Gambar 33. Bagan alir penataan areal kerja IUPHHK-HA PT Gunung Meranti Areal produksi efektif dibagai menjadi areal pengelolaan sistem Tebang Pilih
Tanam Indonesia TPTI dengan siklus tebang 35 tahun seluas 46.192 ha dan areal pengelolaan sistem Tebang Pilih Tanam Indo nesia Intensif TPTII de ngan siklus
tebang 30 tahun seluas 31.352 ha. Berdasarkan penataan areal kerja, etat luas PT Gunung Meranti pada sistem TPTII sebesar 1.045 hatahun 31.352 ha30 tahun.
Apabila menggunakan asumsi siklus tebang 35 tahun, maka etat luas PT Gunung Meranti sebesar 895 hath =31.352 ha35 tahun. Pada siklus tebang ke-1 dan
seterusnya etat luas sebesar 85 dari etat luas asal ka rena sisanya berupa jalur tanam.
Luas Pembagi
Pengelolaan
Kawasan lindung ha Tidak efektif produksi ha
Areal Prod. berdasar SK
an Hutan Hutan
Lereng Semp
KPPN Htn. Ke
BZ Kebun
PUP Sar
Tidak
Efektif APE IUPHHK ha
ha ha
40 sungai+k Insitu
rangas HL
benih pras
berhutan
ha RKUPHHK
Tahun 2007-2016
Blok 15.032
62 134
32 200
20 18
14.566
TPTI 60.697
Pengelolaan IUPHHK Tahun
2017-2041 45.665
160 1.013
700 6.350 4.573
500 400
180 163
31.626
Jumlah 60.697
222 1.147
732 6.350 4.573
500 600
200 181
46.192
Luas Areal 95.265
RKUPHHK Tahun
Blok 2007-2016
TPTII 10.494
86 163
268 100
40 398
9.439
34.568 Pengelolaan
IUPHHK Tahun 2017-2041
24.074
559 75
100 100
100 1227
21.913
Jumlah 34.568
645 238
268 200
100 140
1.625 31.352
Jumlah 95.265
867 1.385 1.000 6.350 4.573 700
700 340
1.806 77.544
Luas Areal I UPHHK =
Kaw asan Lindung + Areal Tidak Efektif untuk Produksi + Areal Produksi Efektif 95.265
= 14.175
+ 3.546
+ 77.544
5.4.2 Etat volume Etat volume sistem TPTII merupakan perkalian antara etat luas dengan potensi
pohon tebang per ha. Faktor eksploitasi FE dan faktor pengaman FP pada tegakan tinggal dalam jalur antara sebesar 56,55 Wahyudi Matthews 1996
sedangkan pada tanaman dalam jalur tanam sebesar 0,7 Soekotjo 2009 dengan faktor areal FA sebesar 78,08. Faktor areal adalah angka koreksi yang
menunjukkan luas areal efektif tanaman dalam jalur tanam karena selebihnya merupakan areal tidak efektif untuk tanaman berupa rawa, parit, daerah berbatu,
kelerengan sangat curam dan jalan angkutan yang tidak terdata pada saat penataan areal kerja perusahaan.
a. Etat volume tegakan asal
1 Asumsi mengg unakan siklus tebang 30 tahun Dengan asumsi menggunakan siklus tebang 30 tahun, maka didapatkan etat luas
sebesar 1.045 ha dan komposisi pohon yang ditebang hanya dari kelompok jenis meranti dan dipterocarp non meranti berdiameter 40 cm ke atas seperti yang
dijalankan sampai saat ini maka diperoleh etat volume pada periode 2007-2036 sebesar 23.417,76 m
3
tahun yang terdiri dari 376,22 m
3
tahun berdiameter 40-49 cm dan 23.041,54 m
3
tahun berdiameter 50 cm ke atas, sedangkan hasil tanaman belum ada.
2 Asumsi mengg unakan siklus tebang 35 tahun Dengan asumsi menggunakan siklus tebang 35 tahun, didapatkan etat luas sebesar
895 ha, dan komposisi pohon yang ditebang juga dari kelompok jenis meranti dan dipterocarp non meranti berdiameter 40 cm ke atas maka diperoleh etat volume pada
periode 2007-2041 sebesar 20.056,35 m
3
tahun yang terdiri dari 322,22 m
3
tahun berdiameter 40-49 cm dan 19.734,14 m
3
tahun berdiameter 50 cm ke atas, sedangkan hasil tanaman belum ada.
Pada siklus tebang 35 tahun mengalami penurunan etat volume disebabkan penurunnya etat luas dari 1.045 hath menjadi hanya 895 hath, namun produktifitas
masih sama yaitu 22,41 m
3
ha PT GM 2008, 2009.
b. Etat volume siklus ke-1 Menurut Vanclay 1995, 2001 pemodelan perkembangan tegakan tinggal dapat
dilakukan melalui pendekatan kerapatan tegakan tinggal. Dasar penyusunan model ini adalah pengaruh kerapatan Nha dan luas bidang dasar per ha Bha terhadap
pertumbuhan dan perkembangan pohon-pohon dalam hutan dengan asumsi bahwa makin tinggi kerapatan tegakan maka semakin rendah pertumbuhan pohon karena
efek persaingan yang berdampak pada ingrowth, upgrowth dan moratlity pada masing- masing tingkat pertumbuhan.
Tingkat tiang dan pohon diperkirakan dapat menimbulkan efek persaingan tempat tumbuh yang signifikans terhadap tegakan tinggal pada semua tingkat pertumbuhan
karena telah mempunyai dimensi yang besar serta jangkauan perakaran dan tajuk yang luas, dibanding tingkat pancang dan semai. Oleh karena itu efek persaingan
yang disebabkan kerapatan tingkat semai dan pancang dapat diabaikan. Pada penelitian ini pengukuran diameter dan tinggi tingkat tiang dan pohon dilakukan
dengan intensitas sampling 100 metode sensus sehingga perhitungan luas bidang dasar tegakan dapat dilakukan dengan keakuratan yang tinggi.
Untuk memprediksi potensi pohon masak tebang jumlah dan volume per ha pada siklus tebang ke-1 dengan asumsi menggunakan siklus tebang 30 tahun dan 35
digunakan perangkat lunak Stella 9.0.2 dengan parameter ingrowth, upgrowth dan mortality
yang diolah menggunakan data hasil pengukuran tegakan tinggal selama empat periode, yaitu tahun 2007, 2008, 2009 dan 2010. Pemodelan ini menggunakan
fungs i kerapa tan tegaka n yang dicerminka n oleh jumlah po hon N per ha da n luas bidang dasar B per ha. Pertumbuhan tegakan tinggal dicerminkan melalui ingrowth
dan upgrowth dan kematian pohon disebabkan oleh efek tebangan. Kematian alami tingkat tiang dan pohon disebabkan efek persaingan dicerminkan melalui mortality
yang muncul setiap tahun. Persamaan pemodelan dinamika tegakan hutan dapat dilihat pada Lampiran 11.
Pemod elan menggunakan skema diagram alir dimulai dari kelas diameter 10-19 cm tingkat tiang, 20-29 cm, 30-39 cm dan 40 cm ke atas seperti terlihat pada
Gambar 34. Model yang dihasilkan mempunyai mean absolute percentage error MAPE sebesar 16,14 sehingga dapat dipergunakan.