114 di lapangan. Semakin banyak agennya maka semakin panjanglah rantai pasarnya dan
semakin tinggilah harga solar sampai ke tangan nelayan. Harga tersebut ‘terpaksa” dibeli, untuk bisa melanjutkan hidup dengan melaut, meskipun dengan kondisi pas-
pasan.
5.5.Kehidupan Sosial Nelayan
Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Manusia tidak mampu hidup sendiri-sendiri tanpa berdampingan dengan manusia
lainnya terlebih-lebih untuk masyarakat manusia yang berada di daerah-daerah pedesaan. Seperti masyarakat lain pada umumnya, masyarakat nelayan juga memiliki
rasa sosial atau saling membutuhkan satu sama lain. Pada masyarakat nelayan yang ada di Desa Pematang Kuala juga sangat banyak jenis modal soaial yang bisa
ditemui. Misalnya serikat tolong menolong, arisan, perwiritan dan sebagainya.
5.5.1. Serikat Tolong Menolong
Istilah kata tolong-menolong sangat tidak asing lagi di negara ini, secara umum istilah serikat tolong menolong ini dapat kita jumpai di hampir setiap daerah
perkotaan maupun di pedesaan pada umumnya. Baik pada masyarakat petani maupun pada masyarakat nelayan.
Di Desa Pematang Kuala juga memiliki serikat tolong-menolong antar warga masyarakat nya, serikat ini tidak mengenal status sosial ekonomi setiap orangnya.
Para nelayan, pegawai negeri, petani, wiraswasta dan lain sebagainya dapat mengikuti atau bergabung dalam kelompok serikat tersebut. Misalnya saling membantu saat
106
Universitas Sumatera Utara
115 adanya pesta pernikahan dan sunat Rasul dan hajatan-hajatan lainnya maupun saat
terjadi bencana atau ada orang meninggal dunia. Jika salah seorang warga masyarakat mendapat musibah kematian maka warga lainnya juga ikut membantu. Misal
memberi sumbangan berupa iuran untuk setiap rumah tangganya. Iuran yang dikutip tersebut bisa berupa beras dan uang tunai sesui kesepakatan bersama begitu
seterusnya.
5.5.2. Perwiritan
Perwiritan ini dapat dilakukan oleh para ibu-ibu maupun bapak-bapak. Di Desa ini untuk perwiritan ibu-ibu itu dilakukan pada hari jum’at dan untuk para
Bapak-bapak biasanya dilakukan pada malam jum’atnya. Dalam perkumpulan wiritan ini tidak ada paksaan bagi siapa pun. Perwiritan dilakukan secara bergiliran untuk
para anggotanya, dan setiap dilakukan para anggota dikutip iuran sesuai besaran yang telah mereka tentukan sesuai kesepakatan bersama. Kemudian sumbangan iuran yang
telah terkumpul tersebut akan dibelikan berupa teratak, dan perlengkapan- perlengkapan pesta lainnya seperti kuali besar, piring-piring, sendok makan, dandang,
dan sebagainya. Selain itu juga disimpan sebagai kas anggota yang akan digunakan jika ada anggota perwiritan yang tertimpa musibah kemalangan seperti adanya
keluarga anggota perwiritan yang meninggal dunia.
5.5.3. Arisan
Hampir sama dengan perwiritan, arisan juga dikenakan biaya iuran kutipan untuk setiap anggota arisan. Dan para anggota dilakukan penarikan secara bergiliran.
Misalnya dalam satu kelompok arisan tersebut terdiri dari 10 orang, setiap hari setiap
107
Universitas Sumatera Utara
116 anggota dikenakan iuran yang harus mereka bayar setiap harinya sebesar Rp.5.000;-
orang. Dalam satu bulan sekali dilakukan arisan dan arisan tersebut dilakukan secara bergiliran setiap anggotanya. Misalnya dari contoh tersebut dalam setiap bulannya
terkumpul uang sebesar Rp.1.500.000, dari uang tersebut dilakukan arisan setiap sebulan sekali, maka tiap anggota akan mendapatkan uang arisan sebesar
Rp.1.500.000 dalam sebulan secara bergiliran. Karena banyak anggota arisan adalah para istri nelayan, dimana penghasilan
suami mereka dalam setiap harinya tidak dapat dipastikan ada atau tidaknya, jika dalam sehari ini para anggota arisan tidak dapat membayar iurannya maka mereka
dapat membayarnya besok atau lusa, sehingga mereka harus membayar Rp.10.000
untuk besok termasuk pembayaran Rp.5.000 untuk hari ini. 5.6. Stratifikasi Masyarakat Nelayan
Pitirim A. Sorokin dalam Soerjono Soekanto : 1982 mengemukakan bahwa stratifikasi sosial adalah pembagian masyarakat kedalam kelas-kelas secara
bertingkat hierarkis. Perwujudanya adalah adanya kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas yang lebih rendah.
Senada dengan pendapat yang dikemukakan di atas, dalam masyarakat nelayan juga terdapat stratifikasi soaial. Nelayan tradisional yang ada di Desa
Pematang Kuala Kecamatan Teluk Mengkudu juga memiliki tingkatan kelas-kelas sosial antar sesama nelayan. Stratifikasi sosial nelayan tradisional yang ada di Desa
Pematang Kuala ini terdiri dari 2 kelas yaitu kelas menengah dan kelas bawah. Nelayan kelas menengah adalah kelas-kelas mereka yang memiliki kedudukan
108
Universitas Sumatera Utara
117 sebagai nelayan juragan dan stratifikasi kelas bawah dimiliki oleh mereka yang
bekerja sebagai nelayan toke dan nelayan pekerja. Dalam penentuan stratifikasi masyarakat nelayan di Desa ini masih belum terdapat nelayan yang memiliki kelas
atas dan hanya terdapat kelas menengah dan kelas bawah. Hal ini dapat dilihat dari kondisi ekonomi mereka, dimana jika terjadi penurunan penghasilan pada saat cuaca
ekstrim, dampak dari keadaan tersebut juga dirasakan oleh nelayan juragan. Namun meskipun demikian, setelah dilakukan penelitian nelayan juragan lebih pantas
dikatakan sebagai nelayan yang memiliki kelas menengah.
Juragan pada saat terjadi pendapatan hasil tangkap yang memadai, selain uang modal yang dikembalikan oleh para nelayan pekerja, mereka juga dapat memperoleh
hasil keuntungan yang besar dari penjualan hasil tangkap tersebut. Sehingga dalam situasi seperti ini mereka para nelayan juragan mampu menabung lebih besar
menyisihkan penghasilannya saat panen untuk persiapan pada saat terjadi musim paceklik. Sehingga dengan demikian, meskipun pada terjadi perubahan cuaca yang
ekstrim yang membuat para nelayan pekerja tidak melaut atau mereka melaut tapi tidak berpenghasilan, mereka para nelayan juragan sudah memiliki pegangan uang
untuk kebutuhan mereka pada saat musim paceklik dari tabungan mereka saat mendapat masa panen, sementara untuk nelayan pekerja penghasilan mereka setiap
pulang melaut hanya sebatas pas-pas makan dan keperluan primer lainnya.
Pembedaan stratifikasi atau kelas-kelas sosial dalam masyarakat juga dikemukakan oleh Karl Marx. Marx dalam Elly dan Usman 2011:412 beranggapan
109
Universitas Sumatera Utara
118 bahwa terdapat pembedaan kelas dalam kehidupan masyarakat. Marx menyebutnya
dengan istilah adanya kaum Borjuis Kapitalis dan kaum Proletar.
Pada nelayan tradisional di Desa Pematang Kuala berdasarkan pendapat Marx tersebut juga memiliki 2 kelas sosial yaitu kaum kapitalis yang diduduki oleh para
nelayan juragan atau pemilik sampan dan pemilik modal, dan kaum proletar yang diduduki oleh para nelayan pekerja. Kaum proletar secara tidak langsung diperas
tenaganya oleh kaum kapitalis dengan apa yang disebut “nilai lebih”, sebab nelayan pekerja memberikan nilai lebih kepada nelayan juragan, dan pembayaran yang
nelayan pekerja peroleh lebih rendah daripada nilai produksi yang dihasilkan dan dan tidak sesuai dengan tenaga yang harus mereka keluarkan saat melaut dan bahaya-
bahaya yang mereka alami saat melaut. Selain tenaga para nelayan pekerja diperas, bahkan pada saat pendapatan hasil
tangkap memadai, kaum kapitalis atau juragan juga meraup keuntungan dari penjualan hasil tangkap tersebut. Kaum kapitalis menekan harga pembayaran ikan per
kilogramnya kepada nelayan pekerja dan mereka menjual kembali ikan-ikan tersebut ke pasar-pasar dengan harga yang lebih tinggi dibanding dengan harga yang mereka
keluarkan kg untuk membayar nelayan pekerja.
5.7. Tanggapan Informan Kepada Tindakan Pemerintah Mengenai Kondisi Kehidupan Nelayan.