Kelerengan Penelitian ini berada pada areal dengan kelerengan datar- landai 0-15 dan

lain yang mempengaruhi pertumbuhan pohon seperti kelerengan, aspek, ketinggian tempat, kelembaban dan lain- lain menjadi kurang menonjol manakala faktor cahaya belum tersedia secara optimal. Melalui interaksi yang komplek pada komponen hayati keanekaragaman jenis, kerapatan, genetik, asosiasi jenis, hama dan penyakit, gulma dan lain- lain dan non hayati edapis, klimatis, kelerengan, aspek, ketinggian serta interaksi keduanya, tegakan tinggal mampu menghasilkan pertumbuhan setiap tahunnya.

b. I ntensitas cahaya Hasil pengukuran tingkat penutupan tajuk menggunakan densiometer Stuckle

et al . 2001 menunjukkan bahwa pada jalur antara mempunyai tingkat penutupan tajuk berkisar antara 80 sampai 87 densiometer scale ds pada kelerengan datar- landai dan 80-86 ds pada kelerengan agak curam-curam. Hasil pengukuran tingkat pembukaan kanopi pada jalur tanam dan jalur antara selengkapnya disajikan pada Lampiran 3. Dengan demikian pada jalur antara hanya mendapatkan intensitas cahaya sebesar 9,37 sampai 16,67 pada kelerengan datar-landai dan 10,42 sampai 16,67 pada kelerengan agak curam-curam. Tegakan tinggal dalam jalur antara masih mempunyai tingkat kerapatan tajuk dengan kriteria sangat rapat. Fenomena ini sejalan dengan karakteristik hutan alam yang lebat dan rapat sehingga keberadaan celah gap merupaka n kebutuhan paling penting untuk pertumbuhan setiap pohon Coates Philip 1997; Mori 2001; Numata et al. 2006. Pengukuran tingkat penutupan tajuk di jalur antara dilakukan pada setiap petak ukur tingkat semai sehingga lokasi pengukuran dilakukan secara sistimatis dengan interval 20 m. Beberapa lokasi pengukuran ada yang terletak pada areal terbuka bekas penebangan pohon sehingga pada tempat seperti ini lantai hutan mendapatkan intensitas cahaya yang sangat tinggi, namun sebagian besar merupakan daerah yang tertutup tajuk pohon dengan kriteria sangat rapat. Pada jalur antara intensitas cahaya yang sampai ke lantai hutan sangat kecil berkisar antara 9,37 sampai 16,67 sehingga ketersediaan cahaya yang sampai ke lantai hutan merupakan faktor pembatas yang nyata terhadap pertumbuhan permudaan alami.

c. Tanah Berdasarkan hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah, seperti terlihat pada

Lampiran 13, tekstur tanah di areal penelitian umumnya geluh, lempung pasiran sandy clay loam pada permukaan lapisan A dan lempung caly pada lapisan AB dan B. Sedangkan struktur tanah berbentul gumpal dengan agregat kurang stabil dan pada lapisan bawah AB dan B mempunyai permeabilitas yang rendah. Secara umum kondisi tanah di jalur antara masih lebih baik dibanding jalur tanam dengan KTK yang lebih tinggi serta kandungan beberapa unsur makro dan mikro yang lebih baik. Hal ini mudah dipahami karena kondisi tanah masih terlindungi oleh tegakan yang cukup rapat. Namun demikian tanah podsolik merah kuning di lokasi penelitian tergolong tanah marginal yang memiliki kesuburan dan pH tanah yang rendah dengan kandungan Fe and Al yang relatif tinggi sehingga keberadaan P menjadi tidak tersedia MacKinnon, 2000. Keberadaan tegakan hutan yang rapat mampu membentuk siklus hara tertutup de ngan ka ndungan serasah da n hum us yang cukup teba l unt uk mendukung kehidupa n vegetasi di atasnya. Meskipun lapisan kanopi masih rapat namun erosi pada jalur antara sistem TPTJ masih terjadi sebesar 15,75 tonhath namun masih berada dalam katagori ringan Ditjen BPK, 2010b.

5.2.3 Distribusi diameter pohon

Grafik penyebaran diameter pada 4 kelompok pohon penyusun tegakan hutan bekas tebangan Et+0 di lokasi penelitian menyerupai huruf J terbalik, seperti terlihat pada Gambar 18. Gambar 18. Distribusi diameter empat kelompok pokom pada hutan bekas tebangan Et+0 sistem TPTII di PT Gunung Meranti 20 40 60 80 100 120 140 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Diameter cm Jum la h pohon Nha Kel meranti Kel dipt non meranti Kel kom lain ditebang Kel kom lain tdk ditebang

Dokumen yang terkait

Forest Fire Threaten Indonesia Forest Plantation: a Case Study in Acacia mangium Plantation

0 4 16

Integration of GIS Model and Forest Management Simulation to Minimize Loss Risk By Illegal Cutting (A Case Study of The Teak Forest in District Forest of Cepu, Central Java)

0 16 120

Study on Spatial and Temporal Changes of Forest Cover Due to Canal Establishment in Peat Land Area, Central Kalimantan

0 6 29

The potency of Intensive Sylviculture System (TPTII) to support reduced emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) (a case study in concession of PT.Sari Bumi Kusuma in Central Kalimantan)

0 20 311

The potency of Intensive Sylviculture System (TPTII) to support reduced emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) (a case study in concession of PT.Sari Bumi Kusuma in Central Kalimantan)

0 22 597

Growth of plantation and residual trees on the intensified indonesian selective cutting and planting. Case study in PT Gunung Meranti Forest Concession Area, Central Kalimantan Province

0 21 394

The Linkage Between Growth, Unemployment and Income Inequality on Poverty in Central of Java Province, 2004-2010

1 8 184

Stand structure dynamic for forest yield regulation based on number of trees : case on a logged over area of a low and dry-land of tropical rain natural forest in Kalimantan

1 16 186

The Growth of Red Meranti (Shorea leprosula Miq.) with Selective Cuttingand Line Planting in areas IUPHHK-HA PT. Sarpatim Central Kalimantan

0 3 86

Analysis of Land and Forest Fires Hazard Zonation in Spatial Planning (Case Study in Palangka Raya City, Central Kalimantan Province).

2 16 135