merupakan sumbangan dari kelompok ikan non pelagis, seperti kelompok ikan demersal dan lain sebagainya.
4.4.2 Ekosistem Laut Jawa dan sumberdaya ikan pelagis kecil
4.4.2.1 Ekosistem Laut Jawa
Perairan Laut Jawa pada hakekatnya merupakan daerah penangkapan fishing ground utama bagi nelayan yang berbasis di pantai utara Jawa, dengan
potensi ikan dominan berupa ikan pelagis kecil dan ikan demersal. Upaya memahami ekosistem suatu perairan, termasuk perairan Laut Jawa adalah sangat
penting dalam rangka pengelolaan sumberdaya alam yang bersifat dapat pulih, seperti halnya sumberdaya ikan. Melalui pemahaman ekosistem perairan, maka
memungkinkan dilakukannya perhitungan-perhitungan terhadap kondisi klimatologi yang ada, termasuk produktivitas primer dan perkembangan species
ikan serta jumlah ikan yang memungkinkan untuk dimanfaatkan oleh nelayan. Purwanto 2003 mengemukakan bahwa perairan Laut Jawa berada di
bagian Tenggara Laut Cina Selatan, yang dibatasi oleh Pulau Jawa di bagian Selatan, Pulau Sumatera di bagian Barat dan Pulau Kalimantan di bagian Utara
serta Selat Makassar dan Laut Flores di bagian Timur Gambar 9. Luas
perairan ini sekitar 400.000 km
2
, dengan kedalaman rata-rata sekitar 40 meter dan kemiringan dasar dari Barat ke Timur berkisar antara 20 sampai 100 meter
Durand and Widodo, 1995. Lebih lanjut juga dikemukakan bahwa kedalaman maksimum dijumpai di sebelah utara Pulau Madura, dan dari sisi Barat ke bagian
Utara dan Timur dijumpai banyak pulau dan atau batu karang coral reef. Adapun pulau dan atau batu karang dimaksud antara lain adalah Kepulauan
Seribu, Pulau Biawak, Karimunjawa, Bawean, Masalembo, Kangean, Matasiri dan lain sebagainya. Kecuali daerah Kepulauan Seribu, seluruh pulau dan atau
batu karang dimaksud adalah merupakan daerah perikanan pelagis.
Gambar 9 Peta perairan La ut Jawa Purwanto, 2003
Posisi perairan Laut Jawa dipengaruhi oleh kondisi geografis dan lingkungan oseanik dimana pada bagian Timur berhubungan dengan perairan
Selat Makassar dan Laut Flores. Pada bagian Barat berhubungan dengan Samudra Hindia melalui Selat Sunda sebagai terusan dan Laut Cina Selatan melalui Selat
Karimata. Keadaan geografis tersebut menggambarkan bahwa kondisi bio- ekologis perairan Laut Jawa secara fisik sangat dipengaruhi oleh dua faktor
utama, yaitu siklus musiman yang berkaitan dengan perubahan karakteristik lingkungan sebagai bagian dari proses perubahan internal badan air Laut Jawa,
serta perubahan jangka panjang parameter iklim dan faktor osilasi internal yang berkaitan dengan perubahan curah hujan sebagai dampak dari terjadinya El-Nino
Potier,1998 yang dikutip Atmadja et al., 2003.
Dalam buku Pengkajian Stok Ikan di Perairan Indonesia Pusat Riset Perikanan Tangkap dan Pusat Penelitian Pengembangan Oseanologi, 2001,
dikemukakan bahwa nilai salinitas maksimum pertama di perairan Laut Jawa adalah berkisar antara 32,5 – 33,0 permil pada bulan November yang ikut
dipengaruhi oleh musim kemarau pada bulan tersebut. Nilai salinitas maksimum
kedua biasanya terjadi pada bulan Mei, dengan kisaran antara 31,7 – 32,0 permil. Nilai salinitas ini erat kaitannya dengan suhu air Laut Jawa yang dilaporkan cukup
tinggi, yaitu antara 27,1 – 29,7 C. Tingginya suhu air ini disebabkan oleh karena
perairan Laut Jawa termasuk perairan ekuator. Disamping itu, dalam laporan tersebut juga dikemukakan bahwa secara garis besar zooplankton yang berhasil
diidentifikasikan di perairan Laut Jawa pada bulan Oktober 2001 berjumlah 35 taksa. Sebagian besar komposisi zooplankton terdiri dari Copepoda terutama
genus Clanoida, yang mencapai kisaran antara 1.000 – 3.000 indm
3
dari jumlah total zooplankton antara 2.100 – 9.000 indm
3
. Durand and Widodo 1995 juga mendiskripsikan adanya 3 tiga ciri
penting yang berkaitan dengan ekosistem perairan Laut Jawa, yaitu : 1 Adanya aliran air tawar dari daratan, melalui sungai-sungai yang ada di
Pulau Kalimantan, Sumatera dan Jawa. Kondisi ini mengakibatkan pada musim- musim tertentu, salinitas di perairan Laut Jawa menjadi rendah.
2 Terjadinya perubahan musim akibat pengaruh kondisi perairan Laut Cina Selatan melalui Selat Karimata, yang sulit untuk diperkirakan.
3 Batas di bagian Timur perairan Laut Jawa telah menghasilkan isu tentang bagaimana hubungannya dengan kepulauan Indonesia di bagian Timur.
Atmadja et al. 2003 mengemukakan bahwa karakteristik ma ssa air dan iklim perairan Laut Jawa dipengaruhi langsung oleh 2 dua angin muson, yaitu
angin muson Barat yang berlangsung antara bulan September-Februari dan angin muson Timur yang berlangsung antara bulan Maret-Agustus, setiap tahunnya.
Pada muson Timur, masa air bersalinitas tinggi 34 permil memasuki perairan Laut Jawa melalui Selat Makassar dan Laut Flores. Pada muson Barat, selain
terjadi pengenceran oleh air tawar yang mengalir dari sungai, juga masuk masa air bersalinitas rendah 32 permil yang berasal dari Laut Cina Selatan dan
mendorong masa air bersalinitas tinggi ke bagian Timur Laut Jawa. Laporan Durand and Petit 2003 juga mengemukakan bahwa fluktuasi suhu
permukaan di perairan Laut Jawa relatif kecil, dimana perbedaan antara suhu maksimum dan minimum adalah sebesar 2
o
C dan nilai rata-rata berkisar antara 27 - 29
o
C. Distribusi suhu permukaan secara horizontal, pada umumnya
dihubungkan dengan fenomena musiman. Dalam hal ini, pada muson Timur nampak jelas bahwa suhu permukaan lebih dingin, dan kond isi ini menunjukkan
adanya masa air bagian laut dalam yang masuk ke perairan Laut Jawa. Pada muson Barat, suhu permukaan Laut Jawa relatif lebih panas dibandingkan pada
muson Timur, dan pengaruh curah hujan pada suhu air laut dekat pantai adalah sangat nyata.
4.4.2.2 Sumberdaya ikan pelagis kecil