Pengelolaan Taman Nasional Kayan Mentarang

menyebutkan bahwa jenis tumbuhan pangan sebagai sumber karbohidrat merupakan spesies tumbuhan yang mengandung zat tepung atau zat gula yang digunakan sebagai cadangan makanan. Karbohidrat merupakan sumber energi utama dalam suatau makanan untuk manusia. Beberapa spesies tumbuhan yang merupakan sumber karbohidrat diantaranya adalah sagu Metroxylon sp., aren Arenga pinnata, dan lain-lain yang merupakan jenis palem berkarbohidrat, kemudian ubi jalar Ipomea batatas, singkong Manihot utillisima, dan sebagainya yang merupakan umbi berkarbohidrat.

2.4 Taman Nasional Kayan Mentarang

Taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi dan memiliki fungsi perlindungan, penelitian, pendidikan menunjang budidaya, pariwisata, rekreasi, dan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya hayati dan ekosistemnya UU No. 5 tahun 1990.

2.4.1 Pengelolaan Taman Nasional Kayan Mentarang

Menurut SK Menhut No.631Kpts-II1996 ditetapkan bahwa adanya perubahan fungsi dan penunjukkan Cagar Alam Kayan Mentarang yang terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Bulungan, Provinsi daerah tingkat I Kalimantan Timur seluas ± 1.360.500 ha menjadi taman nasional dengan nama Taman Nasional Kayan Mentarang mengingat di beberapa daerah di dalam Cagar Alam Kayan Mentarang merupakan tempat kehidupan masyarakat tradisional etnis Dayak dan masyarakat tersebut sangat bergantung pada hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya Rahmania et al. 2011. Pada tahun 2002 Pemerintah menetapkan bahwa pengelolaan Taman Nasional Kayan Mentarang harus dilaksanakan dengan sistem pengelolaan kolaboratif melalui SK Menhut 1214Kpts-II2002. Hal tersebut dikarenakan kegiatan konservasi harus dilakukan secara bersama-sama dengan berbagai pihak serta melihat bahwa masyarakat adat Dayak di dalam dan sekitar kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap hutan dan mengelola kawasan hutan adat sesuai dengan kearifan tradisional. Kegiatan pengelolaan kolaboratif di Taman Nasional Kayan Mentarang berbasiskan masyarakat yang melibatkan banyak pihak dengan prinsip berbagi tanggung jawab, manfaat dan peranan dan didasari oleh Rencana Pengelolaan Taman Nasional Kayan Mentarang RPTNKM Rahmania et al. 2011. Pengelolaan kolaboratif di TNKM didasarkan pada i TN tidak dapat dilindungi dan dikelola tanpa dukungan aktif masyarakat adat, ii Memastikan bahwa manfaat kawasan taman nasional dapat dimanfaatkan secara lestari yang merupakan sumber identitas budaya dan penghidupan masyarakat, iii Mengembangkan alternatif ekonomi berbasis konservasi untuk masyarakat dan pemerintah setempat WWF 2010a. Gambar 2 Mekanisme pengelolaan kolaboratif Taman Nasional Kayan Mentarang. Dalam melaksanakan pengelolaan yang kolaboratif, TNKM memiliki beberapa mitra kerja diantaranya Pemerintah Daerah Kabupaten Malinau dan Nunukan, WWF Project Kayan Mentarang, FoMMA Forum Musyawarah Masyarakat Adat, perguruan tinggi, dan BPTU Badan Pengelola Tana’ Ulen. Forum Musyawarah Masyarakat Adat FoMMA merupakan organisasi masyarakat adat yang didirikan oleh lembaga-lembaga adat yang berada di TNKM. Lembaga-lembaga adat tersebut antara lain berada di wilayah adat Hulu Bahau, Pujungan, Mentarang, Lumbis, Tubu, Krayan Hulu, Krayan Hilir, Krayan Tengah, Krayan Darat, dan Apo Kayan sekarang wilayah adat Kayan Hulu dan wilayah adat Kayan Hilir. Badan Pengelola Tana’ Ulen BPTU adalah pelaksana operasional yang merupakan partner TNKM dalam mengelola kawasan konservasi. Lembaga ini didirikan masyarakat adat setempat dalam mengelola sumberdaya hutan secara berkelanjutan Rahmania et al. 2011. Tabel 1 Hasil kesepakatan zonasi TNKM Kategori Zona Kriteria dan Indikator Arahan Pengelolaan Zona Inti Publik Zona yang mewakili tipe ekosistem khas, homerange bagi key-stones species, jauh dari jangkauan masyarakat dan perlindungan kawasan“water catchment” hulu beberapa sungai besar dan pengaturan tata air. a Perlindungan dan pengamanan, Penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan. b Dikelola langsung oleh Balai TNKM Zona Rimba Adat Zona rimba merupakan zona perlindungan atau penyangga dan pengamanan fungsi zona inti. a Pengembangan konservasi lintas batas; pemanfaatan gaharu oleh masyarakat lokal b Dikelola oleh BTNKM dan Masyarakat adat Zona Tradisional Adat Zona yang ditetapkan untuk kepentingan pengelolaan dan pemanfaatan oleh masyarakat adat yang karena kesejarahan telah mengelola kawasan tersebut serta masih mempunyai ketergantungan dengan sumberdaya alam. a Penelitian, pengembangan, dan pendidikan; Ekowisata; pemanfaatan dan usaha SDA oleh masyarakat lokal; bahan bangunan dan transportasi oleh masyarakat lokal; budidaya dan pembinaan habitat; berburu b Dikelola oleh BTNKM dan Masyarakat adat Zona khusus Multi stakeholders Zona dimana telah terjadi pemanfaatan sumberdaya atau telah didiami sejak sebelum ditetapkan sebagai taman nasional, serta merupakan pusat pertumbuhan ekonomi masyarakat maupun pemukiman penduduk a Ekowisata; pemukiman dan bekas pemukiman; pertanian budidaya berbasismasyarakat; infrastruktur komunikasi, pendidikan, dan transportasi. b Dikelola oleh BTNKM, Pemda dan Masyarakat adat Sumber: WWF 2010c Salah satu permasalahan yang dihadapi TNKM adalah mengenai kejelasan tata batas taman nasional. Pada tahun 2009 proses tata batas TNKM telah disepakati dan disetujui oleh pihak TNKM dan delapan wilayah adat sehingga diperoleh perkembangan proses tata batas TNKM dari tahun 1999 hingga 2008 WWF 2010b. Berdasarkan WWF 2010c, sebagai tindakan lanjutan RPTN Kayan Mentarang, FoMMA bersama WWF Indonesia menyusun pedoman dan perencanaan tata ruang wilayah adat. Pada bulan September 2009, usulan zonasi berbasis pemahaman dan kearifan masyarakat adat telah diajukan kepada BTNKM berdasarkan rekomendasi masyarakat adat dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.56Menhut-II2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. Berdasarkan keputusan tersebut, dihasilkan kriteria dan indikatr zonasi TNKM antara lain: 1 Areal “publik” yaitu zona inti; 2 Areal “adat” yaitu zona rimba, zona pemanfaatan dan zona tradisional; dan 3 Areal “multi-stakeholders” yakni zona khusus Tabel 1.

2.4.2 Peran masyarakat