33 lingkungan tersebut sesuai dengan kepentingannya. Adanya keragaman kondisi
geografis tiap wilayah memunculkan corak mata pencaharian, pola-pola pemukiman, tradisi, adat-istiadat, dan aspek kehidupan sosial lainnya.
www.plengdut.com201304kondisi geografis Indonesia. diakses pada tanggal 8 juli 2013, pukul 10:37 WIB.
2.4. Kemiskinan Nelayan.
Menurut Imron dalam Indra Fitri 2012:20, kemiskinan adalah suatu konsep yang cair, serba tidak pasti dan bersifat multidimensional. Disebut cair karena
kemiskinan dapat bermakna subjektif, tetapi juga bermakna objektif. Secara objektif bisa saja masyarakat tidak dikatakan miskin karena pendapatannya sudah berada
diatas batas garis kemiskinan, yang menurut ahli diukur menurut standar kebutuhan pokok berdasarkan atas kebutuhan beras dan gizi. Akan tetapi apa yang tampak
secara objektif tidak miskin itu, bisa saja dirasakan sebagai kemiskinan oleh pelakunya karena adanya perasaan tidak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya,
atau bahkan membandingkan dengan kondisi yang dialami oleh orang lain yang pendapatannya lebih tinggi dari dirinya Mulyadi 2005: 47.
Terdapat begitu beragam pengertian yang dikemukakan oleh para ahli tentang kemiskinan. Pada dasarnya kemiskinan merujuk pada suatu kondisi kekurangan harta
benda materi atau pemenuhan kebutuhan dalam rangka mempertahankan atau meningkatkan kesejahteraan hidup, suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah
atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Menurut Suparlan dalam Indra Fitri 2012:21,
25
Universitas Sumatera Utara
34 tingkat kesejahteraan hidup yang rendah dapat secara langsung tampak pengaruhnya
terhadap: 1.
Tingkat pemenuhan kebutuhan primer seperti kesehatan, makanan yang dikonsumsi, pakaian yang disandang, kondisi rumah yang dihuni, dan kondisi
pemukiman tempat tinggal. 2.
Tingkat atau bentuk pemenuhan kebutuhan sekunder untuk mengembangkan diri dalam kehidupan sosial yang lebih luas, yang mampu memperjuangkan
kepentingan sesama orang miskin untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. 3.
Secara tidak langsung tampak dalam kehidupan moral, etika, dan estetika, yang digunakan oleh mereka yang hidup dalam kondisi miskin sebagai
pedoman hidup, harapan dan harga diri yang mereka punya sebagaimana tercermin dalam sikap-sikap dan tindakan mereka Tjeptjep 2000: 25.
Pada masyarakat yang heterogen, faktor-faktor penyebab kemiskinan juga beragam. Terdapat lima masalah pokok yang terkait penyebab kemiskinan masyarakat nelayan
yaitu: 1.
Kondisi alam. Kompleksnya permasalahan kemiskinan masyarakat nelayan terjadi karena masyarakat nelayan hidup dalam kondisi suasana alam yang
keras yang selalu diliputi ketidakpastian dalam menjalankan usahanya. 2.
Tingkat pendidikan nelayan. Nelayan yang miskin umumnya belum benyak tersentuh teknologi modern, kualitas sumber daya manusia rendah, dan tingkat
produktivitas hasil tangkapannya juga sangat rendah.
26
Universitas Sumatera Utara
35 3.
Pola kehidupan nelayan. Pola hidup konsumtif menjadi masalah laten pada masyarakat nelayan, dimana pada saat penghasilan banyak tidak ditabung
untuk persiapan paceklik, melainkan dijadikan kesempatan untuk membeli kebutuhan sekunder.
4. Pemasaran hasil tangkapan. Tidak semua daerah pesisir memiliki Tempat
Pelelangan Ikan TPI. Hal tersebut membuat para nelayan terpaksa untuk menjual hasil tangkapan mereka kepada tengkulak dengan harga dibawah
harga pasar. 5.
Program pemerintah yang belum memihak pada nelayan. Kebijakan pemerintah yang tidak memihak masyarakat miskin, banyak kebijakan terkait
penanggulangan kemiskinan bersipat top down dan selalu menjadikan masyarakat sebagai objek, bukan subjek. Kebijakan yang pro nelayan mutlak
diperlukan yakni sebuah kebijakan sosial yang akan mensejahterakan masyarakat dan kehidupan para nelayan.
Menurut Raymond Firth dalam Indra Fitri 2012:22, kemiskinan nelayan paling tidak dicirikan oleh lima karakteristik. Pertama pendapatan nelayan bersifat
harian dan jumlahnya sulit ditentukan, selain itu pendapatannya juga sangat bergantung dengan musim dan status nelayan itu sendiri, dalam arti dia sebagai
juragan nelayan pemilik alat produksi atau nelayan pekerja. Dengan pendapatan yang bersifat harian, tidak dapat ditentukan, dan sangat tergantung pada musim,
mereka khususnya nelayan pekerja sangat sulit dalam merencanakan penggunaan
27
Universitas Sumatera Utara
36 pendapatannya, keadaan demikian mendorong nelayan untuk membelanjakan
uangnya segera setelah mendapatkan penghasilan. Implikasinya, nelayan sulit untuk mengakumulasikan modal atau menabung. Pendapatan yang mereka peroleh pada
musim penangkapan ikan habis digunakan untuk menutupi kebutuhan keluarga sehari-hari bahkan sering tidak menutupi kebutuhan tersebut.
Kedua, dilihat dari pendidikannya, tingkat pendidikan nelayan atau anak-anak nelayan pada umumnya rendah. Kondisi demikian akan mempersulit mereka dalam
memilih atau memperoleh pekerjaan lain, selain meneruskan pekerjaan orang tuanya sebagai nelayan. Ketiga, dibandingkan dengan sifat produk yang dihasilkan nelayan
lebih banyak berhubungan dengan ekonomi tukar-menukar karena produk tersebut merupakan bukan makanan pokok. Selain itu, sifat produk yang mudah rusak atau
baru harus segera dipasarkan, menimbulkan ketergantungan yang besar bagi nelayan kepada pedagang. Hal ini menyebabkan harga ikan dari nelayan dikuasai oleh
pedagang. Keempat, bidang perikanan membutuhkan investasi yang cukup besar dan cenderung mengandung resiko yang besar jika dibandingkan dengan sektor usaha
lainnya. Oleh karena itu, nelayan cenderung menggunakan armada dan peralatan tangkap yang sederhana ataupun hanya menjadi anak buah kapal ABK. Kelima,
kehidupan nelayan yang miskin diliputi oleh kerentanan, misalnya ditunjukkan oleh terbatasnya anggota keluarga yang secara langsung dapat ikut dalam kegiatan
produksi dan ketergantungan nelayan yang sangat besar pada suatu mata pencaharian, yaitu menangkap ikan. Keluarga nelayan memiliki kebiasaan tidak mengikutsertakan
perempuan dan anak-anak dalam penangkapan ikan.
28
Universitas Sumatera Utara
37 Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup
memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut
Soekanto, 2006. Sedangkan menurut Depsos, kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada dibawah garis standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan
dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan poperty line. Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar
kebutuhan makanan serta 2.100 kilo per kalori per orang setiap harinya dan kebutuhan non makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan
dan kebutuhan non makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya Suharto, 2005.
Pada dasarnya kemiskinan terbagi kedalam berbagai ciri atau SMERU memberikan identifikasi kemiskinan Suharto, 2005, sebagai berikut:
1. Ketidakmampuan memenuhi konsumsi dasar pangan, sandang, dan papan.
2. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya kesehatan,
pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi. 3.
Ketiadaan jaminan masa depan karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga.
4. Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.
5. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang
berkesinambungan. 6.
Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental. 7.
Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun missal. 8.
Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan sumber daya alam.
9. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial anak terlantar, wanita
tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil.
Kriteria untuk Rumah Tangga Miskin untuk daerah Kabupaten Serdang Bedagai berdasarkan data Badan Meteorologi Klimatoligi dan Geofisika BMKG terdapat 14
kriteria untuk mengukur tingkat kemiskinan sebuah keluarga, yaitu:
29
Universitas Sumatera Utara
38 1.
Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang. 2.
Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanahbambukayu murahan. 3.
Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu, rumbia, kayu berkualitas rendah atau tembok tanpa diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar atau bersama-sama dengan rumah
tangga lain. 5.
Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. 6.
Sumber air minum berasal dari sumber atau mata air tidak terlindungisungaiair hujan.
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar, arang, atau
minyak tanah. 8.
Hanya mengkonsumsi dagingsusuayam satu kali dalam seminggu. 9.
Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. 10.
Hanya sanggup makan sebanyak satu atau dua kali dalam sehari. 11.
Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas atau poliklinik. 12.
Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0,5 Ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan
lainnya dengan pendapatan dibawah Rp.600.000 per bulan. 13.
Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolahtidak tamat SDhanya SD.
14. Tidak memiliki tabungan atau barang yang mudah dijual dengan harga senilai
Rp.500.000, seperti sepeda motor kreditnon kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
30
Universitas Sumatera Utara
39 Melalui kriteria kemiskinan tersebut masih banyak keluarga di Indonesia yang masuk
kategori dibawah garis kemiskinan, keluarga pra sejahtera, keluarga miskin dan sebutan lainnya, dan kemiskinan dominan dirasakan oleh masyarakat yang
berdomisili di daerah pesisir atau masyarakat yang bermatapencaharian utamanya sebagai nelayan tradisional.
2.5. Strategi Adaptasi