meningkatkan produktifitas hutan sekaligus dapat menjaga kualitas lingk ungan serta memberi manfaat bagi kehidupan masyarakat.
Sistem silvikultur untuk pengelolaan hutan alam produksi di Indonesia sering mengalami perubahan meskipun pelaksanaannya belum mencapai satu siklus tebang.
Banyak yang meragukan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan sistem TPTI terutama dari segi produktifitas, namun sistem ini masih dipertahankan karena dipercaya
mempunyai dampak lingkungan yang paling kecil, sambil menunggu munculnya sistem silvikultur alternatif yang dapat memperbaiki kekurangan pada sistem
silvikultur sebelumnya dengan target utama tercapainya kelestarian hutan dengan indikator kelestarian produksi, ekologi dan sosial. Apakah sistem TPTII mampu
menjawab tantangan ini?
1.3 Status Pe nelitian dan Ke rangka Pe mikiran
Menurut Mitlöhner 2009 dan Suhendang 2008 paradigma baru pengelolan hutan saat ini adalah pendekatan pada bentuk hutan alam close to the natural forest.
Coates dan Philip 1997 menambahkan bahwa penebangan hutan dalam bentuk celah gap lebih sesuai dengan kondisi hutan alam karena menyerupai fenomena
pohon atau ke lompok po hon yang mati robo h da n terjadi regenerasi da lam gap tersebut. Sistem silvikultur yang sesuai dengan maksud tersebut adalah polycyclic
system melalui sistem tebang pilih selective cutting baik dalam bentuk tebang
individu seperti TPI dan TPTI atau tebang kelompok dalam bentuk rumpang atau jalur TPTII atau TPTJ. Sistem silvikultur TPTII mampu menggabungan antara
tebang individu dan tebang kelompok serta penerapan prinsip-prinsip tebang habis dengan permudaan buatan THPB dalam satu kesatuan pengelolaan seperti terlihat
pada Gambar 1. Kawasan hutan di Indonesia saat ini telah terfragmentasi menjadi beberapa tipe
penutupan lahan, seperti hutan primer, hutan sekunder, hutan rawang low potential forest
, hutan bekas penebangan liar, hutan bekas kebakaran, semak belukar, padang alang-alang dan tanah kosong Indrawan 2008; Pasaribu 2008. Lanskap hutan
produksi yang berbentuk mosaik Suhendang 2008 seperti ini sudah tidak memungkinkan diterapkan sistem silvikultur tunggal Pasaribu 2008.
Konsep pengelolaan hutan yang mendasarkan pada asumsi stabilitas jangka panjang sudah tidak efektif lagi dalam memenuhi kebutuhan dan berawal dari
pemikiran ini maka lahirlah konsep multiple patch design yang kemudian berkembang menjadi multisistem silvikultur Multiple Silvicultural System.
Menurut Indrawan 2008 multisistem silvikultur sudah saatnya diterapkan pada hutan produksi agar setiap bagian hutan mendapatkan perlakuan silvikultur yang
sesuai dengan kondisinya.
Gambar 1. Bagan alir perkembangan sistem silvikultur di Indonesia Kerangka pemikiran logical framework dibangun berdasarkan sejarah
pengelolaan hutan alam produksi di Indonesia beserta semua input da n output yang bekerja pada sistem silvikultur TPTII dengan sasaran akhir berupa kelayakan sistem
yang dicirikan melalui kelestarian produksi, ekologi dan sosial.
Fungsi Hutan
UU No.411999 Hutan
Hutan Hutan
Konservasi Lindung
Produksi Degradasi hutan
Hutan terfragmentasi Deforestasi
Hutan Hutan
Hutan potensi Semak dan
Padang ilalang Lahan
primer sekunder
rendah belukar
Imperata cylindrica
kritis Mosaik lanskap
Multisistem silvikultur Uneven aged
All-aged Polycyclic
Monocyclic Even aged
forest forest
System System
forest
Tebang Tebang
Tebang habis Tebang habis
Kelompok Individu
permudaan permudaan buatan
alam THPB
THPA Unit
Manajemen
Penghutanan kembali
Tebang habis Tebang pilih
Melingkar Jalur
TPI TPTI
TPTJ
Rumpang
Tanaman dan tegakan tinggal
Perawatan, Pembebasan,
Penjarangan Siklus
berikutnya
Pemodelan
TPTII TPTJ