Hipotesis Growth of plantation and residual trees on the intensified indonesian selective cutting and planting. Case study in PT Gunung Meranti Forest Concession Area, Central Kalimantan Province

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 H utan Hujan Tropis Bumi merupakan salah satu dari delapan planet yang mengorbit pada matahari. Namun dari delapan planet tersebut, hanya bumi yang sangat istimewa dan menakjubkan. Planet ini dikelilingi oleh atmosfir yang berfungsi sebagai cadangan udara, pelindung dari sengatan matahari secara langsung serta menangkis benda- benda dari luar angkasa yang memasuki bumi. Bumi juga dilengkapi lapisan tanah dan air yang sangat baik untuk menopang semua kehidupan di bumi, termasuk pertumbuhan vegetasi. Ekosistem bumi terbentuk dengan sangat beragam, komplek dan sempurna. Menurut penelitian, kehidupan dibumi terbentuk sejak jaman pre cambrian-azoikum sekitar 3,2 milyar tahun yang lalu. Salah satu komponen pe nting da lam menjaga kestabilan ekos istem di bumi adalah hutan. Hutan merupaka n hampa ran vegetasi raksasa yang berperan sebagai paru- paru Soemarwoto 1991 karena mengeluarkan Oksigen O 2 , menyerap Karbondioksida CO 2 sekaligus menimbun karbon C dalam bentuk bahan organik Carbon pool . Penelitian terkini juga menyebutkan bahwa hutan dapat berperan sebagai jantung bumi yang dapat memompa udara yang mengandung uap air dari lautan ke daratan. Hutan hujan tropis mempunyai aktifitas dan kemampuan metabolisme yang jauh lebih besar dibanding hutan di daerah sub tropis, temperate dan boreal karena memperoleh sinar matahari penuh sepanjang tahun. Namun demikian, dengan tingginya suhu da n curah hujan di daerah tropis menyebabkan proses pelapukan weathering , perombakan decomposition, aliran permukaan, pencucian hara dan erosi juga semakin tinggi. Fenomena inilah menyebabka n tanah di hutan tropika sangat peka terhadap perubahan. Tanah marginal ini hanya menampung sedikit biomassa dibanding dengan lapisan tanah di hutan tempe rate da n sekitarnya. Sebagian besar sekitar ¾ biomassa di hutan tropika terletak pada vegetasinya MacKinnon et al. 2000. Serasah di lantai hutan yang cepat terurai akan diserap kembali oleh vegetasi untuk menjalankan metabolisme, begitu seterusnya sehingga terbe ntuklah siklus hara tertutup. Peneba ngan po hon-pohon dari hutan, seperti pada kegiatan eksploitasi hutan atau hilangnya sebagian besar vegetasi akibat pe neba ngan liar, perambahan dan kebakaran hutan dapat membuka siklus hara tertut up dan menurunkan kandungan biomassa dari ekosistem hutan hujan tropis. Lanskap hutan hujan tropis biasanya didominasi oleh matrik hutan diselingi alur memanjang berupa sungai environment resources corridors yang bercabang- cabang membentuk anak-anak sungai. Jaringan sungai dan anak sungai serta jaringan jalan yang dibuat manusia disturbance corridors membentuk line corridors dengan berbagai ragam fungsi di dalamnya Forman Gordon 1986. Pada stream corridor biasanya ditemukan vegetasi tertentu yang relatif berbeda dengan jenis vegetasi di sebelahnya. Pada pohon tumbang atau areal eksploitasi terbe ntuk disturbance patches yang rawan erosi namun cepat mengalami pemulihan Farima 1998 . Hutan hujan tropis memiliki strata yang berlapis. Para ahli pada umumnya membagi lima strata hutan tropis Soerianegara Indrawan 2005 yaitu: a. Strata A merupakan lapisan paling atas sehingga tajuk pohon mendapatkan cahaya matahari secara penuh baik dari atas atau samping. Strata ini didominasi pohon-pohon besar seperti kempas Koompassia exelca, K.malaccensis, meranti Shorea pinanga, S.parvifolia, S.smithiana, S.spp, keruing Dipterocarpus louwii , D.spp, kapur Dryobalanops aromatica, D.spp, Ulin Eusideroxylon zwagery dan lain- lain. b. Strata B merupaka n lapisan ke dua dimana tajuk po hon hanya mendapa tka n sinar matahari dari atas. Pohon-pohon pengisi lapisan ini antara lain terentang Campnospermum spp, perupuk Lophopetalum spp, bintangur Calophyllum inophyllum , ke ranji Diallium sp dan lain- lain. c. Strata C merupakan lapisan ke tiga dimana tajuk pohon hanya mendapatkan sinar matahari dari celah-celah tajuk po hon yang lain. Pohon-pohon pengisi lapisan ini antara lain jambuan Syzigium sp, sintuk Cinnanomum sp dan lain- lain. Adakalanya jenis pohon pengisi lapisan A dan B masih berada pada lapisan C dalam proses pertumbuhannya. Beberapa diantaranya berhasil lolos memasuki strata B atau A, terutama ketika terjadi suksesi ketika pohon tua telah tumbang. Banyak d iantara po hon-pohon tersebut gagal memasuki lapisan di atasnya karena belum mendapatkan ruang tumbuh. Kondisi hutan trop is yang sangat rapat dan lebat menimbulkan efek persaingan tempat tumbuh yang tinggi. d. Strata D merupakan lapisan ke empat dimana vegetasi hanya mendapatkan sinar matahari dari pantulan tajuk pohon lain. Pengisi lapisan ini biasanya tingkat pancang da n tiang dari berbagai jenis termasuk famili dari Dipterocarpaceae. Adakala permudaan Dipterocarpaceae mengalami dormansi karena tidak mendapatkan ruang tumbuh, terutama sinar matahari, yang op timal untuk perkembangannya. e. Strata E merupakan lapisan ke lima yang didominasi tumbuhan bawah, herba, perdu serta semai dari berbagai jenis. Disamping mempunyai lima lapisan vegetasi, lantai hutan tropis masih mempunyai lapisan serasah, humus dan top soil yang kaya bahan organik. Struktur hutan tropis seperti ini telah menciptakan ekosistem yang komplek dan exclusive dengan iklim mikro dan sistem siklus hara tetutup didalamnya. Masing- masing pohon telah membentuk jaring pengaman unsur hara nutrients safety net untuk meningkatkan efisiensi penangkapan zat hara yang telah menjadi bentuk tersedia Kozlowski Pallardy 1997 ; Oliver Larson 1990 . Hijau dan lebatnya hutan hujan tropis seakan-akan mencerminka n kesuburan tana h di sana, namun sebe narnya hanya ilus trasi yang semu MacKinnon et al. 2000. Berbeda dengan daerah terbuka, curah hujan yang turun di hutan akan mengalami beberapa proses Lee 1990, yaitu: a. Intersepsi interception, yaitu bagian dari air hujan yang menguap kembali, baik pada saat hujan maupun setelah hujan, sebelum mencapai permukaan tanah. Air ini biasanya terdapat di tajuk po hon, da han da n ranting. b. Tranpirasi transpiration yaitu air yang menguap melalui permukaan tubuh tumbuhan setelah melalui proses metabolisme. Transpirasi paling banyak terjadi pada daun yang kontak langsung dengan sinar matahari, sebagai respon untuk mempertahankan diri dari panas dan kekeringan dehidration. c. Evaporasi evaporation, yaitu air yang menguap kembali dari danau, waduk, sungai atau genangan air tanah. d. Stem flow, yaitu bagian dari air hujan yang mengalir melalui daun, ranting dan cabang pohon kemudian mengalir ke bawah melalui batang pohon. Aliran batang ini berjalan perlahan sampai ke permukaan tanah. e. Through fall, yaitu bagian air hujan yang turun ke bawah melalui celah-celah tajuk atau da un po hon. Air hujan aka n tertahan pada tumbuhan bawah dan serasah sebelum sampai ke tanah sehingga tidak sampai merusak struktur tanah. Perakaran pohon di hutan tropis telah mengisi sebagian besar lapisan top soil. Perakaran ini telah menciptakan rongga tanah sehingga terbentuk pori-pori pada permukaan tanah yang berguna untuk aerasi udara dan proses infiltrasi. Lapisan top soil yang berisi perakaran tumbuhan juga menciptaka n eko sistem tersendiri. Berbagai jenis mikroorganisme, cacing, serangga, rhizobium, mikor isa dan lain- lain hidup dan berkembang biak di sana. Air hujan yang turun di hutan hujan tropis sebagian besar berubah menjadi aliran batang stem flow pada berbagai strata yang ada, sehingga ketika menyentuh lantai hutan tidak menimbulkan efek merusak pada tanah. Air hujan yang berada di lantai hutan akan meresap ke dalam lapisan bahan organik, serasah dan humus, kemudian, sebagian besar mengalami infiltrasi atau masuk ke dalam top soil tanah mengisi kapasitas infiltrasi tanah. Apabila tanah telah mencapai titik jenuh, sebagian air akan berubah menjadi aliran permukaan yang relatif jernih. Dengan demikian hutan sangat berperan dalam proses hidroorologi karena dapat meminimalkan pencucian zat hara, erosi, banjir dan longsor sehingga dapat menjaga ketersediaan air dan kesuburan tanah. Hutan hujan tropis menyimpan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Whitmore 1975, dalam hutan hujan tropis Asia Tenggara tersimpan 25-30 ribu jenis flora. Menurut MacKinnon et al. 2000, dalam hutan hujan tropis di Kalimantan terdapat 10.000-15.000 spesies berbunga, lebih dari 3.000 jenis pohon berkayu termasuk 267 spesies Dipterocarpaceae. Pulau ini sekaya benua Afrika meskipun luasnya 40 kali lebih kecil. Hutan tropis di Kalimantan mempunyai 34 jenis endemik. Menurut Ashton 1982 dalam McKinnon et al. 2000, 58 dari seluruh jenis Dipterocarpaceae di Kalimantan adalah endemik. Pulau ini juga mempunyai 2.000 jenis anggrek, 1.000 jenis pakis dan merupakan pusat jenis kantong semar Nepenthes. Suku ende mik Kalimantan yang terkenal adalah Scyphostegiaceae Ashton 1989 dalam MacKinnon et al. 2000. Hutan hujan tropis di Kalimantan, Sumatera, Jawa dan Sulawesi masing- masing menyimpan 222, 196, 183 dan 127 jenis mamalia. Dari jumlah tersebut, Kalimantan mempunyai 44 jenis endemik dan Sumatera hanya 23 jenis endemik Payne 1985 da lam MacKinnon et al. 2000. Hutan tropis Kalimantan juga mempunyai 13 jenis primata, 10 jenis celurut, 420 jenis burung tetap 37 jenis endemik, 166 jenis ular, 100 jenis amfibi, 394 jenis ikan air tawar 149 jenis endemik dan lain- lain. Apabila hutan hujan tropis sebagai habitat flora dan fauna tersebut telah rusak maka sebagaian besar flora dan fauna tersebut juga musnah, khususnya yang endemik. Hutan huj an trop is merupaka n hamparan pertumbuhan pohon-pohon yang sangat lebat dan luas dan berinteraksi dengan lingkungannya membentuk ekosistem yang komplek. Pohon dan vegetasi lainnya sebagai bagian dari komponen hutan merupakan tumbuhan hijau yang dapat melakukan proses fotosintesa yang menyerap karbondioksida CO 2 sehingga dapat mengurangi konsentrasi gas rumah kaca di udara sebagai penyebab efek pemanasan global. Proses fotosintesa dapat dituliskan melalui persamaan reaksi sebagai berikut: CO 2 + H 2 O + sinar matahari Luas hutan di Indonesia sebelum tahun 80-an sebesar 164 juta ha atau 87,280 dari luas daratan Indo nesia Suratmo et al. 2003. Menurut Tata Guna Hutan Kesepakatan TGHK luas kawasan hutan Indo nesia tahun 1981 sebesar 144 juta ha Hani’in 1999, namun luasan ini mengalami penurunan menjadi 126,8 juta ha pada tahun 2005 Balitbanghut 2008 dengan komposisi hutan konservasi 23,2 juta ha, hutan lindung 32,4 juta ha, hutan produksi terbatas 21,6 juta ha, hutan produksi tetap 35,6 juta ha dan hutan produksi konversi 14,0 juta ha. Dalam kawasan hutan tersebut, luas areal yang berhutan hanya sebesar 64, luas areal non hutan 29 dan lain- lain data tidak lengkap 6. Laju kerusakan hutan sebesar 1,8 juta ha per tahun 1985-1997 dan meningkat menjadi 2,84 juta ha per tahun pada tahun 1997-2000 Balitbanghut 2008. Pada saat ini hutan produksi telah banyak terfragmentasi Indrawan 2008 dan membentuk mosaik lanskap berupa hutan primer, hutan sekunder, semak belukar dan tanah kosong Pasaribu 2008, Suhendang 2008. C 6 H 10 O 5 n + O 2 kloropil Dari persaman tersebut terlihat bahwa proses fotosintesa menyerap CO 2 dan air H 2 O dengan bantuan sinar matahari dalam media yang mengandung zat hijau daun chlorophyl kemudian menghasilkan karbohidrat sebagai sumber energi dan cadangan karbon yang disimpan dalam tubuh tanaman dan oksigen O 2 yang dihasilkan dari proses fotofosforilasi dari air. Menurut UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan dibagi menjadi tiga berdasarkan fungsinya, yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Hutan ko nservasi ada lah ka wasan hut an de ngan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

2.2 Perkembangan Sistem Silvikultur

2.2.1 Pengertian sistem silvikultur Silvikultur adalah seni dan ilmu membangun dan memelihara hutan dengan menerapkan ilmu silvika untuk memperoleh manfaat optimal. Menurut PP Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan, sistem silvikultur adalah sistem budidaya hutan mulai dari memilih benih atau bibit, menyemai, menanam, memelihara tanaman dan memanen. Didalam sistem silvikultur terdapat pengaturan mengenai kelas diameter atau kelas umur, riap, kegiatan penanaman pengayaan enrichment planting, pemangkasan pruning , penjarangan thinning, siklus tebang, rotasi tebang serta informasi silvikultur jenis Pasaribu 2008. Menurut Ditjen PH 1993 sistem silvikultur adalah rangkaian kegiatan berencana mengenani pengelolan hutan yang meliputi penebangan, peremajaan, pemeliharaan tegakan hutan untuk menjamin kelestarian produksi kayu atau hasil hutan lainnya. Sedangkan menurut Mattews 1992 dalam Mansur 2008 sistem silvikultur merupakan proses pemeliharaan, pemanenan dan penggantian dengan tanaman baru sehingga menghasilkan tegakan dengan bentuk yang berbeda. Pada hutan alam produksi sistem silvikultur dimulai dari kegiatan pemanenan sedangkan pada hutan tanaman dimulai dari kegiatan pembibitan dan perawatan tanaman. Dengan demikian definisi sistem silvikultur dapat berbeda-beda, namun semuanya mengandung tiga komponen utama, yaitu permudaan regeneration, pemeliharaan tending dan pemanenan harvestingremoving Mansur 2008. Sistem silvikultur yang diterapkan dalam unit manajemen dapat dibedakan berdasarkan umur tegakan maupun sistem penebangan. Berdasarkan umur tegakan terdiri dari sistem silvikultur untuk tegakan seumur even-aged stands seperti THPA dan THPB, sistem silvikultur untuk tegakan beberapa umur uneven-aged stands dan tegaka n semua umur all-aged stands seperti tebang pilih individu TPI, TPTI, Bina Pilih, kelompok melingkar tebang rumpang dan kelompok dalam jalur TPTJ dan TPTII. Berdasarkan sistem penebangan pohon terdiri dari sistem silvikultur tebang pilih selective cutting dan sistem teba ng habis clear cutting. Menurut Manan 1995 dalam Indrawan 2008, sistem silvukultur dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu: a. Polycyclic system, yaitu jumlah penebangan siklus tebang yang lebih dari satu kali selama rotasi. Sistem TPI dan TPTI termasuk polycyclic system karena menggunakan dua kali siklus tebang 2x35 tahun selama rotasi 70 tahun b. Monocyclic system, yaitu jumlah pe nebangan siklus teba ng yang hanya seka li selama rotasi, seperti sistem THPA dan THPB. Setelah berjalan lebih dari 20 tahun, banyak hutan alam produksi yang mengalami fragmentasi Indrawan 2008. Lanskap hutan hujan tropis telah membentuk mosaik Pasaribu 2008; Suhendang 2008 yang terdiri dari hutan primer, hutan sekunder, hutan rawang, hutan bekas penebangan liar, hutan bekas kebakaran, semak belukar, padang alang-alang dan tanah kosong. Pada kondisi seperti ini penerapan multi sistem silvikultur menjadi keniscayaan agar setiap bagian hutan mendapatkan perlakuan silvikultur yang sesuai dengan kondisi hutannya. Menur ut Indrawan 2008 multisistem silvikultur adalah sistem pengelolaan hutan produksi lestari yang terdiri dua atau lebih sistem silvikultur yang diterapka n pada suatu unit manajemen dan merupakan multi usaha dengan tujuan mempertahankan dan meningkatkan produksi kayu dan hasil hutan lainnya serta dapat mempertahankan kepastian kawasan hutan produksi. Suhendang 2008 menulis bahwa sistem silvikultur menurut Society of American Forester tahun 1998 adalah rangkaian perlakuan terencana terdiri dari kegiatan pemeliharaan, pemanenan dan pembangunan kembali tegakan. Skema penerapan sistem silvikultur ada dua macam yaitu sistem silvikultur tunggal single silvicultural system dan sistem silvikultur jamak multiple silvicultural system. Teknik silvikultur adalah upaya mengintegrasikan atribut ekologi, ekonomi, sosial dan administrasi menjadi pendekatan yang bulat dalam rangka mengelola dan memanfaatkan sumber daya hutan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan akan datang tanpa mengurangi kemampuan fungsi hutan Soekotjo 2009. Teknik silvikultur dapat digolongkan menjadi tiga yaitu: a. Teknik pengendalian struktur, komposisi, kerapatan, pertumbuhan dan rotasi serta kombinasi antara spesies genetik, manipulasi lingkungan dan pengenda lian hama terpadu integrated pest management. Teknik pengendalian ini diterapka n dalam TPTI Intensif. b. Teknik perlindungan tempat tumbuh agar permukaan tanah selalu tertutup vegetasi sehingga stabil dan terjaga kesuburannya dan pohon dari hama, penyakit dan kerusakan mekanis

Dokumen yang terkait

Forest Fire Threaten Indonesia Forest Plantation: a Case Study in Acacia mangium Plantation

0 4 16

Integration of GIS Model and Forest Management Simulation to Minimize Loss Risk By Illegal Cutting (A Case Study of The Teak Forest in District Forest of Cepu, Central Java)

0 16 120

Study on Spatial and Temporal Changes of Forest Cover Due to Canal Establishment in Peat Land Area, Central Kalimantan

0 6 29

The potency of Intensive Sylviculture System (TPTII) to support reduced emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) (a case study in concession of PT.Sari Bumi Kusuma in Central Kalimantan)

0 20 311

The potency of Intensive Sylviculture System (TPTII) to support reduced emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) (a case study in concession of PT.Sari Bumi Kusuma in Central Kalimantan)

0 22 597

Growth of plantation and residual trees on the intensified indonesian selective cutting and planting. Case study in PT Gunung Meranti Forest Concession Area, Central Kalimantan Province

0 21 394

The Linkage Between Growth, Unemployment and Income Inequality on Poverty in Central of Java Province, 2004-2010

1 8 184

Stand structure dynamic for forest yield regulation based on number of trees : case on a logged over area of a low and dry-land of tropical rain natural forest in Kalimantan

1 16 186

The Growth of Red Meranti (Shorea leprosula Miq.) with Selective Cuttingand Line Planting in areas IUPHHK-HA PT. Sarpatim Central Kalimantan

0 3 86

Analysis of Land and Forest Fires Hazard Zonation in Spatial Planning (Case Study in Palangka Raya City, Central Kalimantan Province).

2 16 135