76 orang Desa Pematang Kuala ini maka beliau menetap di Desa tersebut dan memulai
pekerjaannya sebagai nelayan. Hingga saat ini beliau sudah sekitar 10 sepuluh tahun sebagai nelayan. Bapak Yusaini memiliki 2 orang anak perempuan yang masih kecil,
ketika peneliti mendatangi rumahnya sang istri mempersilahkan masuk dan membuatkan minuman untuk peneliti sambil peneliti melakukan wawancaranya
dengan Pak Yusaini. Pak Yusaini mengatakan pada saat tinggal di Aceh orang tuanya bekerja
sebagai petani dan beliau pada saat itu belum memiliki pekerjaan karena masih duduk di bangku SMP sehingga terkadang beliau membantu pekerjaan orang tuanya
beladang. Pada awalnya Pak Yusaini adalah seorang nelayan pukat ikan dimana dengan menggunakan alat tangkap pukat ini dapat digunakan untuk menangkap
segala jenis ikan di laut. Namun saat ini beliau hanya sebagai nelayan pekerja yang melautnya hanya menggunakan alat tangkap jaring dan pancing hal ini dilakukan
karena terlalu besar modal yang harus dikeluarkan untuk membeli alat tangkap ikan untuk membeli pukat, ya sudah jelas beliau tidak mampu membeli atat tangkap
tersebut karena beliau hanya sebagai nelayan pekerja yang mengharapkan modal dari juragan.
5.1.1.2 Nama : Poniman
Usia : 62 Tahun
Etnis : Jawa
Penghasilan bulan : Rp.865.000;-
Pengeluaran bulan : Rp.600.000;-
Jumlah tanggungan : 2 orang
68
Universitas Sumatera Utara
77
Pendidikan Terakhir : SD Sekolah Dasar
Kepemilikan Alat Tangkap : Milik Juragan
Jabatan : Nelayan Toke
Wak Ling, adalah panggilan akrab yang digunakan oleh masyarakat setempat sebagai nama panggilan kepada Pak Poniman, lagi-lagi peneliti harus mendatangi
rumah masyarakat nelayan di Desa Pematang Kuala ini pada malam hari, karena pada saat malam lah para nelayan di sini memiliki waktu luang untuk istirahat di rumah
dan kumpul bareng keluarganya. Pada saat peneliti menemui Pak Poniman saat malam hari tersebut, beliau tengah nonton TV bersama istri dan seorang anak gadis
beliau sambil menikmati buah semangka. Saat peneliti melakukan wawancara penelitian terhadap Pak Poniman, beliau
pada saat itu bekerja sebagai nelayan toke dimana sebelumnya beliau pernah menjadi juragan sampan atau pemilik modal selama satu setengah tahun, dan telah bekerja
sebagai nelayan semenjak tahun 1976 hingga sekarang. Pada saat beliau menjadi juragan sampan kehidupan ekonomi keluarga mulai bangkit dan pada saat itu beliau
sudah mampu membangun rumah yang layak dengan penghasilan sebagai nelayan juragan sampan dan di bantu juga oleh anak beliau yang bekerja di Malaysia. Begitu
hangat sambutan keluarga Pak Poniman saat peneliti mendatangi rumah beliau untuk wawancara, suguhan semangka pun di hidangkan saat itu.
Untuk saat ini Pak Poniman hanya sebagai nelayan toke yang bekerja kepada juragan dengan penghasilan yang tidak pernah pasti, dimana sistem bagi hasil dalam
masyarakat nelayan disini adalah misalkan ada 5 orang anggota ke laut termasuk nelayan toke, untuk bagi hasil pada juragan pemilik sampan dan modal 1 , untuk
69
Universitas Sumatera Utara
78 toke supir sampan 1,5 , dan untuk para anggota pekerja yang 4 orang lainnya
adalah masing-masing mendapat 1 . Untuk juragan, ada juga pendapatan dari penjualan. Artinya para nelayan pekerja tersebut akan menjual langsung hasil
tangkapan ikan mereka kepada juragan, dari penjualan tersebut juragan juga dapat memperoleh keuntungan, pendapatan tangkapan para nelayan pekerja untuk jenis
ikan tongkol hanyan dibayar seharga Rp.10.000.-kg, oleh juragan dan juragan dapat menjual ikan tersebut kembali langsung ke Pasar atau ke TPI dan tempat
penampungan ikan lainnya seharga Rp. 20.000,-kg, maka keuntungan dari harga penjualan juragan mencapai Rp.10.000kg. Meskipun saat ini keluarga yang jadi
tanggungan Pak Poniman hanya 2 orang yaitu istri dan anak perempuannya yang tidak
sekolah lagi, menurut beliau penghasilan sebagai nelayan belum mampu mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari beliau karena penghasilan sebagai nelayan tidak dapat
menjanjikan suatu kepastian. Kadang kalanya dalam sekali melaut selama 4-5 hari tersebut, beliau mendapat penghasilan Rp.1.000.000.- namun itu juga sangat jarang
terjadi, dapat penghasilan sekali sebesar 1 juta tersebut, bisa jadi dalam 1-2 bulan melaut kedepannya tidak mendapat penghasilan sama sekali. Untuk mengantisipasi
terjadinya masa paceklik tersebut meskipun mendapat penghasilan yang lumanyan besar, istri beliau tetap menghemat untuk pemenuhan kebutuhan dapur dan kebutuhan
rumah tangga lainnya. Selain menghemat jika uang simpanan tersebut juga habis dan sang suami masih belum mendapat penghasilan dilaut, jalan satu-satunya yang
dilakukan keluarga sederhana ini yaitu meminjam uang pada sanak saudara kerabat tersekat, dan terkadang untuk belanja dapur, istri Pak Poniman bisa ngutang di
70
Universitas Sumatera Utara
79 warung anak perempaunnya yang sudah bekeluarga. Untuk saat ini pada saat tidak
melaut baik karena keadaan cuaca yang lagi ekstrim maupun tidak melaut karena juragan tidak ada modal, pak poniman tidak memiliki pekerjaan lain di darat untuk
mengisi waktu luang beliau. Hal ini dikarenakan faktor usia dan karena tidak ada pekerjaan yang beliau kuasai selain sebagai nelayan.
5.1.1.3. Nama : Muslim