Tanah Jenis tanah di lokasi penelitian adalah podsolik merah kuning PMK dengan
1 Terbentuk pada daerah dengan curah hujan antara 2.500 hingga 3.000 mm tiap tahun dengan bulan kering lebig dari 3 bulan.
2 Terhampar pada lanskap tua bergelombang hingga berbukit dan berada pada ketinggian lebih dari 25 m diatas permukaan laut.
3 Tekstur tanah adalah liat, struktur blok di lapisan bawah, konsistensi teguh, serta dijumpai adanya plintit serta konkresi besi.
4 Kemasaman tanah umumnya tinggi dengan pH kurang dari 5,5. 5 Kadar bahan organik berkisar dari rendah hingga sedang.
6 Kapasitas tukar kation umumnya kurang dari 24 me100g liat dan kejenuhan basa kurang dari 35 .
7 Permeabilitas lambat sampai baik da n sangat peka terhadap erosi. Tanah PMK disamping mempunyai pH dan kadar hara NPK yang rendah, kadar
almunium dapat dipertukarkan cukup tinggi dapat menjadi faktor pembatas dan racun bagi tanaman. Fosfor yang ada didalam tanah atau yang ditambahkan dalam
bentuk pupuk akan segera diikat oleh Al menjadi bentuk P yang tidak larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Masalah lain yang ditemukan pada tanah PMK adalah
rendahnya unsur-unsur hara penting serta kapasitas memegang air yang rendah. Perba ika n kesuburan podsolik merah kuning dapat dilakukan melalui pangapuran.
Menur ut McKinnon et al. 2000 tanah PMK di Kalimantan tergolong tanah marginal yang memiliki kesuburan dan pH tanah yang rendah dengan kandungan Fe
and Al yang relatif tinggi sehingga keberadaan P menjadi tidak tersedia. Berdasarkan hasil analisis sifat fisik tanah pada horison A kedalaman sampai 25
m kandungan liat pada jalur tanam sebesar 28,93 dan jalur antara sebesar 32,06. Dengan asumsi semua liat termasuk monmorilonit, maka kemampuan tanah di jalur
tanam untuk menyimpan bahan organik BO sebesar 57.860 kg BOha dan pada tanah di jalur antara sebesar 64.120 kg BOha. Dengan demikian tekstur tanah,
terutama liat, telah mengalami sedikit perubahan yang dapat mengganggu kemampuannya menahan bahan organik. Tanah di jalur antara masih terlindungi
dengan baik dibanding tanah pada jalur tanam yang telah mengalami pembukaan tajuk. Kandungan ba han or ganik pada tanah di jalur antara lebih tinggi, yaitu
35,77 dibanding tanah di jalur tanam sebesar 21,57 atau mengalami penurunan sebesar 39,69. Penurunan yang besar ini disebabkan oleh pembukaan tajuk di jalur
tanam yang menyebabkan berkurangnya lapisan serasah dan humus di lantai hutan
serta kenaikan suhu udara, karena menurut Kikuchi 1996 suhu udara yang meningkat akan berdampak pada penurunan kandung bahan organik.
Kapasitas tukar kation pada tanah di jalur antara juga lebih tinggi, sebesar 13,26 me100 gr, dibanding tanah di jalur tanam sebesar 6,5 me100 gr. Hal ini dapat
mengindikasikan bahwa kandungan unsur hara tersedia dalam tanah di jalur antara lebih baik dibanding tanah di jalur tanam. Namun yang perlu diperhatikan adalah
kejenuhan basa yang mengindikasikan ketersediaan unsur-unsur basa yang diperlukan tanaman, seperti Ca, Mg, K dan Na. Meskipun tidak berbeda cukup jauh,
namun secara umum kandungan N, P, K, Na, Fe, Mn, Zn pada tanah di jalur antara lebih besar diba nding tanah di jalur tanam namun. Kandungan Ca dan Mg pada
kedua lokasi tersebut juga tidak jauh berbeda meskipun kelihatan lebih besar pada jalur antara. Sebagai contoh pada horison A, kandungan Mg pada tanah di jalur
antara dan jalur tanam tidak berbeda, yaitu sebesar 0,41 me100 gr atau sebesar 99,67 kg Mg ha.
Mengingat analisis kimia tanah ini hanya dilakukan satu kali maka belum dapat dijadikan indikator kecenderungan perubahan sifat kimia tanah, khususnya pada jalur
tanam. Pada penelitian selanjutnya sangat diharapkan adanya analisis kimia tanah lanjutan pada lokasi yang sama untuk mengetahui arah perubahannya dalam rangka
memperbaiki pengelolaan tempat tumbuh untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang dikembangkan dalam jalur tanam secara lestari dan lebih produktif. Sebagai
bahan acuan, menurut Pamoengkas 2006 kondisi hutan di areal penanaman dalam jalur tanam telah menunjukkan kecenderungan perbaikan kualitas tanah setelah 3
sampai 4 tahun. Salah satu resiko yang akan dijumpai pada pembukaan tajuk di jalur antara adalah
peningkatan erosi. Menurut Ditjen BPK 2010b pada sistem TPTJ tingkat erosi pada jalur antara rata-rata sebesar 15,75 tonhath dan pada jalur tanam rata-rata
sebesar 23,62 tonhath dan keduanya masih berada dalam katagori ringan Ditjen BPK 2010b.
Upaya untuk memperbaiki sifat kimia tanah dilakukan dengan cara pemulsaan, yaitu mengembalikan humus ke dalam lubang tanam serta menutup permukaan tanah
di sekitar tanaman dengan serasah dan humus yang tersedia di kanan dan kiri jalur. Kegiatan ini dilakukan setiap 6 bulan sekali selama 4 tahun ditambah kegiatan
pendangiran, penyulaman dan pembebasan.
Secara umum kondisi kesesuaian lahan pada areal kerja IUPHHK PT Gunung Meranti berada dalam kisaran S2, S3 dan N yang berarti semua lahan tersebut
mempunyai faktor pembatas namun masih cocok untuk tanaman keras dengan memberi sejumlah input PT GM 2008a. Lahan S2 berarti cukup sesuai moderatly
suitable . Lahan ini mempunyai pembatas yang cukup untuk mempertahankan
tingkat pengelolaan yang diberika n. Lahan S3 berarti hampir sesuai marginally suitable
. Lahan ini mempunyai fakor pembatas yang berat untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang diberikan. Pembatas akan mengurangi produksi sehingga
dapat meningkatkan masukan input yang diperlukan. Lahan N berarti tidak sesuai pada saat ini currently non suitable. Lahan ini mempunyai pembatas yang sangat
berat tetapi masih dapat diatasi atau diperbaiki dengan tingkat penge lolaan tertentu dan de ngan biaya rasional.
5.1.4 Distribusi diameter tanaman me ranti Distribus i diameter tanaman meranti Shorea leprosula dalam jalur tanam
menyerupai model struktur tanaman hutan seumur even-aged stand forest yang berbe ntuk lonceng parabola terbalik dengan jumlah pohon terbesar berada dalam
kisaran diameter pertengahan. Kelompok pohon yang mempunyai diameter kecil dan besar berjumlah lebih sedikit masing- masing tersebar pada grafik sebelah kiri
dan kanan, seperti terlihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Dinamika struktur tanaman Shorea leprosula dalam jalur tanam membentuk grafik lonceng
50 100
150 200
250 300
350 400
450 500
1 2
3 4
5 6
7 8
Diameter cm K
er ap
at an
N h
a
2008 2009
2010
Persamaan polinomial yang terbentuk untuk tanaman Shorea leprosula tahun 2008, 2009 dan 2010 masing- masing adalah y= -20,5+911x-906,4x
2
; y=168,5+64,3x- 30,8x
2
dan y= 146+40,5x-8,3x
2
. Hal ini sejalan dengan pernyataan Hauhs et al. 2003 bahwa pola penyebaran diameter pada hutan seumur membentuk persamaan
polinomial dengan grafik berbentuk lonceng. Grafik dinamika struktur tanaman, yang menggambarkan distribusi diameter
tanaman Shorea leprosula, semakin bergeser ke arah kanan sejalan dengan bertambahnya umur, yang menandakan semakin banyak pohon yang berada pada
kelompok diameter yang lebih besar, namun semuanya masih mempunyai pola yang sama yaitu berbe nt uk lonceng.
5.1.5 Luas areal efektif tanaman Berdasarkan hasil inventarisasi pada tiga jalur tanam seluas 6 ha di lokasi
penelitian diketahui bahwa jumlah areal efektif tanaman sebesar 76,8 dan sisanya areal tidak efektif berupa parit, jalan angkutan, rawa, sungai, daerah berbatu dan
kelerengan sangat curam yang tidak dapat dipergunakan sebagai areal penanaman. Prosentase areal efektif tanaman tersebut masih wajar dan hampir sama dengan
beberapa lokasi lain, seperti di PT Sari Bumi Kusuma sebesar 53-79 PT SBK 2010 dan PT Sarmiento Parakantja Timber sebesar 71,7-85,06 PT Sarpatim
2010.
Tidak semua areal yang terdapat dalam jalur tanam dapat ditanami. Penataan areal kerja dalam skala makro yang meliputi seluruh areal kerja unit manajemen
belum mampu mendeteksi areal yang tidak efektif tanaman ini karena keberadaannya tersebar secara sporadis dalam jumlah kecil serta tertutup oleh kanopi pohon.
Penentuan areal efektif tanaman ini menjadi sangat penting karena dapat mempengaruhi kegiatan perencanaan, pembuatan bibit dan tanaman serta
memprediksi etat volume di akhir daur. Apabila areal tidak efektif tetap ditanami, maka prosentas kematian tanaman akan sangat tinggi pada tahun pertama. Jumlah
areal tidak efektif tanaman dalam penelitian ini sebesar 23,92 seperti terlihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Proporsi areal efektif dan tidak efektif tanaman dalam jalur tanam
5.1.6 Model pertumbuhan dan has il tanaman me ranti a. Batasan model dan formulasi diagram umpan balik
Sistem silvikultur TPTII mempunyai dua lokasi pengelolaan, yaitu jalur tanam
dengan sistem teba ng habis permudaan buatan dan jalur antara dengan sistem tebang pilih. Jalur tanam dibuat dengan lebar 3 m dan jarak tanam dalam jalur ditetapka n
2,5 m. Penanaman dalam jalur ini bertujuan agar tanaman Shorea leprosula mendapatkan sinar matahari yang cukup untuk pertumbuhannya disamping
mempermudah aspek pengawasan dan monitoring. Hutan alam tropika yang lebat dan rapat menyebabkan sinar matahari sangat
sedikit tersedia bagi pertumbuhan anakan. Oleh karena itu diperlukan pembukaan tajuk po hon agar sinar matahari dapat mencapai lantai hutan dan memacu
pertumbuhan anakan di sana. Banyak penelitian mengungkapkan bahwa pertumbuhan tanaman meranti memerlukan sinar matahari secara bertahap dan akan
terganggu pertumbuhannya apabila kekurangan sinar Appanah Weinland 1996; Mori 2001; Soekotjo 2009; Yasman Natadiwirya 2001.
Pertumbuhan tanaman Shorea leprosula yang ditanam pada jalur tanam sangat dipengaruhi oleh fotosintesis dan kualitas tanah. Pembuatan jalur tanam akan
meningkatkan intensitas cahaya sehingga dapat memacu proses fotosintesis tanaman. Namun demikian, pembuatan jalur tanam juga dapat meningkatkan suhu udara yang
berdampak negatif bagi kandungan bahan organik tanah serasah dan humus
77 3
3 17
Areal efektif tanaman Parit
Jalan angkutan Rawa, sungai dll
Kikuchi 1996. Kegiatan pemulsaan dapat membantu menamba h ba han organik tanah sehingga meningkatkan kualitas tanah yang diperlukan bagi pertumbuhan
tanaman. Curah hujan yang tinggi di hutan hujan tropis disamping bermanfaat dalam
pembentukan bahan organik tanah juga berdampak negatif terhadap kandungan hara tanah karena proses pencucian hara yang ditimbulkan. Proses pencucian hara dan
erosi semakin tinggi pada daerah yang mempunyai kelerengan. Menurut Wasis 2006 pertumbuhan tanaman Acacia mangium selama 7 tahun
pada daur pertama dapat menurunkan pH, C organik, N, Ca dan Mg pada tanah masing- masing sebesar 27,23; 14,15; 35,29; 93,69 dan 60,73. C organik
dapat mencerminkan kandungan bahan organik dalam tanah yang merupakan sumber unsur hara setelah mengalami penguraian oleh mikroorganisme.
Meskipun kandungan P dan K pada tanah meningkat namun kandungan kedua unsur ini pada tubuh tanaman tetap menurun pada daur kedua Wasis 2006.
Menurut Fisher dan Binkley 2000 tingkat kandungan unsur hara dalam tubuh tanaman dapat mencerminka n tingkat kandungan unsur hara dalam tanah. Dengan
demikian kandungan unsur P dan K dalam tanah juga menurun setelah daur pertama. Akibat penurunan sejumlah unsur hara tersebut maka kualitas tempat tumbuh
pada daur kedua juga menurun sebesar 26,6; pertumbuhan diameter menurun 19,8; biomassa menurun 16,8 dan volume batang menurun 19,0.
Bahan organik tanah dapat memperbaiki kualitas tanah, yaitu kemampuan tanah dalam menjalankan fungsinya sebagai media dan penyedia hara bagi tanaman
Pamoengkas 2006. Kegiatan pembuatan jalur tanam dapat meningkatkan intensitas cahaya ke lantai hutan sehingga menaikkan suhu udara yang dapat menurunkan
kandungan ba han organik Kikuchi 1996. Untuk meningkatkan kandungan bahan organik di lantai hutan pada jalur tanam dapat ditempuh melalui kegiatan pemulsaan,
yaitu kegiatan menambah serasah dan humus pada tanaman. Serasah dan lapisan humus dapat diperoleh dari lantai hutan yang tertutup rapat di sekitar jalur tanam.
Curah hujan yang cukup tinggi di lokasi penelitian, sekitar 2.606 mmth PT GM 2008a, dapat membantu kegiatan dekomposisi sehingga dapat meningkatkan
kualitas tanah. Curah hujan juga menyupali air yang sangat diperlukan bagi kegiatan metabolisme tanaman. Namun curah hujan dapat menyebabkan pencucian hara yang
mengganggu kesuburan tanah. Untuk itu perlu dijaga agar permukaan tanah selalu tertutup oleh serasah. Intensitas cahaya yang cukup di dalam jalur tanam, dapat
meningkatkan kegiatan fotosintesis tanaman yang berdampak langsung pada peningkatan pertumbuhan. Setelah pohon membesar, maka intensitas cahaya yang
sampai ke lantai hutan semakin menurun. Untuk itu diperlukan kegiatan pembebasan vertikal dan penjarangan untuk memperoleh ruang tumbuh yang optimal
bagi pertumbuhan tanaman Diagram umpan balik pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Diagram umpan balik pertumbuhan tanaman meranti Shorea leprosula