Tabel 2.3 Aktifitas FisikKegiatan Olahraga No. Aktivitas
Kebugaran Aerobik 1
Senam
Sangat baik
2 Bulutangkis
Sangat baik
3
Basket
Sangat baik
4 Binaraga
Minimal
5 Bowling
Minimal
6
Bersepeda
Sangat baik
7 Golf 18 hole
Minimal
8 Jogginglari
Sangat baik
9
Beladiri
Baik
10 Sepak takraw
Baik
11
Sepak bola Sangat baik
12
Berenang Sangat baik
13
Tenes meja Baik
14
Tenes Baik
15
Bola volley Baik
16
Berjalan Baik
Catatan: Kebugaran aerobik : kebugaran dari paru, jantung dan peredaran darah. Kebiasaan berolahraga tersebut dilakukan 3-5 kali seminggu.
Sumber : Giam.C.K, Teh.K.C. Ilmu Kedokteran Olahraga, Binarupa Aksara, Jakarta,1996
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa olahraga yang sangat baik untuk pernapasan adalah senam, bulu tangkis, basket, bersepeda, jogging,
sepak bola dan renang. Di negara berkembang seperti Indonesia, senam dan jogging merupakan pilihan paling tepat karena jauh lebih murah, mudah
dan berguna untuk memperkuat otot pernapasan.
b. Frekuensi olahraga Frekuensi olahraga adalah berapa kali seminggu olahraga dilakukan
agar memberi efek latihan. Berbagai penelitian menunjukan frekuensi latihan minimal 3 kali seminggu pada hari yang bergantian artinya selang
sehari. Hal tersebut dikarenakan karena tubuh memerlukan pemulihan selesai berolahraga sehingga otot dan persendian diberi kesempatan untuk
memulihkan diri. Dalam penelitian Cooper 1994 pernah menganjurkan untuk melakukan olahraga setiap hari, namun setelah ia melakukan
pengamatan yang cukup lama ia kembali berkesimpulan bahwa olahraga 3 kali seminggu sudah cukup. Olahraga yang dilakukan melebihi 5 kali
seminggu akan menimbulkan berbagai komplikasi baik secara psikologis maupun fisiologis Ambarkati, 2012.
c. Durasi olahraga Ada beberapa rekomendasi yang dianjurkan lamanya olahraga :
ACSM American Collegeof Sports Medicine menganjurkan 20-60 menit perhari. Eropa menganjurkan 3-4 hari tiap minggu selama 30 menit dengan
50-80 denyut nadi maksimal atau tiap hari dalam seminggu selama 30 menit dengan denyut nadi maksimal kurang dari 50 Sugenghartono,
2012.
Dalam hal ini penulis menggunakan standar durasi olahraga menurut standar ACSM yaitu selama 20-60 menit setiap kali olahraga.
7. Status gizi
Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan zat-zat gizi. Indeks standar yang sekarang dipakai untuk menilai
perkembangan gizi adalah Berat Badan BB terhadap Tinggi Badan TB yang ditinjau dari penggunaannya lebih mudah dan praktis serta tetap
mempunyai dasar ilmiahnya atas dasar penelitian Puslitbang Gizi Departemen Kesehatan. Dalam hal ini status gizi dapat dibedakan menjadi: status gizi
kurang, status gizi baiknormal dan status gizi lebih. Cara melakukan
penggolongan tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Berat Minimal dan Berat Maksimal untuk ukuran tinggi badan tertentu merupakan batas badan terendah dan tertinggi untuk ukuran tinggi badan
tersebut. Bila berat badan dalam batas-batas tersebut maka anak dinyatakan mempunyai gizi baiknormal.
b.
Bila untuk tinggi badan tertentu mempunyai berat badan yang kurang dari berat badan minimal maka dinyatakan gizi kurang.
c.
Bila tinggi badan tertentu mempunyai berat badan yang melebihi berat maksimal maka dinyatakan gizi lebih.
Keadaan kesehatan tersebut pada suatu waktu tertentu dapat ditentukan dengan Indeks Masa Tubuh IMT. Indeks Masa Tubuh untuk
orang Indosnesia adalah sebagai berikut:
Tabel 2.4 Batas Ambang IMT orang Indonesia Keadaaan
Kategori IMT
Kurus
Kekurangan berat badan tingkat berat Kekurangan berat badan tingkat ringan
17,0 17,0
– 18,4
Normal
18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan
Kelebihan badan tingkat berat 25,1
– 27,0 27,0
Sumber: Pedoman Usaha Kesehatan Sekolah Dep Kes RI 2002
Rumus untuk mengetahui IMT
IMT = Berat Badan Kg
Tinggi Badan
2
m Status gizi seseorang dapat mempengaruhi kapasitas vital paru. Orang
kurus tinggi biasanya memiliki kapasitasnya lebih dari orang gemuk pendek, status gizi yang berlebihan dengan adanya timbunan lemak dapat menurunkan
compliance dinding dada dan paru sehingga ventilasi paru akan terganggu akibatnya kapasitas vital paru akan menurun Nyoman, 2001. Dengan
kesimpulan bahwa orang kurus dan gemuk lebih beresiko terkena gangguan kapasitas vital paru dibandingkan dengan orang yang memiliki IMT normal.
Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa status gizi ternyata berhubungan dengan gangguan fungsi paru. Diantaranya penelitian Budiono
2007 pada pekerja pada pengecatan mobil menunjukkan ada hubungan antara status gizi dengan kapasitas vital paru.
8. Riwayat Penyakit
Dalam beberapa penelitian diperoleh hasil bahwa seseorang yang mempunyai riwayat menderita penyakit paru berhubungan secara bermakna
dengan terjadinya gangguan fungsi paru Bannet,1997. Dari hasil penelitian Sudjono 2002 dan Nugraheni 2004 dalam Irwan Budiono 2007 diperoleh
hasil bahwa pekerja yang mempunyai riwayat penyakit paru mempunyai risiko 2 kali lebih besar untuk mengalami gangguan fungsi paru. Sedangkan
penelitian Budiono 2007 menyebutkan terdapat hubungan antara orang yang memiliki riwayat penyakit paru dengan kapasitas vital paru.
Riwayat penyakit sangat penting diketahui dan dinilai untuk mengetahui apakah suatu penyakit berhubungan erat dengan pekerjaan. Guna
mengetahui kondisi fisik pekerja, diperlukan anamnesis secara umum dan khusus serta pemeriksaan jasmani secara umum dan khusus. Berbagai macam
penyakit khususnya yang menyerang pernapasan seperti asma sesak nafas, bronkitis kronik batuk berdahak, pneumonia paru-paru basah , dan fibrosis
paru-paru mengakibatkan berkurangnya daya kembang paru-paru serta terhambatnya jalur difusi gas Danusantoso, 2000 dalam Aurorina, 2003.
Apabila pekerja mempunyai riwayat penyakit lampau yang berhubungan
dengan pernapasan, maka kemungkinan penyakit tersebut akan timbul kembali atau bahkan penyakit tersebut sudah menimbulkan kecacatan pada
paru. Seseorang yang pernah mengidap penyakit paru cenderung akan
mengurangi ventilasi perfusi sehingga alveolus akan terlalu sedikit mengalami pertukaran udara. Akibatnya akan menurunkan kadar oksigen dalam darah.
Banyak ahli berkeyakinan bahwa penyakit emfisema kronik, pneumonia, asma bronkiale, tuberkulosis TBCflek paru dan sianosis akan memperberat
kejadian gangguan fungsi paru pada pekerja yang terpapar oleh debu organik dan anorganik Price,1995.
9. Paparan Kadar Debu Total
Debu yang dihasilkan dari aktivitas percetakan digolongkan sebagai penyebab langsung dari terjadinya penurunan kapasitas vital paru. Partikel
debu sebagai paparan utama dalam aktivitas percetakan tersebut untuk dapat menyebabkan terjadinya penurunan kapasitas vital paru dipengaruhi oleh tiga
hal, yaitu:
a. Kadar debu dalam udara
b. Dosis paparan kumulatif penjumlahan kadar dalam udara dan lamanya
paparan c. Waktu tinggal atau lamanya partikel berada dalam paru