberdaya perikanan lautnya masih berbasis pada pemerintah pusat Government Based Management, walaupun sejak lahirnya Undang- Undang No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian diperbaharui melalui Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagian kewenangan pemerintah pusat dalam hal pengelolaan sumberdaya perikanan telah diserahkan ke pemerintah daerah. Dalam pengelolaan seperti ini, pemerintah bertindak sebagai pelaksana mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pada pengawasan. Sedangkan kelompok masyarakat pengguna hanya menerima informasi tentang produk- produk kebijakan dari pemerintah. Menurut Satria et al. 2002, pengelolaan perikanan seperti ini mempunyai beberapa kelemahan diantaranya adalah : 1 Aturan-aturan yang dibuat menjadi kurang terinternalisasi didalam masyarakat, sehingga menjadi sulit untuk ditegakan. 2 Biaya transaksi yang harus dikeluarkan untuk pelaksanaan dan pengawasan adalah sangat besar, sehingga menyebabkan lemahnya penegakan hukum. Hasil pengkajian terakhir yang telah dilakukan terhadap sumberdaya ikan Indonesia, menunjukan bahwa jumlah potensi lestari adalah sebesar 6,409 juta ton ikantahun, dengan tingkat eksploitasi pada tahun terakhir mencapai angka 4,069 juta ton ikantahun atau sekita 63,49 persen dari potensi lestari Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2004. Ini artinya, masih ada cukup peluang untuk meningkatkan produksi perikanan nasional melalui kegiatan usaha penangkapan ikan. Namun demikian, yang perlu diperhatikan adalah adanya beberapa wilayah pengelolaan perikanan yang kondisi sumberdaya ikannya cukup memprihatinkan dan sudah melampaui potensi lestarinya over fishing, seperti halnya di perairan Selat Malaka dan perairan Laut Jawa. Di kedua perairan tersebut, terdapat beberapa kelompok ikan ikan pelagis besar dan ikan pelagis kecil di Selat Malaka serta ikan demersal di Laut Jawa yang masih mungkin untuk dikembangkan pemanfaatannya. Sementara di 7 tujuh zone penangkapan lainnya, sekalipun tingkat pemanfaatan sumberdaya ikannya secara keseluruhan masih berada dibawah potensi lestari, akan tetapi untuk beberapa kelompok ikan sudah berada pada posisi over fishing. Sebagai contoh, udang dan lobster di perairan Laut Cina Selatan, ikan demersal; udang dan cumi-cumi di perairan Selat Makassar dan Laut Flores. Oleh karena itu, pada beberapa perairan yang kondisi pemanfaatan sumberdaya ikannya telah mendekati dan atau melampaui potensi lestarinya, maka perlu kiranya mendapatkan perlakuan khusus agar sumberdaya ikan yang ada tidak collapse. Informasi yang berkaitan dengan potensi dan penyebaran sumberdaya ikan laut di perairan Indonesia, telah dipublikasikan oleh Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut pada tahun 1998. Dalam publikasi tersebut, wilayah perairan Indonesia dibagi me njadi 9 sembilan zone atau wilayah pengelolaan perikanan, yaitu Selat Malaka; Laut Cina Selatan; Laut Jawa; Selatan Makassar dan Laut Flores; Laut Banda; Laut Seram dan Teluk Tomini; Laut Sulawesi dan Samudra Pasifik; Laut Arafura serta Samudra Hindia.

2.2.3 Sumberdaya ikan pelagis kecil