Simbol dan Makna Ketuhanan

80 kehidupan agar menuju keselamatan. Jumlah keseluruhan petuah tersebut ada 176 larangan. Adapun isi kandungan dari petuah tersebut adalah kewajiban manusia pada Sang Pencipta, Sifat-sifat yang tidak terpuji, sifat-sifat yang terpuji, perbuatan yang tidak dibenarkan bagi kaum pria, sikap yang perlu diperhatikan apabila berkata-kata, pesan leluhur, orang yang tak pantas didekati, tindakan yang berhubungan dengan anak-anak, tindakan yang berhubungan dengan senjata api, adab bertamu dan bertetangga, dan sikap dalam menangani pekerjaan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa unsur- unsur yang hadir in prasentia pada Serat Panitibaya terdapat pada tembang macapat yaitu pupuh Pangkur. Sedangkan unsur yang tidak hadir in absentia pada tembang macapat tersebut terdapat pada makna atau ajaran yang terkadung dalam masing-masing pupuh tembang macapat. Antara unsur yang hadir dan tidak hadir tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

4.2.2 Simbol dan Makna Ketuhanan

Unsur yang hadir in praesentia dalam Serat Panitibaya adalah simbol Ketuhanan dengan ngabekti dan puja pasrah pada pupuh Pangkur bait 94-95. Selain itu, unsur yang tidak hadir in absentia dalam simbol Ketuhanan tercermin pada pupuh Pangkur bait 45 yang berisi tentang arti “pasrah” berserah diri kepada Tuhan agar tidak salah menafsirkannya dalam hubungan antara manusia dengan Tuhan Habluminallah. Simbol dan makna Ketuhanan tercermin juga pada kutipan pupuh Pangkur bait 92-95 sebagai berikut: 81 92. Ping nawa daseka aja, lamun arsa sare nora susuci, lir sato sakethi saru, mesthi lali anendra, yen anggadhuh reh jasat rasa pangambu, kabeh gagadhuhanira, yen pinundhut aniwasi pupuh Pangkur bait 92. 93. Ping nawa dasa dwi aja, ngangen-angen ing donya jroning guling, sabab laranganing ngelmu, bubuhane ki jasat, nora wajib gusti nira melu mikul, sayektine mung parentah, yen tan mangkono niwasi pupuh Pangkur bait 93 94. Ping nawa dasa tri aja, lamun wungu away lali ngabekti, mring pangeran maha agung, kapindho mring utusan, kangjeng nabi nayakengrat kang rinasul, sayekti wajib ngagesang, yen lali yekti niwasi pupuh Pangkur bait 94. 95. Nawa dasa catur aja, lamun mangsah puja tan asusuci, yen ana sihe hyang agung, wahya mring wahyunira, dimen laju dulu suci suka dulu, yen carobo iku nulak, wurun ging wahyu niwasi pupuh Pangkur bait 95. Terjemahan: 92. Kesembilan puluh satu, janganlah apabila hendak tidur membersihkan diri lebih dahulu, sungguh memalukan. Diwaktu tidur segala yang kau miliki adalah pemberian Tuhan. yaitu pemberian roh, jasad, peraasaan, indra penciuman. Jika semua tadi diambil Nya tentu menyengsarakan. 93. Kesembilan puluh dua, janganlah di dalam tidur memikirkan bagaimana dunia ini, sebab ini merupakan larangan ilmu. Jasad atau badan yang mempunyai tugas sendiri tidak diwajibkan oleh Gusti Allah untuk memikulnya. Sebenarnya Allah hanya memerintah saja, kalau tidak akan menuai kesalahan. 94. Kesembilan puluh tiga, janganlah sewaktu bangun lupa menyembah kepada Allah Yang Maha Agung, kepada kedua utusan Nya, Kanjeng Nabi yang diutus, sesungguhnya hal ini menjadi kewajiban semua orang hidup. Jika lupa akan sengasara. 95. Kesembilan puluh empat, jangan lupa ke tempat air untuk membersihkan diri, jika ada kasih sayang dan anugerah Allah yang tertuju kepadamu biarlah menuju kearahmu. Sebab Dia senang melihat orang yang bersih suci. Jika ceroboh tentu tak berkenan, wahyu menjadi murung dan membuat cela padamu. Berdasarkan kutipan tersebut memberi makna bahwa sebagai makhluk ciptaan Tuhan, sudah seharusnya mensyukuri nikmat dan anugerah yang telah 82 diberikan Tuhan kepada kita dengan cara-cara yang dianjurkan dalam beragama misalnya beribadah. Selain itu kita harus dapat menjaga menjaga nikmat tersebut dengan cara yang terbaik dan bisa dilakukan setiap manusia seperti membersihkan diri sebelum tidur.

4.2.3 Ketidaktulusan Perkataan Manusia