Analisis vegetasi tingkat pancang a. I ndek nilai penting t ingkat pancang

medang Litsea bijuga dan keranji Diallium sp masing- masing pada kelerengan datar- landai dan agak curam-curam. Sesuai hasil penelitian Indrawan 2000, pada tingkat pancang jenis bunyau Shorea lamellata, keruing Dipterocarpus gaertner dan meranti merah Shorea parvifolia mempunyai peluang kehadiran yang paling tinggi pada suatu komunitas hutan, baik pada hutan primer maupun sekunder. Pada penelitian ini, jenis meranti masih tetap mendominasi lokasi penelitian namun jenis keruing berada pada urutan ke-4 pada kelerengan datar- landa i dan pada urutan ke-6 pada kelerengan agak curam- curam. Pada hutan sekunder ET+0 di PT Ratah Timber Co, jenis meranti Shorea gibbosa dan Shorea parvifolia mendominasi tingkat pancang dengan INP keduanya sebesar 18,07 dan pada penelitian ini jenis meranti merah Shorea spp1 mendominasi tingkat pancang dengan INP sebesar 28,92 - 51,11. Empat jenis dominan tingkat pancang yang terdapat di lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 19 sedangkan data hasil analisis INP tingkat pancang selengkapnya disajikan pada Lampiran 6. Tabel 19. Empat jenis dominan tingkat pancang pada hutan bekas tebangan Et+0 b. Keanekarag aman jenis tingkat pancang Berdasarkan hasil analisis vegetasi tingkat pancang diketahui bahwa keanekaragaman jenis pada lokasi penelitian, baik pada kelerengan datar- landai maupun agak curam-curam, berada pada tingkat sedang dengan nilai H’ masing- masing sebesar 2,78 dan 2,77. Indrawan 2000 mendapatkan nilai H’ tingkat pancang pada areal hutan bekas tebangan Et+0 di PT Ratah Timber Co Kaltim sebesar 4,17 keanekaragaman tinggi sedangkan Pamoengkas 2006 mendapatkan nilai H’ tingkat pancang pada areal hutan bekas tebangan Et+0 di PT Sari Bumi Kusuma Kalteng sebesar 1,97 Kelerengan datar-landai Kelerengan agak curam-curam No Nama lokal Nama latin KR FR INP Nama lokal Nama latin KR FR INP 1 Meranti mrh Shorea spp 34,630 16,484 51,114 Kayu arang Dyospyros 16,6667 13,6364 30,3030 2 Kayu arang Dyospyros 10,895 9,890 20,785 Meranti mrh Shorea spp 9,2262 19,6970 28,9232 3 Medang Litsea bijuga 8,171 8,791 16,962 Keranji Diallium 14,2857 13,6364 27,9221 4 Keruing Dipterocarpus spp 6,226 4,396 10,621 Mahawai Mizzethia 8,6310 7,5758 16,2067 keanekaragaman sedang. Dengan demikian keanekaragaman jenis pada lokasi penelitian masih berada diantara kedua lokasi tersebut. Tabel 20. Indek keanekaragaman jenis tingkat pancang pada hutan bekas tebangan Et+0 Indek kekayaan jenis R1 tingkat pancang pada kelerengan datar-sedang dan agak curam-curam tergolong sedang, masing- masing sebesar 4,69 dan 3,93 dan jumlah jenis yang terdapat pada kedua areal tersebut masing- masing 27 jenis dan 24 jenis dengan jumlah individu masing- masing sebesar 4.895 batangha dan 6.720 batangha. Jumlah ini telah memenuhi persyaratan minimal jumlah pancang sebesar 240 pancangha Kepmenhut No.200Kpts-II1994 atau 1.600 pancangha SK Dirjen PH No.151KptsIV-BPHH1993. Menurut Sukanda dan Tampubolon 1987 dalam Indrawan 2000 jumlah tingkat pancang di areal IUPHHK PT ITCI pada Et+0 sebesar 2.320 batangha sedangkan menurut Indrawan dan Kusmana 1987 dalam Indrawan 2000 jumlah tingkat pancang di areal PT Inhutani I Berau pada Et+0 sebesar 1.382 batangha. Hasil analisis tingkat pancang pada nila indek kemerataan jenis E menunjukkan perbedaan yang sangat mencolok. Pada areal dengan kelerengan datar- landai mempunyai indek kemerataan yang rendah dengan nilai E sebesar 0,15 sedangkan pada kelerengan agak curam-curam mempunyai indek kemerataan yang tinggi dengan nilai E sebesar 0,87. Berdasarkan hasil analisis ini dapat diketahui bahwa areal dengan kelerengan agak curam-curam mempunyai penyebaran tingkat pancang yang merata sedangkan pada kelerengan datar- landai mempunyai penyebaran tingkat pancang yang tidak merata. Indek kesamaan komunitas index of similarity tingkat pancang di areal dengan kelerengan datar- landai 0-15 dan kelerengan agak curam-curam 15-30 sebesar 59,22 sehingga komunitas di kedua areal tersebut masih relatif sama, karena masih di atas 50. Rendahnya nilai indek kesamaan komunitas pada tingkat pancang disebabkan adanya persaingan alam dari tingkat semai menuju pancang. No Kelerengan Indek keaneka- Indek kekayaan Indek kemerata Keragaman Jumlah raman jenis H jenis R1 an jenis E α Nha 1 Datar-landai 2,78 4,69 0,15 27 4.895 2 Agak curam-curam 2,77 3,95 0,87 24 6.720 Banyak jenis tingkat semai yang tidak mampu menjadi pancang karena ketatnya persaingan terutama untuk mendapatkan sinar dan ruang tumbuh yang optimum. 5.3.3 Analisis vegetasi tingkat tiang a. I ndek nilai penting t ingkat tiang Berdasarkan hasil analisis vegetasi tingkat tiang, jenis meranti merah Shorea spp mendominasi lokasi penelitian pada kelerengan datar- landai dan agak curam- curam de ngan INP masing- masing sebesar 96,16 dan 127,52 menyusul jenis keranji Diallium sp dengan INP masing- masing sebesar 36,85 dan 37,74 dan urutan ke-3 ditempati jenis keruing Dipterocarpus spp dengan nilai INP masing- masing 18,26 dan 24,24. Keberadaan jenis-jenis dari famili Dipterocarpaceae mulai mendominasi pada tingkat tiang ini, seperti meranti merah Shorea spp, keruing Dipterocarpus spp, bangkirai Shorea leavis, Hopea multiflora dan resak Vatica rasak. Keberadaan jenis kayu arang Dyiospyros sp da n jambuan Syzigium sp, yang cukup mendominasi pada tingkat semai dan pancang, nampak mulai menurun. Berdasarkan hasil penelitian Indrawan 2000, pada tingkat tiang jenis bunyau Shorea lamellata, meranti putih Shorea bracteolata dan terap Arthocarpus elasticus mempunyai peluang kehadiran yang paling tinggi pada suatu komunitas hutan, baik pada hutan primer maupun sekunder. Pada penelitian ini, jenis meranti merah Shorea spp muncul pada urutan pertama pada kelerengan datar- landai dan kelerengan agak curam dan curam. Jenis tarap Arthocarpus sp muncul di urutan ke-5 pada areal dengan kelerengan datar-landai. Tiga dominan tingkat tiang yang terdapat di lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 21 sedangkan hasil analisis INP tingkat tiang selengkapnya disajikan pada Lampiran 7. b. Keanekarag aman jenis tingkat tiang Berdasarkan hasil analisis vegetasi tingkat tiang diketahui bahwa keanekaragaman jenis pada lokasi penelitian, baik pada kelerengan datar- landai maupun agak curam- curam, berada pada tingkat sedang dengan nilai H’ masing- masing sebesar 2,75 dan 2,25. Tabe l 21. Tiga jenis dominan tingkat tiang pada hutan bekas tebangan Et+0 Indrawan 2000 mendapatkan nilai H’ tingkat tiang pada areal hutan Et+0 di PT. Ratah Timber Co Kaltim sebesar 2,19 keanekaragaman sedang sedangkan Pamoengkas 2006 mendapatkan nilai H’ tingkat tiang pada areal hutan Et+0 di PT Sari Bumi Kusuma Kalteng sebesar 2,50 keanekaragaman sedang. Dengan demikian keanekaragaman jenis tingkat tiang pada lokasi penelitian masih berada dalam kisaran yang wajar, karena beberapa tempat lain juga menunjukkan besaran yang relatif sama. Tabe l 22. Indek keanekaragaman jenis tingkat tiang pada hutan bekas tebangan Et+0 Indek kekayaan jenis R1 tingkat tiang pada kelerengan datar-sedang sebesar 6,68 atau berada dalam kisaran tinggi sedangkan pada kelerengan agak curam-curam tergolong sedang, dengan nilai 4,26. Kenyataan tersebut didukung dengan jumlah jenis, jumlah individu dan luas bidang dasar yang lebih besar pada kelerengan datar- landai. Jumlah jenis keragaman αs ebesar 38 jenis, sementara itu pada kelerengan agak curam-curam hanya 22 jenis. Jumlah individu dan luas bidang dasar masing- masing sebesar 356 tiangha dan 6,06 m 2 ha yang lebih be sar dibanding pada kelerengan agak curam-curam sebesar 204 tiangha dan 3,38 m 2 ha. Namun demikian jumlah tiang pada lokasi penelitian ini masih memenuhi persyaratan minimal jumlah tiang, yaitu sebesar 75 tiangha Kepmenhut No.200Kpts-II1994 atau 200 tiangha SK Dirjen PH No.151KptsIV-BPHH1993. No Kelerengan Indek keaneka- Indek kekayaan Indek kemerata Keragaman Jumlah LBD raman jenis H jenis R1 an jenis E α Nha m2ha 1 Datar-landai 2,75 6,68 0,76 38 356 6,06 2 Agak curam-curam 2,24 4,26 0,72 22 204 3,38 Kelerengan datar-landai Kelerengan agak curam-curam No Nama lokal Nama latin KR FR DR INP Nama lokal Nama latin KR FR DR INP 1 Meranti mrh Shorea spp 40,94 14,62 40,60 96,16 Meranti mrh Shorea spp 51,08 23,61 52,83 127,52 2 Keranji Diallium sp 11,42 13,08 12,35 36,85 Keranji Diallium sp 12,23 13,89 11,62 37,74 3 Keruing Dipterocarpus spp 6,69 4,62 6,96 18,26 Keruing Dipterocarpus spp 7,19 11,11 5,93 24,24 Menur ut Sukanda dan Tampubolon 1987 dalam Indrawan 2000 jumlah tingkat tiang di areal IUPHHK PT ITCI pada Et+0 sebesar 136 batangha sedangkan menurut Indrawan dan Kusmana 1987 dalam Indrawan 2000 jumlah tingkat tiang di areal PT Inhutani I Berau pada Et+0 sebesar 136 batangha. Berdasarkan hasil analisis vegetasi tingkat tiang, dapat diketahui bahwa pada areal dengan kelerengan datar-sedang dan kelerengan agak curam-curam mempunyai tingkat kemerataan E yang tinggi, masing- masing sebesar 0,76 dan 0,72 sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar vegetasi tingkat tiang menyebar merata dalam komunitas hutan. Indek kesamaan komunitas index of similarity tingkat tiang di areal dengan kelerengan datar- landai 0-15 dan kelerengan agak curam-curam 15-30 sebesar 63,33 sehingga komunitas di kedua areal tersebut masih relatif sama.

5.3.4 Analisis vegetasi tingkat pohon a. I ndek nilai penting t ingkat pohon

Analisis tingkat pohon melibatkan dimensi vegetasi yang lebih luas, dimulai dari vegetasi berdiameter 20 cm sampai diameter 60 cm ke atas. Pada areal konsesi, vegetasi tingkat pohon sering menjadi perhatian utama karena sudah bernilai komersial. Jadwal pengaturan hasil, perhitungan etat volume dan pengelolaan hutan produksi lestari sering kali terpusatkan pada tingkat ini, padahal dalam hutan semua umur alleven aged forest vegetasi tingkat pohon terbentuk dari vegetasi tingkat tiang dan tingkat tiang terbentuk dari tingkat pancang yang berasal dari tingkat semai. Namun demikian perhitungan yang terpusat pada vegetasi tingkat pohon juga dapat dijadikan pedoman karena kelestarian produksi kayu tingkat pohon tidak terlepas dari kelestarian vegetasi tingkat tiang, pancang dan semai itu sendiri. Berdasarka n hasil analisis vegetasi tingka t pohon, jenis meranti merah Shorea spp1 mendominasi lokasi penelitian pada kelerengan datar-landai dan agak curam- curam de ngan INP masing- masing sebesar 98,24 dan 122,98 menyusul jenis keranji Diallium sp dengan INP masing- masing sebesar 22,885 dan 28,06 dan urutan ke-3 ditempati jenis bangkirai Shorea leavis dengan INP sebesar 21,16 pada kelerengan datar- landai dan jenis Scapium podocarpum dengan INP sebesar 20,24 pada kelerengan agak curam-curam. Keberadaan jenis-jenis dari famili Dipterocarpaceae semakin mendominasi pada tingkat pohon, seperti meranti merah Shorea spp, keruing Dipterocarpus spp, bangkirai Shorea leavis, tengkawang Shorea pinanga, Hopea multiflora, dan resak Vatica rasak. Keberadaan jenis keranji Diallium sp mulai menyusut dengan INP yang lebih kecil dibanding pada tingkat tiang meskipun masih berada pada urutan ke-2. Jenis kayu arang Dyiospyros sp da n jambuan Syzigium sp, yang cukup mendominasi pada tingkat semai dan pancang, keberadaannya semakin mengecil, sebaliknya jenis kempas Koompassia malaccensis, Scapium podocarpum dan mandarahan Knema pallens mulai nampak mengisi tingkat pohon meskpiun pada tingkat tiang, pancang dan semai berada pada kelompok urutan paling bawah atau tidak mendominasi vegetasi pada komunitas hutan. Meskpiun tidak sangat dominan, jenis kempas Koompassia malaccensis sering ditemui pada strata paling atas di hutan hujan trop is. Menur ut McKinnon et al. 2000, dalam daftar pohon-pohon pengisi lapisan strata atas, jenis kempas memiliki dimensi tinggi pohon yang paling besar. Dalam penelitian ini jenis kempas Koompassia malaccensis mempunyai INP sebesar 10,99 pada kelerengan datar- landai dan 7,4 pada kelerengan agak curam-curam. Enam jenis dominan tingkat pohon yang terdapat di lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 23 sedangkan hasil analisis INP tingkat pohon selengkapnya disajikan pada Lampiran 8. Tabe l 23. Enam jenis dominan tingkat pohon pada hutan bekas tebangan Et+0 Kelerengan datar-landai Kelerengan agak curam-curam No Nama lokal Nama latin KR FR DR INP Nama lokal Nama latin KR FR DR INP 1 Meranti mrh Shorea spp 38,54 17,24 42,46 98,24 Meranti mrh Shorea spp 48,05 20,73 54,20 122,98 2 Keranji Diallium sp 8,29 7,76 6,83 22,88 Keranji Diallium sp 9,09 10,98 8,00 28,06 3 Bangkirai Shorea leavis 6,83 6,03 8,29 21,16 Scapium Scapium podocarpum 6,49 8,54 5,21 20,24 4 Keruing Dipterocarpus spp 6,34 6,03 5,03 17,40 Bangkirai Shorea leavis 4,55 7,32 7,03 18,89 5 Kempas Koompassia malaccensis 3,41 4,31 3,27 10,99 Keruing Dipterocarpus spp 4,55 3,66 4,20 12,41 6 Medang Litsea sp 3,41 4,31 2,35 10,07 Tengkawang Shorea pinanga 1,95 4,88 1,93 8,76

Dokumen yang terkait

Forest Fire Threaten Indonesia Forest Plantation: a Case Study in Acacia mangium Plantation

0 4 16

Integration of GIS Model and Forest Management Simulation to Minimize Loss Risk By Illegal Cutting (A Case Study of The Teak Forest in District Forest of Cepu, Central Java)

0 16 120

Study on Spatial and Temporal Changes of Forest Cover Due to Canal Establishment in Peat Land Area, Central Kalimantan

0 6 29

The potency of Intensive Sylviculture System (TPTII) to support reduced emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) (a case study in concession of PT.Sari Bumi Kusuma in Central Kalimantan)

0 20 311

The potency of Intensive Sylviculture System (TPTII) to support reduced emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) (a case study in concession of PT.Sari Bumi Kusuma in Central Kalimantan)

0 22 597

Growth of plantation and residual trees on the intensified indonesian selective cutting and planting. Case study in PT Gunung Meranti Forest Concession Area, Central Kalimantan Province

0 21 394

The Linkage Between Growth, Unemployment and Income Inequality on Poverty in Central of Java Province, 2004-2010

1 8 184

Stand structure dynamic for forest yield regulation based on number of trees : case on a logged over area of a low and dry-land of tropical rain natural forest in Kalimantan

1 16 186

The Growth of Red Meranti (Shorea leprosula Miq.) with Selective Cuttingand Line Planting in areas IUPHHK-HA PT. Sarpatim Central Kalimantan

0 3 86

Analysis of Land and Forest Fires Hazard Zonation in Spatial Planning (Case Study in Palangka Raya City, Central Kalimantan Province).

2 16 135