2.1.2 Kebijakan pembangunan perikanan
Menurut Parsons 2001, kebijakan adalah seperangkat aksi atau rencana yang mengandung tujuan politik, dan merupakan manivestasi dari penilaian yang
penuh pertimbangan. Pada dasarnya kebijakan dapat dibedakan menjadi 2 dua, yaitu kebijakan privat dan kebijakan publik Simatupang, 2001. Kebijakan
privat adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga swasta dan tidak bersifat memaksa kepada orang atau lembaga lain. Kebijakan publik adalah
tindakan kolektif yang diwujudkan melalui kewenangan pemerintah yang legitimate untuk mendorong, menghambat, melarang atau mengatur tindakan
privat individu maupun lembaga swasta. Dalam hal ini Hogwood and Gunn 1986 mengemukakan adanya 2 dua ciri dari kebijakan publik, yaitu :
1 Dibuat atau diproses oleh lembaga pemerintahan atau berdasarkan prosedur yang ditetapkan pemerintah.
2 Bersifat memaksa atau berpengaruh terhadap tindakan privat masyarakat luas atau publik.
Berangkat dari pemahaman diatas, maka kebijakan pembangunan perikanan dapat dikelompokan kedalam kebijakan publik, yaitu suatu keputusan dan
tindakan pemerintah untuk mengarahkan, mendorong, mengendalikan dan mengatur pembangunan perikanan, guna mewujudkan tujuan pembangunan
nasional. Oleh karena itu, kegiatan pembangunan perikanan termasuk didalamnya pembangunan perikanan tangkap, merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional. Dalam pembangunan perikanan, keberadaan sumberdaya ikan menjadi
sangat penting, karena dia bersama sumberdaya lingkungan dan sumberdaya buatan manusia termasuk manusianya merupakan unsur- unsur yang ada dalam
sumberdaya perikanan. Dengan demikian, pengelolaan sumberdaya perikanan meliputi penataan pemanfaatan sumberdaya ikan, pengelolaan lingkungan serta
pengelolaan kegiatan manusia Nikijuluw, 2002. Lebih lanjut dapat dikemukakan bahwa, upaya mengelola sumberdaya perikanan pada dasarnya
secara implisit merupakan tindakan menyusun langkah- langkah untuk
membangun perikanan. Hal ini pula yang menyebabkan, sering kali tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan sama dengan tujuan pembangunan perikanan.
Tujuan pembangunan perikanan sebagaimana diamanatkan dalam Undang- Undang Republik Indonesia No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, adalah sebagai
berikut : 1 Meningkatkan taraf hidup ne layan kecil dan pembudidaya ikan kecil.
2 Meningkatkan penerimaan dan devisa negara. 3 Mendorong perluasan dan kesempatan kerja.
4 Meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein hewani. 5 Mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ikan.
6 Meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah dan daya saing. 7 Meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan.
8 Mencapai pemanfaatan sumberdaya ikan, lahan pembudidayaan ikan dan lingkungan sumberdaya ikan secara optimal.
9 Menjamin kelestarian sumberdaya ikan, lahan pembudidayaan ikan dan tata ruang.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, kebijakan pembangunan perikanan Indonesia ke depan lebih ditekankan pada pengendalian perikanan tangkap,
pengembangan budidaya perikanan dan peningkatan nilai tambah melalui perbaikan mutu dan pengembangan produk yang mengarah pada pengembangan
industri kelautan dan perikanan yang terpadu berbasis masyarakat. Strategi yang ditempuh adalah melalui peningkatan daya saing komoditas perikanan yang
didukung dengan peningkatan sumberdaya manusia serta pemberian akses dan kesempatan yang sama pada seluruh pelaku usaha di bidang perikanan, sehingga
mampu menghadapi persaingan global di tengah peningkatan tuntutan dan kebutuhan masyarakat dengan berbagai dimensinya.
Kebijakan pengendalian perikanan tangkap pada wilayah perairan yang sudah lebih tangkat over fishing, pengembangannya ke depan akan dilakukan
melalui prinsip kehati- hatian dengan membatasi penambahan upaya effort
penangkapan sekaligus mendorong nelayan dapat beralih ke kegiatan pembudidayaan ikan atau pengolahan, khususnya melalui pengembangan produk.
Pada daerah padat tangkap, peningkatan mutu akan lebih didorong guna memberikan penghasilan lebih besar bagi para nelayan. Pada wilayah perairan
yang masih potensial, peningkatan produksi akan dilakukan secara selektif sesuai dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan JTB dan memperhitungkan
prinsip-prinsip kelestarian sumberdaya ikan. Upaya pengembangan perikanan tangkap pada ke dua wilayah tersebut,
sekaligus dikaitkan dengan upaya pemberdayaan nelayanpengolah ikan skala kecil yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatannya melalui peningkatan
produktivitas usaha penangkapan, perbaikan mutu dan pemasaran hasil produksinya. Upaya tersebut akan dilakukan secara komperhensif sesuai
kebutuhan mereka, dengan tetap memperhatikan nilai- nilai budaya yang sudah melekat pada komunitas nelayan serta menjunjung tinggi kemartabatannya.
Dalam kaitan ini, kelompok sasaran yang ingin dicapai adalah para nelayan pemilik yang mengusahakan kapalperahu berukuran 10 GT, nelayan buruh dan
pengolah ikan skala kecil Departemen Kelautan dan Perikanan, 2004. Kebijakan dan strategi pengembangan perikanan tangkap sebagaimana
diuraikan diatas, dilakukan melalui pendekatan kewilayahan Integrated Regional Approach. Oleh karena itu, untuk memudahkan dalam pengelolaan dan
pengembangan perikanan tangkap, perlu disusun rencana tata ruang yang menggabungkan wilayah daratan khususnya pesisir dan lautan dengan
memperhatikan keterpaduan antar sektor dalam bentuk “Wilayah Pengembangan dan Pengelolaan Perikanan dan Kelautan WAPPEL. WAPPEL merupakan
suatu wilayah homogen yang dibatasi berdasarkan keseragaman internal oleh satu atau lebih kriteria tertentu dan memperhatikan koherensi atau kesatuan keputusan-
keputusan sosial, ekonomi, budidaya, fisik dan pertahanan keamanan. Berkaitan dengan uraian diatas, maka telah dirumuskan strategi kebijakan
pembangunan perikanan tangkap sebagaimana tercantum dalam dokumen program jangka pendek dan program strategis perikanan tangkap 2006-2009
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2006. Adapun kebijakan pembangunan yang dijalankan lebih diarahkan pada upaya- upaya sebagai berikut :
1 Menjadikan perikanan tangkap sebagai salah satu andalan perekonomian dengan membangkitkan industri perikanan nasional.
2 Rasionalisasi, nasionalisasi dan modernisasi armada perikanan tangkap secara bertahap, dalam rangka menghidupkan industri dalam negeri dan
keberpihakan kepada nelayan lokal dan perusahaan nasional. 3 Penerapan pengelolaan perikanan fisheries management secara bertahap
berorientasi kepada kelestarian lingkungan dan terwujudnya keadilan. 4 Mendorong Pemerintah Daerah untuk pro aktif mengoptimalkan seluruh
potensi sumberdaya di wilayahnya secara berkesinambungan. 5 Rehabilitasi dan rekonstruksi daerah-daerah yang terkena bencana alam.
Kelima arah kebijakan pembangunan perikanan tangkap tersebut pada hakekatnya mempunyai 4 empat tujuan utama, yaitu :
1 Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya ikan secara berkelanjutan, guna menyediakan ikan untuk konsumsi dalam negeri dan bahan baku industri.
2 Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan. 3 Meningkatkan lapangan pekerjaan.
4 Meningkatkan peran perikanan tangkap terhadap pembangunan perikanan nasional.
Dengan demikian, dalam tujua n diatas terkandung makna meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan dan sekaligus untuk menjaga
kelestarian sumberdaya ikan serta lingkungannya, sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan.
Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan perikanan tangkap tersebut, maka telah dikembangkan berbagai program dengan landasan potensi perikanan
yang dimiliki serta mempertimbangkan adanya isu pokok baik yang bersifat domestik maupun internasional Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2006.
Isu-isu dimaksud diantaranya adalah 1 adanya pemahaman yang sempit
mengenai otonomi daerah, 2 ketentuan internasional yang tertuang dalam Code of Conduct for Responsible Fisheries, 3 ketidak seimbangan pemanfaatan
sumberdaya ikan antar Wilayah Pengembangan Perikanan WPP yang ada, 4 terjadinya degradasi kondisi lingkungan sumberdaya ikan di beberapa perairan,
5 adanya illegal fishing, unreported fishing dan unregulated fishing yang dilakukan baik oleh nelayan dalam negeri maupun nelayan asing, 6 rendahnya
sense of business sebagian dari pelaku usaha terutama pelaku usaha besar, 7 semakin ketatnya persyaratan yang ditetapkan oleh negara pengimpor hasil
perikanan dan 8 struktur usaha penangkapan yang didominasi oleh usaha skala kecil.
Disisi lain juga disadari bahwa dalam kegiatan perikanan tangkap, pada umumnya terdapat adanya ketergantungan ekonomi nelayan terhadap pelaku
ekonomi yang bermodal besar. Bentuk ketergantungan ini, menurut Kusumastanto 2003 adalah berupa :
1 Ketergantungan finansial industri, artinya masyarakat nelayan menjadi unsur utama dalam proses produksi, baik sebagai pelaku maupun tenaga kerja.
Sementara disisi lain, aktivitas ekonomi secara dominan dikuasai oleh kekuatan industri dan secara finansial dikendalikan oleh pemilik modal
besar. 2 Ketergantungan teknologi industri, artinya unit bisnis dan industri di
wilayah nelayan bisa jadi dimiliki oleh nelayan lokal tradisional, kecil atau menengah, akan tetapi teknologinya dikuasai atau dimiliki oleh perusahaan
multinasional dengan modal besar. Apabila kondisi ini tetap dipertahankan dalam proses pembangunan
perikanan, maka yang terjadi adalah menguatnya hegemoni pemilik modal besar dan birokrasi lokal. Dengan kata lain, akumulasi modal yang terjadi hanya akan
diserap oleh pemilik modal dan tidak oleh masyarakat lokal, sehingga pertumbuhan ekonomi pada kegiatan perikanan hanya menggantungkan diri pada
pemodal besar dan penguasa lokal. Lebih lanjut juga dikemukakan bahwa kondisi ini telah melahirkan konsep “redistribusi kemakmuran” sebagai pengganti
difinisi pertumbuhan. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan perikanan
khususnya perikanan tangkap harus dikembangkan dalam perspektif sebagaimana dikemukakan diatas.
2.2 Sumberdaya Ikan