Hasil pengujian hipotesis tersebut menunjukkan niai asymptotic significance
asymp.sig sebesar 0,009 kurang dari alfa α = 0,01 maka
dapat disimpulkan hasil pengujian hipotesis 2 tersebut H
a2
diterima dan terdapat hubungan positif tingkat keteraksanaan pembelajaran kontekstual
dengan integritas pribadi. Untuk koefisien korelasi antara pembelajaran kontekstual terhadap integritas pribadi menunjukkan angka + 0,143.
Arah positif + memiliki arti bahwa semakin tinggi tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual maka semakin tinggi pula
integritas pribadi yang dimiliki peserta didik. Angka 0,143 menunjukkan korelasi antara keduanya adalah sangat lemah karena berada di 0,00-
0,199. Dengan demikian kesimpulan yang menyatakan bahwa hubungan
tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dengan integritas pribadi dengan kategori sangat lemah dapat digeneralisasikan pada populasi
penelitian ini. c. Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi
akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan minat belajar H
03
: Tidak ada positif hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran
kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan minat belajar
H
a3
: Ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran
kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan minat belajar.
Tabel 5.14 Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran
Kontekstual Pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006 Dengan Minat Belajar
Correlations
Kontekstual Minat
Spearmans rho
Kontekstual Correlation Coefficient 1.000
.503 Sig. 1-tailed
. .000
N 275
275 Minat
Correlation Coefficient .503
1.000 Sig. 1-tailed
.000 .
N 275
275 . Correlation is significant at the 0.01 level 1-tailed.
Hasil pengujian hipotesis tersebut menunjukkan niai asymptotic significance
asymp.sig sebesar 0,000 kurang dari alfa α = 0,01 maka
dapat disimpulkan hasil pengujian hipotesis 3 tersebut H
a3
diterima dan terdapat hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual
dengan minat belajar. Untuk koefisien korelasi antara pembelajaran kontekstual terhadap minat belajar menunjukkan angka + 0,503. Arah
positif + memiliki arti bahwa semakin tinggi tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual maka semakin tinggi pula minat belajar peserta
didik. Angka 0,503 menunjukkan korelasi antara keduanya adalah cukup erat karena berada di 0,40-0,599.
Dengan demikian kesimpulan yang menyatakan bahwa hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dengan minat belajar
dengan kategori cukup dapat digeneralisasikan pada populasi penelitian ini.
D. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006 dengan Keterampilan Berkomunikasi
Berdasarkan hasil analisis data untuk menguji hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan
kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, diketahui bahwa memiliki hubungan positif dan berkorelasi kuat. Hasil ini berdasarkan
perhitungan hipotesis yaitu dengan korelasi Spearman ’s rho dengan nilai
asymp. Sig sebesar 0,000 kurang dari alfa α = 0,01. Sedangkan untuk
perhitungan koefisien korelasi menunjukkan angka + 0,614. Persepsi pesera didik tentang keterlaksanaan pembelajaran kontekstual
pada materi akuntansi menunjukkan bahwa nilai rata-rata mean = 120,4, nilai tengah median = 120, dan nilai modus = 110. Hal tersebut
menunjukkan sebagian besar peserta didik memiliki persepsi bahwa tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dalam materi akuntansi dengan
kategori tinggi. Sementara pada keterampilan berkomunikasi menunjukkan bahwa nilai rata-rata mean = 112,46, nilai tengah median = 113, dan
modus = 118. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar peserta didik memiliki keterampilan berkomunikasi dengan kategori tinggi. Dengan
demikian, nilai koefisien korelasi tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi dengan keterampilan berkomunikasi
menunjukkan derajat hubungan kedua variabel tersebut adalah positif dengan kategori kuat.
Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pembelajaran kontekstual dengan
keterampilan berkomunikasi dalam diri peserta didik. Hal ini sejalan dengan salah satu karakteristik pembelajaran kontekstual yang diutarakan oleh
Johnson dalam Komalasari, 2011:8 yaitu collaborating kerja sama. Di dalam karakteristik kerja sama tersebut peserta didik bekerja secara efektif di
dalam kelompok. Bekerja dalam kelompok dapat menjadi rangsangan yang baik untuk menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berkomunikasi
dalam diri peserta didik karena dalam pemecahan suatu persoalan kontekstual yang harus dipecahkan di dalam kelompok mereka dihadapkan dalam keadaan
untuk saling bertukar idegagasan, bertukar informasi baik dari segi teori maupun segi pengalaman yang pernah mereka alami, bertukar saran dan kritik
atas idegagasan sesama teman di dalam kelompok. Penyampaian komunikasi yang terampil jelas sangat memberikan dampak di dalam berjalannya kerja
kelompok yang baik, hal ini salah satunya dilandasi atas bagaimana peserta didik dapat mengungkapkan dan menyerap informasi yang ada.
Menurut teori tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual yang dikemukakan oleh Trianto dalam Hosnan, 2014: 269 maka langkah keempat
yaitu masyarakat belajar yang berjalan maksimal sehingga menyebabkan keeratan
hubungan pembelajaran
kontekstual dengan
keterampilan berkomunikasi memiliki hubungan yang kuat. Konsep masyarakat belajar
sendiri adalah hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain, teman, antar kelompok, sumber lain dan bukan hanya guru.
Sebaliknya jika
peserta didik
sudah memiliki
keterampilan berkomunikasi dengan baik, peserta didik tersebut akan dengan mudah
mengikuti proses pembelajaran yang diadakan oleh guru. Sebagai contoh jika guru meminta peserta didik untuk bekerja dalam suatu kelompok mengenai
materi pembelajaran, peserta didik akan dengan mudah saling bertukar idegagasan, bertukar informasi baik dari segi teori maupun segi pengalaman
yang pernah mereka alami, bertukar saran dan kritik atas idegagasan sesama teman di dalam kelompok untuk memecahkan suatu permasalahan yang telah
diberikan. Maka dapat disimpulkan bahwa pendapat Johnson dan Trianto sejalan dengan hasil penelitian, semakin tinggi tingkat keterlaksanaan
pembelajaran kontekstual maka semakin tinggi pula keterampilan berkomunikasi yang dimiliki peserta didik.
2. Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006 dengan Integritas Pribadi
Dari hasil analisis data untuk menguji hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006
dengan integritas pribadi, diketahui bahwa memiliki hubungan positif dengan keeratan korelasi sangat lemah. Hasil ini berdasarkan perhitungan hipotesis
yaitu dengan korelasi Spearman ’s rho dengan nilai asymp. Sig sebesar 0,009
kurang dari alfa α = 0,01. Sedangkan untuk perhitungan koefisien korelasi menunjukkan angka + 0,143.
Persepsi peserta didik tentang keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi menunjukkan bahwa nilai rata-rata mean = 120,4,
nilai tengah median = 120, dan nilai modus = 110. Hal tersebut menunjukkan sebagian besar peserta didik memiliki persepsi bahwa tingkat
keterlaksanan pembelajaran kontekstual dalam materi akuntansi dengan kategori tinggi. Sementara pada integritas pribadi menunjukkan bahwa nilai
rata-rata mean = 67,21, nilai tengah median = 68, modus = 73. Hal tersebut menunjukkan sebagian besar peserta didik memiliki integritas pribadi dengan
kategori sedang. Namun demikian, nilai koefisien korelasi tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi dengan
integritas pribadi menunjukkan derajat hubungan kedua variabel tersebut adalah positif dengan kategori sangat lemah.
Hubungan positif pada kategori sangat lemah bermakna hubungan tersebut tidak sensitif antar skor variabel. Hal ini ditunjukkan dengan
ketidakkonsistenan skor responden, hubungan yang kurang sensitif dikarenakan tidak semua responden secara konsisten menghasilkan skor yang
tinggi untuk kedua variabel. Sebagai contoh seorang responden memiliki skor tinggi untuk tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dan skor sedang
atau rendah untuk integritas pribadi, atau dengan kata lain skor-skor pada integritas pribadi tidak setinggi pada skor keterlaksanaan pembelajaran
kontekstual dan sebaliknya sehingga menyebabkan korelasi yang sangat lemah.
Hubungan sensitif terjadi pada saat semua responden secara konsisten menjawab setiap butir pernyataan kuesioner yang menghasilkan skor tinggi
untuk satu variabel dan skor tinggi untuk variabel lainnya sehingga korelasi kedua variabel tersebut menjadi kuat.
Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian ini sejalan dengan pandangan Lickona 20013:74, dimana terdapat komponen karakter-karakter
baik yaitu pengembangan nilai kejujuran pada diri peserta didik dimulai dari proses pemahaman tentang nilai-nilai kejujuran moral knowing, kemudian
mampu merasakan nilai-nilai kejujuran moral feeling, dan pada akhirnya akan melahirkan tindakanperbuatan jujur moral action. Salah satu materi
yang bisa dijadikan wahana dan sarana untuk mengajarkan nilai-nilai kejujuran adalah menyusun laporan keuangan. Materi ini melatih siswa untuk