Analisis vegetasi tingkat pohon a. I ndek nilai penting t ingkat pohon

Keberadaan jenis-jenis dari famili Dipterocarpaceae semakin mendominasi pada tingkat pohon, seperti meranti merah Shorea spp, keruing Dipterocarpus spp, bangkirai Shorea leavis, tengkawang Shorea pinanga, Hopea multiflora, dan resak Vatica rasak. Keberadaan jenis keranji Diallium sp mulai menyusut dengan INP yang lebih kecil dibanding pada tingkat tiang meskipun masih berada pada urutan ke-2. Jenis kayu arang Dyiospyros sp da n jambuan Syzigium sp, yang cukup mendominasi pada tingkat semai dan pancang, keberadaannya semakin mengecil, sebaliknya jenis kempas Koompassia malaccensis, Scapium podocarpum dan mandarahan Knema pallens mulai nampak mengisi tingkat pohon meskpiun pada tingkat tiang, pancang dan semai berada pada kelompok urutan paling bawah atau tidak mendominasi vegetasi pada komunitas hutan. Meskpiun tidak sangat dominan, jenis kempas Koompassia malaccensis sering ditemui pada strata paling atas di hutan hujan trop is. Menur ut McKinnon et al. 2000, dalam daftar pohon-pohon pengisi lapisan strata atas, jenis kempas memiliki dimensi tinggi pohon yang paling besar. Dalam penelitian ini jenis kempas Koompassia malaccensis mempunyai INP sebesar 10,99 pada kelerengan datar- landai dan 7,4 pada kelerengan agak curam-curam. Enam jenis dominan tingkat pohon yang terdapat di lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 23 sedangkan hasil analisis INP tingkat pohon selengkapnya disajikan pada Lampiran 8. Tabe l 23. Enam jenis dominan tingkat pohon pada hutan bekas tebangan Et+0 Kelerengan datar-landai Kelerengan agak curam-curam No Nama lokal Nama latin KR FR DR INP Nama lokal Nama latin KR FR DR INP 1 Meranti mrh Shorea spp 38,54 17,24 42,46 98,24 Meranti mrh Shorea spp 48,05 20,73 54,20 122,98 2 Keranji Diallium sp 8,29 7,76 6,83 22,88 Keranji Diallium sp 9,09 10,98 8,00 28,06 3 Bangkirai Shorea leavis 6,83 6,03 8,29 21,16 Scapium Scapium podocarpum 6,49 8,54 5,21 20,24 4 Keruing Dipterocarpus spp 6,34 6,03 5,03 17,40 Bangkirai Shorea leavis 4,55 7,32 7,03 18,89 5 Kempas Koompassia malaccensis 3,41 4,31 3,27 10,99 Keruing Dipterocarpus spp 4,55 3,66 4,20 12,41 6 Medang Litsea sp 3,41 4,31 2,35 10,07 Tengkawang Shorea pinanga 1,95 4,88 1,93 8,76 Berdasarkan hasil penelitian Indrawan 2000, jenis-jenis pohon yang terdapat pada hutan primer dan sekunder adalah bunyau Shorea lamellata, keruing Dipterocarpus gaertner, meranti putih Shorea bracteolata, tengkawang Shorea macrophylla, buan Daphiniphillum sp dan terap Arthocarpus elasticus. Pada penelitian ini, jenis meranti merah Shorea spp, keruing Dipterocarpus sp, tengkawang Shorea pinanga da n Arthocarpus sp juga ditemukan pada tingkat pohon, namun jenis buan Daphiniphillum sp belum teridentifikasi Indrawan 2000 menemukan jenis ulin Eusideroxylon zwageri pada inventarisasi tingkat pohon di hutan bekas tebangan Et+0 PT Ratah Timber Co. dalam penelitian ini jenis ulin ditemukan pada areal dengan kelerengan datar- landai dengan INP sebesar 4,89. Keberadaan jenis ini semakin diperlukan karena kebutuhan masyarakat lokal pada kayu ulin semakin meningkat sementara regenerasinya masih terbatas disebabkan pertumbuhannya yang lambat. b. Keanekarag aman jenis tingkat pohon Indek keanekaragaman jenis pohon H’ menunjukkan tingkat keanekaragaman pohon pada suatu komunitas hutan. Makin tinggi nilai H’ maka semakin banyak pohon yang menyusun komunitas hutan. Berdasarkan hasil analisis vegetasi tingkat pohon diketahui bahwa keanekaragaman jenis pohon pada lokasi penelitian, baik pada kelerengan datar- landai maupun agak curam-curam, berada pada tingkat sedang dengan nilai H’ masing- masing sebesar 2,83 dan 2,41. Indrawan 2000 mendapatkan nilai H’ tingkat pohon pada areal hutan Et+0 6 bulan setelah tebangan di PT. Ratah Timber Co Kaltim sebesar 3,37 keanekaragaman tinggi sedangkan Pamoengkas 2006 mendapatkan nilai H’ tingkat pohon pada areal hutan Et+0 1 bulan setelah tebangan di PT.Sari Bumi Kusuma Kalteng sebesar 2,73 keanekaragaman sedang. Dengan demikian keanekaragaman jenis pada lokasi penelitian masih dapat diterima karena tidak berbeda dengan lokasi lainnya. Indek kekayaan jenis pohon R1 dapat menunjukkan kekayaan jenis pada suatu komunitas hutan, yang keberadaannya dipengaruhi oleh banyaknya jenis dan jumlah pohon yang terdapat dalam komunitas tersebut. Berdasarkan hasil analisis vegetasi tingkat pohon pada lokasi penelitian, dapat diketahui bahwa pada areal dengan kelerengan datar-sedang dan kelerengan agak curam-curam mempunyai indek kekayaan jenis yang tinggi, masing- masing sebesar 6,95 dan 5,16 dengan jumlah jenis masing- masing 38 jenis dan 27 jenis. Jumlah individu tingkat pohon sebesar 287 pohonha pada kelerengan datar- landai dan sebesar 226 pohonha pada kelerengan agak curam-curam. Jumlah ini telah memenuhi persyaratan minimal jumlah pohon sebesar 25 pohonha Kepmenhut No.200Kpts-II1994 dan SK Dirjen PH No.151KptsIV-BPHH1993. Tabe l 24. Indek keanekaragaman jenis tingka t po hon pada hutan bekas tebangan Et+0 Indek kemerataan jenis E dapat menunjukkan tingkat penyebaran jenis pada suatu komunitas. Berdasarkan hasil analisis vegetasi pada lokasi penelitian, dapat diketahui bahwa areal dengan kelerengan datar-sedang dan kelerengan agak curam- curam mempunyai tingkat kemerataan E yang tinggi, masing- masing sebesar 0,78 dan 0,73 sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar vegetasi tingkat pohon menyebar merata dalam komunitas hutan. Indek kesamaan komunitas index of similarity tingkat pohon di areal dengan kelerengan datar- landai 0-15 dan kelerengan agak curam-curam 15-30 sebesar 73,85 sehingga komunitas di kedua areal tersebut masih relatif sama. 5.3.5 Perbandinga n anal isis ve getasi tingkat semai, pancang, t iang dan pohon Hasil analisis vegetasi tingkat semai, pancang, tiang dan pohon dilukiskan pada Gambar 30. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa jenis meranti Shorea spp mendominasi hampir disemua tingkat, menyusul jenis keranji Diallium sp pada tingkat pohon dan tiang dan jenis kayu arang Diospyros spp pada tingkat semai dan pancang. Jenis yang menonjol lainnya adalah bangkirai Shorea leavis pada tingkat pohon, keruing Dipterocarpus spp pada tingkat tiang, medang Litsea spp pada tingkat pancang da n jambuan Syzigium sp pada tingkat semai. Jenis kayu arang Diospyros spp cukup mendominasi tingkat semai dan pancang, namun populasinya menurun ketika telah mencapai tingkat tiang dan No Kelerengan Indek keaneka- Indek kekayaan Indek kemerata Keragaman Jumlah LBD raman jenis H jenis R1 an jenis E α Nha m2ha 1 Datar-landai 2,83 6,95 0,78 38 287 33,45 2 Agak curam-curam 2,41 5,16 0,73 27 226 22,13 pohon, sebaliknya jenis bangkirai Shorea leavis tidak mendominasi tingkat semai, pancang dan tiang namun cukup mendominasi setelah mencapai tingkat pohon. Gambar 30. INP jenis-jenis dominan pada tingkat semai, pancang, tiang dan pohon Pada Tabel 25 terlihat bahwa keanekaragaman jenis pada lokasi penelitian hutan bekas tebangan – Et+0 berkisar antara 2,24 sampai 2,93 untuk semua tingkat pertumbuhan, sekaligus menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis berada pada tingkat sedang. Nilai H’ ini sudah cukup memadai karena beberapa penelitian serupa juga menunjukkan kisaran nilai yang hampir sama. Tabe l 25. Keanekaragaman jenis tingkat semai, pancang, tiang dan pohon pada hutan bekas tebangan Et+0 Sebagai perbandingan, Indrawan 2000 menemukan keanekaragaman jenis pada hutan bekas tebangan Et+0 di PT Ratah Timber Co Kaltim untuk tingkat semai, pancang, tiang dan pohon masing- masing 3,81; 4,17; 2,19 dan 3,37 dan Pamoengkas 2006 menemukan masing- masing 1,77; 1,97; 2,50 dan 2,73 untuk hutan bekas tebangan Et+0 di PT Sari Bumi Kusuma Kalteng. Perbandingan keanekaragaman jenis pada hutan bekas tebangan Et+0-1 di empat loka si di atas disajika n da lam Gambar 31. 20 40 60 80 100 120 Semai Pancang Tiang Pohon IN P Meranti Keranji Bangkirai Keruing Kayu arang Medang Jambuan Kelerengan Keanekaragaman jenis H Semai Pancang Tiang Pohon Datar-landai 0-15 2,93 2,78 2,75 2,83 Agak curam-curam 15-30 2,44 2,77 2,24 2,41 Gambar 31. Perbandingan indek keanekaragaman jenis pada hutan kekas tebangan Et+0 pada PT Gunung Meranti, PT Ratah Timber Co dan PT Sari Bumi Kusuma Pada Gambar 31 dapat dilihat bahwa keanakeragaman jenis pada tingkat semai dan pancang adalah yang paling tinggi, menyusul tingkat pohon dan tingkat tiang berada. Hal ini disebabkan pola pertumbuhan pohon adalah berbentuk sigmoid, yaitu pada awalnya tumbuh lambat, kemudian cepat sampai akhirnya lambat kembali dan berhenti. Tingkat tiang hanya berada pada kisaran diameter yang sempit, yaitu 10-20 cm dan diperkirakan berada pada fase pertumbuhan yang cepat sehingga keberadaan tingkat tiang selalau lebih kecil, karena tiang lebih cepat mengalami perpindahan kelas diameter menuju kelas diameter di atasnya upgrowth. Gambaran keanekaragaman jenis yang lebih komprehensip diberikan oleh Indrawan 2000, yang menyebutkan bahwa indek keanekaragaman jenis pada semua tingkat pertumbuhan berkisar antara 1,87 sampai 4,21 pada hutan primer dan hutan bekas tebangan Et+0 sampai Et+25 di PT.Ratah Timber Co. Kalimantan Timur serta 2,5 sampai 4,35 pada hutan primer dan hutan bekas tebangan Et+2 sampai Et+20 di PT.Inhutani II Pulau Laut, Kalimantan Selatan. Sedangkan Pamoengkas 2006 menemukan kisaran nilai indek keanekaragaman jenis pada semua tingkat pertumbuhan antara 1,77 sampai 3,2 namun mayoritas berada pada kisaran nilai 2, pada penelitian keanekaragaman jenis di hutan primer, hutan bekas tebangan Et+0 sampai Et+5 PT. Sari Bumi Kusuma Kalimantan Tengah. 1 1 2 2 3 3 4 4 5 Semai Pancang Tiang Pohon Indek K eaneka ragam an Je ni s PT.Gunung Meranti datar-landai Et+1 PT.Gunung Meranti agak curam-curam Et+1 PT Ratah Timber Co Et+0 PT.Sari Bumi Kusuma Et+1

5.3.6 Analisis vegetasi kelompok jenis a. Indek nilai penting kelompok jenis

Dalam praktek pengelolaan hutan jenis pohon sering dipisahkan menjadi beberapa kelompok, seperti kelompok meranti, dipterocarp non meranti dan komersial lain Balitbanghut 2008, Rombe 1981, Wahyudi Matthew 1996 atau kelompok komersial ditebang, komersial tidak ditebang dan jenis lain Indrawan 2000 atau kelompok dipterocarp, non dipterocarp dan non komersial Pamoengkas 2006. Dephut 1997b mengelompokan pohon berdasarkan tarif provisi sumber daya hutan PSDH dan dana reboisasi DR yang terdiri dari kelompok meranti, kelompok rimba campuran, kelompok kayu indah dan kelompok kayu ebony. Dalam penelitian ini, pohon-pohon dalam hutan dikelompokan berdasarkan sifat botani kesamaan famili serta kemudahan dalam pembayaran PSDH dan DR, yaitu kelompok meranti, dipterocarp non meranti, rimba campuran ditebang, kayu indah ditebang dan komersial lain tidak ditebang. Pada beberapa analisis yang lain, ke-5 ke lompok ini dapat dilebur menjadi 3 tiga kelompok, yaitu kelompok meranti, dipterocarp non meranti dan komersial lain. Kelompok terakhir komersial lain merupakan gabungan dari kelompok rimba campuran, kayu indah dan komersial lain. Analisis vegetasi tingka t semai, pa ncang, tiang dan po hon pada kelompok jenis meranti, dipterocarp non meranti dan komersial lain diperlukan untuk mempermudah menganalisis struktur dan komposisi vegetasi berdasarkan kelompok jenisnya. INP pada hutan bekas tebangan Et+0 sistem TPTII pada kelerengan datar- landa i dan agak curam-curam untuk ketiga kelompok jenis di atas disajikan dalam Tabel 26. Struktur dan komposisi tegakan, khususnya tingkat pohon, pada kelerengan datar- landai dan agak curam-curam masih relatif sama dan kelompok jenis meranti masih mendominasi pada kedua daerah tersebut, menyusul kelompok komersial lain, karena terdiri dari banyak jenis, dan kelompok dipterocarp non meranti. Pada tingkat semai dan pancang kelompok jenis komersial lain paling menonjol, menyusul kelompok meranti dan dipteroc arp non meranti. Tabe l 26. Indek nilai penting kelompok jenis pada hutan bekas tebangan Et+0 b Kerapatan kelompok jenis Kerapatan kelompok jenis adalah jumlah individu per ha yang terdapat dalam kelompok jenis tersebut sesuai dengan tingkat pertumbuhannya semai, pancang, tiang, pohon. Data ini diperlukan untuk mengetahui kondisi hutan produktif atau tidak produktif, layak diperkaya atau tidak dan lain- lain serta menentukan kebijakan yang aka n dilakuka n sehubungan dengan kondisi hutan tersebut. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 200Kpts-II1994 Dephut 1994 bahwa kriteria hutan produksi alam yang tidak produktif adalah: 1 Pohon int i yang berdiameter minimum 20 cm kurang dari 25 pohonha 2 Pohon induk kurang dari 10 pohonha 3 Permudaan alam kurang, yaitu: a Permudaan tingkat semai kurang dari 1.000 batangha b Permudaan tingkat pancang kurang 240 batangha c Permudaan tingkat tiang kurang dari 75 batangha. Menurut Prof. Dr. A. Indrawan wawancara, perhitungan tersebut didasarkan pada jumlah petak ukur PU per ha sesuai tingkat pertumbuhan dikalikan dengan 100, 75, 60 dan 40 masing- masing untuk tingkat pohon, tiang, pancang dan semai, sebagai berikut: Tingkat Kelompok Jenis Kelerengan datar-landai Kelerengan agak curam-curam KR FR FR INP KR FR FR INP Meranti 40,588 19,101 59,689 34,6491 23,6364 58,285 Semai Dipt.non meranti 5,294 12,360 17,654 0,8772 3,6364 4,514 Komersial lain 54,118 68,539 122,657 64,4737 72,7273 137,201 Meranti 35,019 17,582 52,602 9,226 19,697 28,923 Pancang Dipt.non meranti 9,339 9,890 19,229 8,333 7,576 15,909 Komersial lain 55,642 72,527 128,169 82,440 72,727 155,168 Meranti 45,669 21,538 44,747 111,955 56,1151 31,9444 56,4938 144,5534 Tiang Dipt.non meranti 19,685 23,077 20,738 63,500 10,7914 18,0556 9,8648 38,7118 Komersial lain 34,646 55,385 34,515 124,545 33,0935 50,0000 33,6413 116,7349 Meranti 49,268 30,172 59,883 139,323 57,792 39,024 64,732 161,549 Pohon Dipt.non meranti 12,195 16,379 10,385 38,960 9,740 12,195 7,693 29,628 Komersial lain 38,537 53,448 29,732 121,717 32,468 48,780 27,575 108,823

Dokumen yang terkait

Forest Fire Threaten Indonesia Forest Plantation: a Case Study in Acacia mangium Plantation

0 4 16

Integration of GIS Model and Forest Management Simulation to Minimize Loss Risk By Illegal Cutting (A Case Study of The Teak Forest in District Forest of Cepu, Central Java)

0 16 120

Study on Spatial and Temporal Changes of Forest Cover Due to Canal Establishment in Peat Land Area, Central Kalimantan

0 6 29

The potency of Intensive Sylviculture System (TPTII) to support reduced emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) (a case study in concession of PT.Sari Bumi Kusuma in Central Kalimantan)

0 20 311

The potency of Intensive Sylviculture System (TPTII) to support reduced emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) (a case study in concession of PT.Sari Bumi Kusuma in Central Kalimantan)

0 22 597

Growth of plantation and residual trees on the intensified indonesian selective cutting and planting. Case study in PT Gunung Meranti Forest Concession Area, Central Kalimantan Province

0 21 394

The Linkage Between Growth, Unemployment and Income Inequality on Poverty in Central of Java Province, 2004-2010

1 8 184

Stand structure dynamic for forest yield regulation based on number of trees : case on a logged over area of a low and dry-land of tropical rain natural forest in Kalimantan

1 16 186

The Growth of Red Meranti (Shorea leprosula Miq.) with Selective Cuttingand Line Planting in areas IUPHHK-HA PT. Sarpatim Central Kalimantan

0 3 86

Analysis of Land and Forest Fires Hazard Zonation in Spatial Planning (Case Study in Palangka Raya City, Central Kalimantan Province).

2 16 135