Ketidaktulusan Perkataan Manusia Aspek Semantik

82 diberikan Tuhan kepada kita dengan cara-cara yang dianjurkan dalam beragama misalnya beribadah. Selain itu kita harus dapat menjaga menjaga nikmat tersebut dengan cara yang terbaik dan bisa dilakukan setiap manusia seperti membersihkan diri sebelum tidur.

4.2.3 Ketidaktulusan Perkataan Manusia

Unsur yang hadir in praesentia dalam Serat Panitibaya dilambangkan dengan simbol ketidaktulusan perkataan manusia dengan menjual berita dan licik merangkai bahasa. Unsur yang tidak hadir in absentia pada simbol tersebut memiliki makna setiap perkataan yang dikatakan ke orang lain yang sifatnya rahasia maupun penting untuk orang lain malah dikatakan di khalayak ramai yang membuat gosip dan pergunjingan. Hal ini tidaklah dianjurkan dalam berkehidupan khususnya agama. Perkataan manusia merupakan cerminan perilaku manusia di dunia yang mempunyai makna tentang sebuah ketidaktulusan perkataan manusia yang diumpamakan licik merangkai bahasa dan menjual berita, ungkapan tersebut dapat dilihat pada pupuh Pangkur bait 49 dan 51-52 sebagai berikut: 49. Kaping catur dasa astha aja, sok apara padu ginawe pokily, kulak adu adol padu, drigama ngrakit basa, lan Manawa imbar sumpah kang den-gilut, nek kena ngrasan durjana, tog kembet temah niwasi. pupuh Pangkur bait 49 51. Kaping sekete iku aja, wawadulan tumbak cucukan cengil, ider umyang adol wadul, murih den suba-suba, ruba dora dananya wutuh rinemuk, yeku kawignyaning setan, tan pandak rongeh niwasi. pupuh Pangkur bait 51 52. Kaping sekat siji, rurubungan ngundang gedhe cilik, rina wengi sore esuk, bisikan miwah sora, amarga yen kena rerase kecu, pinareng tinarka kraman, ngrerantabi niniwasi. pupuh Pangkur bait 52 83 Terjemahan: 49. Keempat puluh delapan, jangan sering bertengkar hanya untuk mencari hasil saja. Memulai pertengkaran bersumpah serapah oleh orang banyak dinamakan penjahat. Akhirnya tersangkut akan celaka. 51. Kelima puluh, jangan suka mengadu berkasak-kusuk, mengfitnah, dan berbicara tak karuan untuk menjual berita menyogok dengan kebohongan, agar di eluk-elukan. Itulah kepandaian setan. Tiada tahan dan berbahaya. 52. Kelima puluh satu, jangan berkumpul mengundang orang tua dan anak-anak pada pagi, siang dan petang dan berbicara bisik-bisik maupun keras. Jangan-jangan mereka digolongkana perampok, kemungkinan besar diperkirakan pemberontak. Jelas ini mencemarkan dan membawa bencana. Kutipan di atas menunjukkan bahwa makna dari perilaku orang yang memiliki sifat tidak terpuji, setiap kata-katanya tidak disertai ketulusan. Dalam hal ini diumpamakan licik merangkai bahasa dan menjual berita, makna dari ungkapan tersebut adalah dalam bertutur kata, seseorang haruslah tulus sesuai kenyatan bukan sebaliknya yang licik serta pintar dalam merangkai bahasa yang membuat sebuah ketidaksesuaian antara yang dikatakan dengan maksud hati dan kenyataan yang terjadi.

4.2.4 Panggilan Nama