BAHAN AJAR DIKLAT CALON PANITERA PENGGANTI LINGKUNGAN PERADILAN UMUM | 199
Hadirnya Undang-Undang No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik UU KIP merupakan tonggak penting bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Sebagai sebuah
bentuk freedom of information act, undang-undang ini mengatur pemenuhan kebutuhan informasi yang terkait dengan kepentingan publik. Kehadiran UU KIP sekaligus memberikan
penegasan bahwa keterbukaan informasi publik bukan saja merupakan bagian dari hak asasi manusia secara universal namun juga merupakan constitutional rights sebagaimana dinyatakan
dalam Pasal 28F perubahan kedua UUD 1945. Praktisnya, informasi merupakan alat penting bagi pejabat publik untuk membuat pengawasan.
Hak untuk mendapat informasi juga merupakan dasar perkembangan sosial maupun pribadi. Dalam masyarakat yang demokratis, hak untuk mendapat informasi sangat fundamental dalam
menjunjung kedaulatan, karena memberikan kesempatan bagi setiap warga negara untuk memantau para pejabatnya dan mendorong partisipasi populer dalam pemerintahan memajukan
tujuan untuk pemerintahan yang transparan, efektif, efisien dan bertanggungjawab.
1. TUJUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM PENEGAKAN HUKUM
Bagi proses penegakan hukum, hadirnya UU KIP diharapkan dapat mendorong iklim keterbukaan yang luas pada sistem hukum. Keterbukaan informasi publik diyakini dapat menjadi
sarana penting untuk mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan, pelayanan, dan penegakan hukum, termasuk diantaranya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme
KKN. Keterbukaan informasi memberi peluang bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam berbagai penegakan hukum. Masyarakat dapat mempertanyakan efektivitas pengelolaan
anggaran, pelaksanaan program, bahkan mengadukan dugaan-dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan aparat penegak hukum. Kondisi ini dapat mendorong terciptanya penegak hukum yang
bersih, berintegritas, dan melahirkan putusan-putusan berkeadilan karena penegak hukum
dituntut untuk menyediakan informasi yang lengkap mengenai apa yang dikerjakannya secara terbuka, transparan dan akuntabel.
Keterbukaan informasi dalam penegakan hukum di Indonesia setidaknya memiliki empat tujuan, yaitu:
a. Perwujudan dari Hak Asasi Manusia
BAHAN AJAR DIKLAT CALON PANITERA PENGGANTI LINGKUNGAN PERADILAN UMUM | 200
Hak untuk mengakses informasi, termasuk informasi pengadilan, adalah salah satu hak yang dijamin dalam International Covenant on Civil and Political Rights Pasal 19 yang
telah diratifikasi melalui UU No. 12 Tahun 2005.
b. Bentuk Akuntabilitas Penegak Hukum
Penegakan hukum yang independen bukan tanpa batas. Ia dibatasi oleh berbagai prinsip, termasuk prinsip keterbukaan sebagai sarana mendorong akuntabilitas. “Openness
ensures that when judges sit at trial, [they also] stand on trial ” Aharon Barak.
c. Sarana Pendidikan Publik serta Pengembangan Hukum
Keterbukaan informasi dapat menjadi sarana pendidikan dan pengembangan hukum. Tentunya jika keterbukaan ini dimanfaatkan oleh stakeholders penegak hukum untuk
mengkritisi dan mendiskusikan putusan-putusan dari sistem hukum termasuk kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.
d. Meningkatkan Kepercayaan Pengadilan
Secara tidak langsung keterbukaan dalam penegakan hukum akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan dan pelaksanaan keadilan
administration of justice. Secara fungsional, institusi penegak hukum harus mengubah dasar kinerja para pejabat
publiknya. Dengan adanya hak untuk mendapat informasi, seluruh informasi yang dimiliki, diterima, dikelola dan dikeluarkan oleh pejabat publik kini menjadi subyek utama untuk
pengungkapan, kecuali kerahasiaan bisa dijustifikasi dengan alasan pemberian informasi dapat merugikan kepentingan yang dilindungi secara hukum, dan resiko ini melebihi kepentingan
publik untuk mendapatkan transparansi. Melalui undang-undang ini pejabat dan penegak hukum akan bersikap lebih bertanggungjawab apabila aktifitas mereka merupakan subyek pengamatan
publik. Maka, hak untuk mendapat informasi merupakan cara yang efektif, tidak hanya dalam melawan korupsi dan pelanggaran HAM, tapi juga melawan sistem yang tidak efisien.
2. KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI MA RI