Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Kapasitas Vital Paru

frekuensi dan durasi olahraga yang dilakukan. Dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.6. Peneliti berasumsi bahwa lebih banyaknya pekerja yang tidak melakukan olahraga mungkin disebabkan oleh kesibukan yang dijalani atau mungkin juga disebabkan rasa malas yang timbul karena sudah merasa lelah dengan pekerjaan yang dilakukan. Padahal menurut Sahab 1997 Faal paru dan olahraga mempunyai hubungan yang timbal balik, gangguan faal paru dapat mempengaruhi kemampuan olahraga. Sebaliknya, latihan fisik yang teratur atau olahraga dapat meningkatkan faal paru. Seseorang yang aktif dalam latihan akan mempunyai kapasitas aerobik yang lebih besar dan kebugaran yang lebih tinggi serta kapasitas paru yang meningkat. Oleh karena itu disarankan kepada pekerja untuk lebih rajin dalam berolahraga untuk menjaga agar tubuh dalam kondisi bugar dan nilai kapasitas vital paru KVP dalam kondisi normal.

e. Hubungan antara Status Gizi dengan Kapasitas Vital Paru

Status gizi seseorang dapat mempengaruhi kapasitas vital paru. Orang kurus tinggi biasanya memiliki kapasitasnya lebih dari orang gemuk pendek, status gizi yang berlebihan dengan adanya timbunan lemak dapat menurunkan compliance dinding dada dan paru sehingga ventilasi paru akan terganggu akibatnya kapasitas vital paru akan menurun Nyoman, 2001. Dengan kesimpulan bahwa orang kurus dan gemuk lebih beresiko terkena gangguan kapasitas vital paru dibandingkan dengan orang yang memiliki IMT normal. Dalam penelitian ini, hasil distribusi frekuensi status gizi pekerja menggambarkan bahwa pekerja yang tidak beresiko lebih banyak dibandingkan dengan pekrja yang beresiko. Hasil dari analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kapasitas vital paru pekerja di industri percetakan Mega Mall Ciputat tahun 2013. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Budiono 2007 pada pekerja pada pengecatan mobil yang menunjukkan ada hubungan antara status gizi dengan kapasitas vital paru. Dalam hal ini peneliti berkesimpulan bahwa kondisi status gizi pekerja percetakan di kawasan Mega Mall Ciputat tidak beresiko. Meskipun demikian, pekerja dengan status gizi tidak beresiko namun memiliki kebiasaan merokok, akan mempercepat penurunan faal paru Depkes RI, 2003. Hal ini sejalan dengan pernyataan Suyono 2001 bahwa merokok lebih merendahkan kapasitas vital paru dibandingkan beberapa bahaya kesehatan akibat kerja. Hal ini didukung pula oleh analisis lebih lanjut terhadap pekerja yang mengalami gangguan KVP dan status gizi tidak beresiko ternyata semuaya adalah perokok, berarti kebiasaan merokok memberi kontribusi terhadap penurunan KVP.

f. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kapasitas Vital Paru

Dalam penelitian ini, hasil analisis univariat menggambarkan bahwa pekerja dengan jenis kelamin laki – laki lebih banyak dibandingkan dengan pekerja dengan jenis kelamin perempuan. Sedangkan hasil analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kapasitas vital paru pekerja di industri percetakan Mega Mall Ciputat tahun 2013. Hal tersebut tidak sejalan dengan penelitian Yulaekah 2007 tentang paparan debu terhirup dan gangguan fungsi paru pada pekerja industri batu kapur kabupaten grobogan, yang mengatakan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan kapasitas vital paru pada pekerja. Volume paru pria dan wanita terdapat perbedaan bahwa kapasitas paru total kapasitas inspirasi dan kapasitas residu fungsional, pria adalah 6,0 liter dan wanita 4,2 liter Antarudin,2002. Dalam penelitian ini dapat dijelaskan bahwa terdapat variabel lain yang berpengaruh secara langsung dengan terjadinya gangguan kapasitas vital paru, yaitu kebiasaan olahraga. Kebiasaan olah raga dapat membantu meningkatkan fungsi paru. Individu yang mempunyai kebiasaan olah raga memiliki tingkat kesegaran jasmani yang baik Pekerja yang mempunyai tingkat kesegaran jasmani yang baik, dapat menjadi faktor protektif terhadap penurunan fungsi paru. Sebagian besar pekerja yang berjenis