Pertumbuhan dan Has il

Management yang menekankan pada teknik pengendalian hama yang ramah lingkungan menggunakan predator, parasit hama dan meningkatkan kualitas kesehatan po hon biocontrol. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil pohon adalah iklim dan tanah. Faktor iklim banyak ditent uka n oleh curah huj an, intensitas cahaya, suhu, kelembaban, kecepatan angin dan letak geografis. Sedangkan faktor tanah banyak dipengaruhi oleh sifat kimia, fisika dan biologi tanah serta ketinggian, kelerengan dan arah lereng. Faktor bawaan atau genetik po hon memegang perana n cukup pe nting da lam mengontrol pertumbuhan pohon. Penggunaan bibit unggul hasil pemuliaan tanaman diperkirakan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil hingga 2-4 kali Danida Dephut 2001. Karakteristik genetik dalam suatu spesies berhubungan erat dengan perilaku sel, arsitektur pohon dan akar, hormon, zat pengatur tumbuh dan tingkat pembentukan serat Kozlowski Pallardy 1994; Landsberg 1986. Upa ya untuk meningkatkan kualitas genetik benih dan bibit tanaman hutan hingga saat ini masih mengandalkan pada tegakan benih dan kebun benih. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.10Menhut-II2007 tanggal 13 Maret 2007, tegakan benih teridentifikasi adalah sumber benih dengan kualitas rata- rata yang digunakan untuk menghasilkan benih dan lokasinya dapat diidentifikasikan dengan tepat. Sedangkan tegakan benih terseleksi adalah sumber benih dengan pohon fenotipa bagus yang mempunyai sifat penting antara lain batang lurus, tidak cacat dan percabangan ringan. Tegaka n benih seed stand adalah areal tegakan yang dipilih untuk menghasilkan benih dan bibit berkualitas tinggi melalui pohon-po hon induk yang terdapat di dalamnya. Penunjukkan tegakan benih juga didasarkan pada kemampuan berbuah pohon induk untuk dapat menyuplai benih dan bibit bagi keperluan persemaian dan penanaman. Tegakan benih dalam IUPHHK dikenal dengan nama Areal Sumber Daya Genetik ASDG, diwajibkan dibuat seluas 100 ha dalam setiap 5 blok kerja tahunan dulu bernama blok RKL sehingga secara keseluruhan, setiap IUPHHK wajib mempunyai 700 ha ASDG PT GM 2008a. Tegakan benih yang telah dikelola dengan baik serta mempunyai sekat isolasi yang memisahkan dengan tegakan lain dapat menjadi kebun benih. Dengan program pemuliaan pohon seperti ini diharapka n kualitas tegakan hutan akan semakin meningkat melalui kegiatan penanaman dan pengayaan menggunakan bibit unggul yang dilakukan setiap tahun. Pemilihan pohon induk dalam tegakan benih menggunakan kriteria antara lain sebagai pohon peninggi, mempunyai diameter paling besar diantara yang lain, bebas cabang yang tinggi, bentuk batang lurus dan silindris, bentuk tajuk silindris dan seimbang, riap tinggi dan bebas dari hama dan penyakit Haniā€™in 1999; Soekotjo 2009. Menurut Soekotjo 1995 variabel yang mempengaruhi riap tanaman adalah jenis, sumber benih, jenis yang dimuliakan, manipulasi atribut lingkungan, teknik silvikultur yang dipakai serta kelas diameter. Pemilihan jenis yang tepat untuk tujuan budidaya sangat berpengaruh terhadap nilai yang dihasilkan. Jenis unggul hasil pemuliaan pohon mempunyai riap yang lebih besar inherent growth rate. Pada kelas diameter yang berbeda, meskipun pada pohon yang sama, dapat mempunyai riap yang berbeda reit of growth. Pada lokasi yang berbeda, meskipun jenisnya sama, dapat mempunyai riap yang berbeda pula. Sebagai contoh, pe nelitian pertumbuhan meranti di hutan Semengoh Serawak menunjukkan bahwa Shorea stenoptera mempunyai riap 79 lebih besar dibanding Shorea pinanga pada kondisi lingkungan yang sama. Dan pe nanaman Shorea macrophylla di Kalbar menunjukkan riap yang lebih besar dibandingkan penanaman di Kalsel. Dengan demikian, menurut Soekotjo 1995 informasi tentang riap harus dilengkapi dengan data inherent growth dan reit of growth dan infor masi da ta riap bersifat spesifik untuk setiap tempat tumbuh sehingga tidak dapat digunakan untuk memprediksi riap tanaman sejenis pada tempat yang berbeda. Pertumbuhan atau riap increment adalah pertambahan tumbuh tanaman, baik pertumbuhan diameter, tinggi, volume, jumlah daun, berat bersih dan lain- lain da lam satuan waktu tertentu. Menurut Bettinger et al. 2009 dan Nyland 1996 pertumbuhan pohon dapat digambarkan sebagai riap tahunan berjalan curren annual increment=CAI dan riap tahunan rata-rata mean annual increment=MAI. CAI menunjukkan pertumbuhan tanaman setiap tahun, sedangkan MAI menunjukkan pertumbuhan rata-rata da lam waktu tertentu, yang dihitung berdasarkan data terakhir dibagi dengan umur. Akumulasi pertumbuhan, CAI dan MAI digambarkan dalam bentuk grafik untuk menentukan daur tanaman. Daur tanaman sebaiknya ditentukan pada saat kurva MAI bertemu dengan CAI, setidaknya pada tahap ke-2. Pada tahap ke-3 tanaman sudah tidak memberi pertambahan pertumbuhan. Kurva pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Kurva pertumbuhan po hon CAI dan MAI Menurut Ditjen BPK 2005 dan Soekotjo 2009 pengelolaan hutan menggunakan sistem TPTII dengan jumlah bibit 200 batang per hektar akan dihasilka n standing stock sebanyak 400 m 3 ha setelah 30 tahun dari pohon berdiameter 50. Asumsi tersebut menyatakan bahwa MAI diameter tanaman meranti Shorea leprosula, S.johorensis, S.platyclados, S.macrophylla, S.parfivolia, S.selanica dan S.smithiana pada jalur bersih sistem TPTII sebesar 1,67 cm th atau 13,33 m 3 hath. Sementara itu, data lain menunjukkan bahwa MAI diameter Shorea platyclados di Sumatera Utara sebesar 1,32 cm th Ditjen Hut 1980 dan Shorea leprosula, S. ovalis serta S. parvifolia sebesar 10 m 3 hath Hutan Industri 1958 dalam Manan 1995. Soekotjo 1995 yang mengutip riap beberapa tanaman Shorea spp di komplek hutan Semengoh Serawak menyatakan bahwa Shorea pinanga umur 38 tahun yang ditanam dengan jarak 4,5 m x 4,5 m mempunyai diameter 31,35 cm dengan kisaran riap diameter 0,49 - 1,24 cm th. Shorea splendica umur 35 tahun yang ditanam dengan jarak 3,6 m x 3,6 m mempunyai diameter 31,62 cm dengan kisaran riap diameter 0,53 - 1,39 cm th. Shorea stenoptera umur 34 tahun yang ditanam dengan jarak 3,5 m x 3,6 m mempunyai kisaran riap diameter 0,53 - 1,39 cm th. Meskipun tidak menyebutkan data kuantitatif, Soekotjo 1995 menyebutkan bahwa pertumbuhan Shorea macrophylla di Kalbar lebih tinggi dibanding di Kalsel dan seba liknya Shorea stenoptera di Kalsel tumbuh lebih baik dibanding di Kalbar. Akumulasi pertumbuhan CAI Pertumbuhan MAI Tahap ke-1 Tahap ke-2 Tahap ke-3 Waktu Data pertumbuhan da n hasil growth and yield tanaman meranti sangat bervariasi. Penelitian yang lebih mendalam terhadap faktor-faktor yang mempe ngaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman perlu dilakukan agar data riap tegakan dan prediksi hasil yang diperoleh lebih akurat, spesifik dan komprehensip dalam setiap kondisi tempat tumbuh dan teknik silvikultur. Dengan demikian riap tanaman meranti dalam jalur bersih sistem TPTII dipengaruhi oleh jenis pohon, genetik, sistem dan teknik silvikultur, rekayasa lingkungan dan pengendalian hama terpadu. Tingkat penerapan teknik silvikultur dipengaruhi oleh kondisi tempat tumbuh atau lingkungan di sekitarnya. Salah satu faktor yang membentuk kondisi tempat tumbuh adalah kelerengan slope karena berkaitan erat dengan pencucian hara leaching dan erosi yang disebabkan aliran permukaan sehingga dapat mengurangi ketersediaan unsur hara bagi tanaman Fisher Dan-Bink ley 2000; Siswomartono 1989; Soemarwoto 1991. Makin tinggi tingkat kelerengan makin rendah kapasitas infiltrasi tanah karena makin tinggi aliran permukaan sehingga dapat mempengaruhi ketersediaan air tanah Lee 1990. Kerapatan, arsitek akar dan ketahanan fisik tanaman juga dapat dipengaruhi oleh kelerengan. Diperkirakan faktor kelerengan dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan tanaman dan turut menentukan hasil yang akan diperoleh pada akhir rotasi. 2.4 P emodelan Dinamika Hutan 2.4.1 Pengertian Menurut Soekotjo 2009 ilmu ekologi memiliki batasan ekologi sistem dan ekologi evolusioner ekologi teoritis. Ahli ekologi sistem melakukan pemahaman dan analisis ekosistem melalui pendekatan struktur dan fungsi sedangkan ahli ekologi evolusioner melakukan pemahaman dan analisis ekos istem melalui mode l dan hipotesis. Table pertumbuhan dan hasil hutan tidak seumur dipublikasikan pertama kali di Jerman pada tahun 1787. Saat ini, tabe l hasil meliput i tabe l tinggi , diameter, kerapatan, luas bidang dasar, riap rata-rata tahunan dan hasil volume Vanclay 2001. Pemod elan meliputi seni dan ilmu untuk menggambarkan kondisi alam yang sebenarnya. Banyak model dibuat dengan pendekatan empiris, kalibrasi data dan mendasarkan pada teori-teori biologi yang berkembang dan semuanya dikumpulkan untuk menyusun model hutan alam yang komplek. Tidak ada pendekatan tunggal yang optimal dalam pemodelan hutan tropika. Semua metode yang akan digunakan harus diperhitungkan kelebihan dan kekurangannya. Model adalah suatu bentuk virtual yang dibuat unt uk meniruka n suatu proses yang terjadi pada dunia nyata Muhammadi et al. 2001, Purnomo 2005. Kenyataan yang terjadi pada dunia nyata real world biasanya sangat komplek namun masih dapat dipelajari dan disederhanakan, terutama yang berkaitan dengan hubungan sebab akibat causal loop. Pemindahan kondisi dunia nyata ke dalam bentuk dunia maya yang dilengkapi dengan sistem dan simulasinya dapat membantu kita dalam memahami suatu ekos istem secara lebih mudah. Model adalah gambaran kondisi alam yang menunjukkan proporsi dan susunan komponen penyusun serta ekspresi nyata dari suatu teori Ford 1977. Model sering menggunakan persamaan matematika, angka, logika yang tepat dan kode-kode komputer. Hutan tropika mengandung banyak species, variasi umur, riap dan ukuran vegetasi, sehingga memerlukan model yang sangat komplek untuk menggambarkannya. Suatu mode l hampir mustahil mampu menggambarkan kondisi hutan secara keseluruhan. Dinamika hutan hanya dapat digambarkan melalui beberapa variasi dan level tegaka n yang terba tas serta hanya menggun aka n unsur pendekatan. Model pertumbuhan dan hasil dapat diprediksi melalui luas bidang dasar atau diameter pohon. Hutan tropika yang merupakan ekosistem sangat komplek menawarkan tantangan tersendiri bagi para pembuat model. Dalam satu hektar hutan dapat mengandung ratusan atau ribuan spesies dan ratusan jenis komersial. Pada hutan alam yang rapat, terdapat variasi yang besar pada jenis dan ukuran batang pohon dan nampak bahwa umur kurang berkorelasi de ngan ukuran batangny a. Nilai suatu model terletak pada kemudahan untuk digunakan, mudah disimpan dan digunakan kembali Vanclay 1995. Model juga dapat digunakan untuk menggambarkan dinamika hutan, perlakuan silvikultur, menentukan teknik pengelolaan, mengetahui kondisi tegakan dan memprediksi tebangan pada akhir daur atau siklus berikutnya. Model tegakan hutan dapat digambarkan melalui stok pohon jumlah pohon, luas bidang dasar atau volume tegakan per ha untuk memprediksi pertumbuhan da n hasil tegakan. Model suksesi untuk memprediksi pertumbuhan pernah dilakukan menggunakan input cahaya, suhu, kesuburan tanah, fotosintesis dan alokasi fotosintesis untuk akar,

Dokumen yang terkait

Forest Fire Threaten Indonesia Forest Plantation: a Case Study in Acacia mangium Plantation

0 4 16

Integration of GIS Model and Forest Management Simulation to Minimize Loss Risk By Illegal Cutting (A Case Study of The Teak Forest in District Forest of Cepu, Central Java)

0 16 120

Study on Spatial and Temporal Changes of Forest Cover Due to Canal Establishment in Peat Land Area, Central Kalimantan

0 6 29

The potency of Intensive Sylviculture System (TPTII) to support reduced emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) (a case study in concession of PT.Sari Bumi Kusuma in Central Kalimantan)

0 20 311

The potency of Intensive Sylviculture System (TPTII) to support reduced emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) (a case study in concession of PT.Sari Bumi Kusuma in Central Kalimantan)

0 22 597

Growth of plantation and residual trees on the intensified indonesian selective cutting and planting. Case study in PT Gunung Meranti Forest Concession Area, Central Kalimantan Province

0 21 394

The Linkage Between Growth, Unemployment and Income Inequality on Poverty in Central of Java Province, 2004-2010

1 8 184

Stand structure dynamic for forest yield regulation based on number of trees : case on a logged over area of a low and dry-land of tropical rain natural forest in Kalimantan

1 16 186

The Growth of Red Meranti (Shorea leprosula Miq.) with Selective Cuttingand Line Planting in areas IUPHHK-HA PT. Sarpatim Central Kalimantan

0 3 86

Analysis of Land and Forest Fires Hazard Zonation in Spatial Planning (Case Study in Palangka Raya City, Central Kalimantan Province).

2 16 135