Kelerengan Hasil analisis data pertumbuhan tanaman Shorea leprosula pada kelerengan datar- I ntensitas cahaya Hasil pengukuran tingkat penutupan tajuk pada jalur tanam menggunakan

datar- landai dan skor 55 ds pada kelerengan agak curam-curam. Gambaran tingkat penutupan tajuk dengan skor 51 ds di jalur tanam terlihat pada Gambar 9 dan data selengkapnya hasil pengukuran tingkat pembukaan kanopi pada jalur tanam dan jalur antara disajikan pada Lampiran 3. Gambar 9. Gambaran tingkat penutupan tajuk dengan skor 51 berdasarkan skala densiometer ds. Jalur tanam lebar 3 m a tampak horisontal b tampak vertikal Dengan memperhatikan skala densiometer antara 0 terbuka penuh sampai 96 tertutup rapat, maka areal penelitian pada kelerengan datar- landai mempunyai intensitas cahaya sekitar 32,3 sampai 73,96 atau rata-rata 45,73 sedangkan pada kelerengan agak curam-curam mempunyai intensitas cahaya sekitar 37,5 sampai 63,54 atau rata-rata 42,71. Dengan demikian pembuatan jalur selebar 3 meter dalam sistem TPTII telah menciptakan ruang tumbuh bagi tanaman Shorea leprosula dengan intensitas cahaya rata-rata 44,22. Kegiatan pembebasan vertikal masih diperlukan untuk memberi ruang tumbuh yang lebih baik bagi pertumbuhan tanaman. Menurut petunjuk teknis sistem TPTII Ditjen BPK 2005, pembebasan vertikal masih diperlukan sampai tanaman berumur 3 tahun dan penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 5 dan 10 tahun. Kegiatan pembebasan disamping dapat mempercepat pertumbuhan tanaman juga mempengaruhi arsitek tanaman. Menurut Soekotjo 2009 tegakan yang terlalu rapat menyebabkan perlambatan pertumbuhan diameter sehingga tumbuhan nampak kurus tinggi dan sebaliknya apabila terlalu jarang maka pertumbuhan diameter akan dominan sehingga tumbuhan nampak gemuk pendek. Kegiatan pembebasan sangat diperlukan untuk memberi ruang tumbuh yang optimal bagi pertumbuhan dan menjaga kualitas batang tanaman. Sampai saat ini belum ada tabel tegakan untuk tanaman meranti, khususnya di tanah marginal podsolik merah kuning. Apabila kegiatan penanaman meranti telah banyak dilakukan dan telah mencapai daurnya, maka peluang untuk menyusun tabel tegakan meranti sangat terbuka lebar, sehingga akan membantu dalam proses pembangunan hutan tanaman meranti yang lebih baik. Ketersediaan cahaya adalah faktor pembatas yang paling utama dalam pertumbuhan permudaan Dipterocarpaceae di lantai hutan. Kanopi hutan yang sangat rapat menyebabkan permudaan tingkat semai, mengalami staknasi pertumbuhan MacKinnon et al. 2000. Menurut Mori 2001 dan Romell 2007, pertumbuhan tanaman dalam jalur tanam lebih banyak disebab faktor cahaya yang berasal dari pembukaan jalur, disamping faktor lain yang menyertai sebagai efek dari pembukaan jalur tersebut, seperti suhu dan kelembaban. Namun perlu diwaspadai efek kenaikan suhu terhadap akumulasi bahan organik dalam jalur tanam, karena menurut Kikuchi 1996, suhu udara yang meningkat akan mengurangi kandung bahan organik. Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah sifat fisik, k imia dan biologi tanah. Tanaman Shorea leprosula dalam jalur tanam disamping telah mendapatkan cahaya dari pembukaan jalur, juga diberi perlakuan berupa pendangiran dan pemulsaan setiap 6 bulan sampai berumur 4 tahun da n penyulaman dilakukan pada tahun pertama dan kedua. Kegiatan pembebasan dilakukan tahun ke-1 dan ke-3 dan pada tahun ke-5 dan ke-10 direncanakan akan dilakukan kegiatan penjarangan. Pembebasan yang dilakukan secara bertahap bertujuan untuk mempertahankan tingkat penutupan tajuk dengan intensitas cahaya yang optimal untuk pertumbuhan tanaman.

c. Tanah Jenis tanah di lokasi penelitian adalah podsolik merah kuning PMK dengan

tekstur geluh, lempung pasiran sandy clay loam pada permukaan lapisan A dan lempung caly pada lapisan AB dan B. Sedangkan struktur tanah berbentuk gumpal dengan agregat kurang stabil dan pada lapisan bawah AB dan B mempunyai permeabilitas yang rendah. Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah disajikan dalam Lampiran 13. Tanah PMK termasuk mineral masam dan bermasalah di Indonesia Sutedjo Kartasapoetra 1991. Tanah PMK mempunyai ciri utama sebagai berikut: 1 Terbentuk pada daerah dengan curah hujan antara 2.500 hingga 3.000 mm tiap tahun dengan bulan kering lebig dari 3 bulan. 2 Terhampar pada lanskap tua bergelombang hingga berbukit dan berada pada ketinggian lebih dari 25 m diatas permukaan laut. 3 Tekstur tanah adalah liat, struktur blok di lapisan bawah, konsistensi teguh, serta dijumpai adanya plintit serta konkresi besi. 4 Kemasaman tanah umumnya tinggi dengan pH kurang dari 5,5. 5 Kadar bahan organik berkisar dari rendah hingga sedang. 6 Kapasitas tukar kation umumnya kurang dari 24 me100g liat dan kejenuhan basa kurang dari 35 . 7 Permeabilitas lambat sampai baik da n sangat peka terhadap erosi. Tanah PMK disamping mempunyai pH dan kadar hara NPK yang rendah, kadar almunium dapat dipertukarkan cukup tinggi dapat menjadi faktor pembatas dan racun bagi tanaman. Fosfor yang ada didalam tanah atau yang ditambahkan dalam bentuk pupuk akan segera diikat oleh Al menjadi bentuk P yang tidak larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Masalah lain yang ditemukan pada tanah PMK adalah rendahnya unsur-unsur hara penting serta kapasitas memegang air yang rendah. Perba ika n kesuburan podsolik merah kuning dapat dilakukan melalui pangapuran. Menur ut McKinnon et al. 2000 tanah PMK di Kalimantan tergolong tanah marginal yang memiliki kesuburan dan pH tanah yang rendah dengan kandungan Fe and Al yang relatif tinggi sehingga keberadaan P menjadi tidak tersedia. Berdasarkan hasil analisis sifat fisik tanah pada horison A kedalaman sampai 25 m kandungan liat pada jalur tanam sebesar 28,93 dan jalur antara sebesar 32,06. Dengan asumsi semua liat termasuk monmorilonit, maka kemampuan tanah di jalur tanam untuk menyimpan bahan organik BO sebesar 57.860 kg BOha dan pada tanah di jalur antara sebesar 64.120 kg BOha. Dengan demikian tekstur tanah, terutama liat, telah mengalami sedikit perubahan yang dapat mengganggu kemampuannya menahan bahan organik. Tanah di jalur antara masih terlindungi dengan baik dibanding tanah pada jalur tanam yang telah mengalami pembukaan tajuk. Kandungan ba han or ganik pada tanah di jalur antara lebih tinggi, yaitu 35,77 dibanding tanah di jalur tanam sebesar 21,57 atau mengalami penurunan sebesar 39,69. Penurunan yang besar ini disebabkan oleh pembukaan tajuk di jalur tanam yang menyebabkan berkurangnya lapisan serasah dan humus di lantai hutan

Dokumen yang terkait

Forest Fire Threaten Indonesia Forest Plantation: a Case Study in Acacia mangium Plantation

0 4 16

Integration of GIS Model and Forest Management Simulation to Minimize Loss Risk By Illegal Cutting (A Case Study of The Teak Forest in District Forest of Cepu, Central Java)

0 16 120

Study on Spatial and Temporal Changes of Forest Cover Due to Canal Establishment in Peat Land Area, Central Kalimantan

0 6 29

The potency of Intensive Sylviculture System (TPTII) to support reduced emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) (a case study in concession of PT.Sari Bumi Kusuma in Central Kalimantan)

0 20 311

The potency of Intensive Sylviculture System (TPTII) to support reduced emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) (a case study in concession of PT.Sari Bumi Kusuma in Central Kalimantan)

0 22 597

Growth of plantation and residual trees on the intensified indonesian selective cutting and planting. Case study in PT Gunung Meranti Forest Concession Area, Central Kalimantan Province

0 21 394

The Linkage Between Growth, Unemployment and Income Inequality on Poverty in Central of Java Province, 2004-2010

1 8 184

Stand structure dynamic for forest yield regulation based on number of trees : case on a logged over area of a low and dry-land of tropical rain natural forest in Kalimantan

1 16 186

The Growth of Red Meranti (Shorea leprosula Miq.) with Selective Cuttingand Line Planting in areas IUPHHK-HA PT. Sarpatim Central Kalimantan

0 3 86

Analysis of Land and Forest Fires Hazard Zonation in Spatial Planning (Case Study in Palangka Raya City, Central Kalimantan Province).

2 16 135