BAHAN AJAR DIKLAT CALON PANITERA PENGGANTI LINGKUNGAN PERADILAN UMUM | 244
Prosedur penerimaan permohonan grasi
: Permohonan grasi diajukan kepada Presiden oleh Terpidana atau keluarganya atas
persetujuan Terpidana. Salinan permohonan grasi disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut.
Pengadilan Negeri dalam waktu 20 hari sejak diterimanya Salinan Permohonan Grasi mengirimkan Salinan Permohonan Grasi berikut berkas perkaranya ke Mahkamah
Agung.
2. Pihak yang terkait dalam perkara pidana serta tugas dan tanggung jawab masing-
masing
Pihak-pihak yang terkait dalam perkara pidana umum adalah Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Lembaga Pemasyarakatan dan AdvokatPenasihat Hukum.
Kepolisian
diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI. Sesuai Pasal 13 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tersebut kepolisian mempunyai tugas pokok
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk melaksanakan tugas
pokoknya tersebut, kepolisian memiliki kewenangan khusus sebagai penyidik yang secara umum diatur dalam Pasal 15 dan 16 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 dan Pasal 5-7 KUHAP.
Sebagai subsistem peradilan pidana, fungsi kepolisian ada ada dua, yaitu sebagai penyelidik dan sebagai penyidik. Kewenangan penyelidik diatur dalam Pasal 5 KUHAP dan sebagai penyidik
kewenangannya diatur dalam Pasal 6 KUHAP dan seterusnya. Secara garis besar, kewenangan penyidik dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Melakukan penyidikan tindak pidana umum 2. Penyidikan tambahan
3. Berperan sebagai koordinator dan pengawas penyidik PPNS
Kejaksaan
mempunyai tugas dan wewenang dibidang pidana terkait dengan penegakan hukum pidana umum sebagaimana diatur Pasal 14 KUHAP, yaitu :
BAHAN AJAR DIKLAT CALON PANITERA PENGGANTI LINGKUNGAN PERADILAN UMUM | 245
1. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu;
2. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat 3 dan ayat 4, dengan memberi petunjuk
dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik; 3. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan
dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik; 4. Membuat surat dakwaan;
5. Melimpahkan perkara ke pengadilan; 6. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu
perkara disidangkan yang disertai surat panggilan baik kepada terdakwa maupun kepada saksi untuk datang pada sidang yang telah ditentukan;
7. Melakukan penuntutan; 8. Menutup perkara demi kepentingan hukum;
9. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini;
10. Melaksanakan penetapan hakim.
Pengadilan
sebagai subsistem peradilan pidana mengacu pada Pasal 24 ayat 2 UUD Negara RI 1945 dan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 1 ayat 1
Undang-undang tersebut memberi definisi tentang kekuasaan kehakiman sebagai berikut: “Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara RI tahun 1945, demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia.”
Selanjutnya, Undang-undang No. 2 tahun 1986 sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang No. 8 tahun 2004 dan terakhir dengan Undang-undang No. 49 tahun 2009, dalam Pasal
50 ditegaskan bahwa Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan
BAHAN AJAR DIKLAT CALON PANITERA PENGGANTI LINGKUNGAN PERADILAN UMUM | 246
menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata pada tingkat pertama. Dan dalam Pasal 51 Undang-undang No. 49 tahun 2009 ditegaskan bahwa Pengadilan Tinggi berwenang mengadili
perkara pidana dalam tingkat banding. Mahkamah Agung sebagai puncak badan berwenang memutus perkara pidana dalam tingkat kasasi dan peninjauan kembali Undang-undang No. 14
tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 3 tahun 2009.
Lembaga Pemasyarakatan LAPAS : menurut ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No.
12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dinyatakan bahwa Lembaga Pemasyarakatan LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan.
Menurut Pasal 2 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995, sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya,
menyadari kesalahan, memperbaki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan
dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab. Menurut Pasal 3 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995, sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan warga
binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggungjawab.
Advokat
dalam fungsi penegakan hukum diakui oleh Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, yang menjadi landasan hukum penting bagi profesi Advokat sebagai salah satu
pilar penegak hukum. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tersebut, yang menyatakan bahwa Advokat berstatus penegak hukum, bebas dan mandiri
yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.
1. DOKUMEN-DOKUMEN YANG DIBUTUHKAN DALAM PERSIDANGAN PIDANA