Budaya bersawah merupakan budaya baru setelah berladang. Menurut Uluk et al. 2001, membuat sawah merupakan pola perkembangan baru. Sejak Kepala
Adat  Besar  Bahau  Hulu,  Apuy  Njau,  ayah  dari  Kepala  Adat  Besar  Bahau  Hulu sekarang  Anyie  Apuy  pada  zaman  Belanda  pulang  dari  Jawa  kira-kira  pada
tahun  1925-an  beliau  mengajarkan  cara  membuat  sawah  di  wilayah  Adat  Bahau Hulu sehingga perkembangannya makin banyak. Masyarakat percaya bahwa hasil
padi  sawah  lebih  baik.  Sawah  dapat  dikerjakan  lebih  dari  sepuluh  tahun,  namun beberapa  orang  selain  memiliki  sawah  juga  mengerjakan  ladang  agar  padi  yang
dihasilkan pun makin banyak dan bervariasi.
5.4.1.4 Pengelolaan tumbuhan pangan
Suku Dayak Kenyah melindungi dan mengelola hutan dengan keterampilan dan  pengetahuan  lokal  yang  dimiliki  Uluk  et  al.  2001.  Dalam  melindungi  dan
mengelola hutannya, Suku Dayak memiliki keterampilan tersendiri yang diajarkan turun-temurun.  Orang  Dayak  melindungi  sebagian  besar  hutannya  untuk  tempat
berburu dan mencari hasil hutan lainnya, tidak semua bagian hutan ditebang untuk dibuat  ladang.  Pengelolaan  hutan  dilakukan  dengan  hukum  adat  Uluk  et  al.
2001.  Dalam  berladang,  saat  membuka  hutan  tidak  boleh  sembarangan. Pembukaan  hutan  harus  dilakukan  secara  musyawarah.  Dalam  hal  pembakaran
lahan  untuk  menggarap  ladang,  dilakukan  dengan  berlawanan  arah  angin  agar tidak  menimbulkan  kebakaran  hutan  yang  besar.  Hal  ini  dilakukan  secara
tradisional  dan  turun  temurun  Uluk  et  al.  2001.  Dalam  hal  mengambil  hasil hutan  lainnya  pun  seperti  bahan  pangan  dan  bahan  lainnya,  diperlukan  adanya
upacara adat terlebih dahulu. Akan tetapi dengan adanya pengaruh agama masuk, maka kepercayaan ini pun surut.
Suku  Dayak  Kenyah  dalam  mengelola  hutan  telah  dijelaskan,  akan  tetapi dalam  mengelola  tumbuhan  pangan  yang  dihasilkan  dari  budidaya  kurang  baik
karena  kebanyakan  dari  hasil  budidaya  yang  dimiliki  seperti  dari  ladang,  sawah, ataupun kebun hanya dinikmati sendiri. Hal ini terjadi karena setiap KK memiliki
lahannya  masing-masing  sehingga  tidak  perlu  ada  kegiatan  jual-beli.  Berbeda dengan Suku Dayak Kenyah di Desa Long Kemuat yang merupakan tetangga dari
Desa  Long  Alango  bahwa  mereka  sering  menjual  hasil  panennya  seperti  sayur-
sayuran ke desa-desa terdekat untuk menambah pendapatan. Sama halnya dengan Desa Long Tebulo yang juga merupakan tetangga dari Desa Long Alango, bahwa
masyarakatnya  sering  menjual  bekkai  ke  desa-desa  atau  bahkan  ke  pendatang untuk menambah pendapatan karena potensi tumbuhan  bekkai terbanyak di Desa
Long Tebulo. Untuk pengelolaan lanjut pada tumbuhan buah-buahan juga hanya dinikmati
sendiri tanpa adanya penjualan sehingga buah hanya dibiarkan matang dan busuk begitu  saja.  Hal  ini  sangat  disayangkan  karena  potensi  buah-buahan  lokal  di  TN
Kayan  Mentarang  sangat  melimpah  sehingga  perlu  dilakukannya  pengelolaan lebih lanjut dalam jual-beli buah-buahan lokal Kalimantan.
Berdasarkan  hasil  pengamatan  langsung  di  lapangan,  Suku  Dayak  Kenyah menanam  bermacam  spesies padi  dengan beragam  varietas  yang bertujuan untuk
memperkaya spesies padi  yang dimakan dan agar tidak menimbulkan kebosanan dalam memakan nasi yang ada. Berbagai spesies padi yang dipanen pun disimpan
di  dalam  lumbung  Gambar  28.  Setiap  KK  memiliki  satu  lumbung  yang  dapat menyimpan  hingga  lebih  dari  dua  karung  beras  sehingga  Suku  Dayak  Kenyah
tidak kekurangan bahan pangan saat musim paceklik.
Gambar 27  Lumbung padi Suku Dayak Kenyah. Beberapa  spesies  padi  yang  ditemukan  dalam  penelitian,  terdapat  spesies
yang  teksturnya  pulen  dan  rasanya  enak.  Spesies  tersebut  adalah pa’dai  adan
merah  dan pa’dai  adan  putih  yang  ditanam  di  sawah  serta  pa’dai  adan  hitam,
pa’dai adan tinggi, pa’dai adan rendah  yang ditanam di ladang. Terdapat pula satu spesies padi yang unik bernama
pa’dai apuy layeang. Padi ini dibawa orang dari luar daerah untuk dibudidayakan di Desa Long Alango. Oleh karena mereka
tidak  mengetahui  nama  lokal  padi  tersebut,  maka  sang  pembawa  padi  pertama itulah yang dijadikan nama spesies tersebut nama pembawa padi tersebut adalah
“Apuy Layeang”. Padi ini hanya untuk dikonsumsi sendiri, kecuali jika terdapat pendatang  yang  ingin  membeli  beras  dari  masyarakat  lokal,  maka  akan  dijual
produk tersebut. Hal ini sangat disayangkan karena spesies padi lokal yang ada di Kalimantan  khususnya  yang  dibudidayakan  Suku  Dayak  Kenyah  ini  berpotensi
untuk  dikembangkan  dalam  rangka  ketahanan  dan  kedaulatan  pangan  tingkat nasional agar pemerintah tidak perlu lagi mengimpor beras.
5.4.1.5 Produk pangan lokal unggulan