Pendapatan nelayan Kesejahteraan Nelayan

manajerial dari usaha penangkapan ikan yang dilakukan. Faktor ini meliputi penguasaan teknologi penangkapan ikan dan penanganan hasil tangkapan serta kemampuan nelayan didalam mengakumulasikan serta mengolah informasi yang relevan, sehingga pengambilan keputusan yang dilakukannya menjadi tepat.

2.3.2 Pendapatan nelayan

Sebagaimana dikemukakan terdahulu, bahwa kebijakan pembangunan perikanan khususnya perikanan tangkap tidak dapat dipisahkan dengan upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan. Hal ini hanya mungkin tercapai apabila pendapatan mereka dapat ditingkatkan, karena dengan meningkatnya pendapatan, mereka dapat memenuhi kebutuhannya seperti pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya. Sementara disisi lain, kegiatan pembangunan perikanan baik langsung maupun tidak langsung diharapkan dapat menyentuh dan dinikmati oleh semua lapisan masyarakat yang ada di kawasan tersebut. Oleh karena itu disamping aspek pertumbuhan, maka aspek pemerataan dalam menikmati hasil merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan. Dalam setiap kegiatan ekonomi termasuk usaha penangkapan ikan, pengusaha atau nelayan akan selalu berpikir bagaimana mengalokasikan input produksi yang dimiliki se-efisien mungkin, untuk menghasilkan produksi yang maksimum Soekartawi, 2003. Cara berpikir demikian adalah wajar, karena pengusaha atau nelayan selalu berupaya memaksimumkan keuntungan yang dalam konsep ekonomi dikenal dengan pendekatan memaksimumkan keuntungan profit maximization. Disisi lain, pada saat pengusaha atau nelayan berhadapan dengan keterbatasan biaya, konsep diatas akan tetap dijalankan melalui pendekatan meminimumkan biaya cost minimization. Kedua pendekatan diatas pada dasarnya serupa tetapi tidak sama, dimana ketidaksamaannya terletak pada sifat pengusaha atau nelayan bersangkutan. Bagi pengusaha atau nelayan besar, prinsip yang dijalankan sering kali berkaitan dengan bagaimana memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, melalui pendekatan memaksimumkan keuntungan. Hal ini disebabkan karena pengusaha atau nelayan besar umumnya tidak terlalu dihadapkan pada keterbatasan pembiayaan. Sebaliknya bagi pengusaha atau nelayan kecil, tindakannya cenderung berkaitan dengan bagaimana memperoleh keuntungan dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Pendapatan sebagai salah satu bentuk hasil pembangunan seringkali terdistribusi secara tidak adil diantara orang-orang yang terlibat didalam penciptaan pendapatan tersebut. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh sistem yang berkembang dimasyarakat, dan ini pada akhirnya akan menghasilkan ketimpangan didalam distribusi pendapatan. Disamping itu, juga disadari bahwa selama ini nelayan belum sepenuhnya menikmati nilai tambah dari pemanfaatan potensi ikan dan produksi perikanan yang ada. Hasil dari perhit ungan rata-rata di 10 propinsi yang dilakukan oleh Coral Reef Rehabilitation and Management Program COREMAP, ternyata pendapatan nelayan berkisar Rp 82.500 sampai dengan Rp 225.000 per bulan Mulyadi, 2005. Jumlah tersebut jauh dibawah nilai Upah Minimum Regional UMR yang ditetapkan oleh pemerintah. Ketergantungan pada iklim dan lingkungan menyebabkan pendapatan nelayan di setiap daerah menjadi berbeda-beda. Bahkan dari hasil penelitian PPLH-IPB tahun 1996 diketahui bahwa pendapatan rumah tangga nelayan di desa pesisir Lombok bagian Barat lebih rendah lagi, yaitu berkisar antara Rp 210.540 – Rp 643.510 per tahun atau sekitar Rp 17.545 – Rp 53.626 per bulan. Pendapatan nelayan ini diperkirakan akan menjadi lebih kecil lagi dengan adanya kenaikan harga bahan bakar minyak BBM dan harga input lainnya. Hal ini disebabkan karena meningkatnya biaya operasional dibandingkan sebelumnya, sementara karena pangsa pasar nelayan tradisional ini masih berpusat di dalam negeri, harga yang diterima juga relatif stabil. 3 METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Masalah