127 dipaksa-paksakanlah ngerjakannya, setelah anak ditidurkan dan ngurus
rumah sudah selesai barulah menjahit, lumanyan tambah-tambah uang belanja dan jajan anak-anak”.
Selain dari ungkapan beberapa istri nelayan tersebut, Buk Selly yang merupakan istri daripada Pak Irwan juga mengatakan bahwa:
“Kerja upahan nyuci dirumah orang, sebulannya digaji Rp.300.000 lah untuk dua rumah, dirumah yang satu terkadang disuruh bantu-bantu masak juga
dan nanti dikasi lauk untuk makan siang dan makan malam keluarga di rumah, dan dikasih juga uang pegangan terkadang Rp.5.000-10.000.”.
Oleh karena pekerjaan suami mereka kerja melaut yang penghasilannya tergantung rejeki dan kondisi alam, para istri juga harus ikut terjun mencari nafkah
keluarga untuk membantu suami mereka.
5.8.4. Berhutang
Melaut tidak bisa karena keadaan cuaca yang tidak baik, mencari pekerjaan mocok-mocok juga tidak ada, dan tidak mendapat pekerjaan lain apapun untuk
mengisi waktu luang. Salah satu pilihan terakhir bagi nelayan adalah dengan
berhutang untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Salah satu tempat mereka
biasanya mengutang adalah, berhutang kepada keluarga atau famili terdekat, berhutang diwarung, dan berhutang pada orang yang memberi pinjaman yang tetap
memakai sistem bunga pinjaman. Berhutang dengan keluarga atau famili terdekat lebih baik ketimbang harus
berhutang kepada rentenir atau koperasi berjalan. Namun dalam berhutang dengan
119
Universitas Sumatera Utara
128 keluarga juga tidak dapat dipastikan jika keluarga juga tengah ada uang simpanan
dapatlah pinjaman tersebut, jika mereka juga lagi tidak ada simpanan uang pulanglah dengan tangan kosong. Terkadang juga kita harus tahan-tahan dengan omelan
keluarga. Seperti yang diungkapkan Pak Poniman sebagai berikut: “Bapak tidak berani lah ngutang dengan koperasi, lebih baik bapak kalo
tidak melaut ngutang dengan keluarga, kalo tidak ada juga ngutang ke warung lah, kebetulan anak bapak ada yang buka warung yang menjual beras
dan keperluan dapur lainnya”. Selain mengutang dengan keluarga atau di warung, Salah satu yang menjadi
kebiasaan buruk dari sebagian nelayan yang ada di Desa Pematang Kuala ini yaitu, berhutang kepada Koperasi yang memiliki bunga pinjaman. Koperasi yang dimaksud
disini bukanlah koperasi simpan pinjam nelayan. Melainkan koperasi berjalan atau bisa juga dikatakan rentenir. Misalnya saja kita meminjam uang kepada pihak
koperasi sebesar Rp.500.000, maka dalam sebulan selama 30 hari kita dikasihkan nomor angsuran yang harus kita bayar setiap harinya, besaran cicilan setiap harinya
telah ditentukan oleh pihak koperasi, semakin besar pinjaman yang dipinjam maka semakin besar pula biaya angsuran perharinya, dan berhutang ke Bank dengan
jaminan sertifikat tanah atau rumah. Seperti yang diungkapkan Pak Irwan yaitu: “Terpaksa lah ngutang ke koperasi, ngutang sama keluarga tidak ada,
ngutang diwarung juga lama kelamaan tak enak, jadi harus ngutang ke koperasi lah daripada anak istri tidak makan. Pernah saat itu istri saya
mengalami kemalangan, dia keguguran anak kami yang ke-2, simpanan tidak ada, dan gak tau mau minjam kemana ya jalan satu-satunya harus ngutang
pada koperasi. Saya minjam uang koperasi Rp.300.000, dan mendapat cicilan Rp.13.000harinya selama 30 hari lah tu, kalo dihitung-hitung mereka dapat
keuntungan sekitar Rp.90.000 lah dari pinjaman saya tadi”.
120
Universitas Sumatera Utara
129 Hal yang senada juga diungkapkan oleh Pak Linda salah satu nelayan juragan yaitu
sebagai berikut: “Pernah bapak minjam ke bank waktu bapak mau beli sampan dulu, minjam
uang Bank Rp.8.000.000, dengan jaminan sertifikat tanah rumah bapak jadi jaminannya, ya gitu lah minjam uang di bank tu dimana-mana pakai bunga
dan jaminan”. Karena tuntutan kebutuhan yang mendesak, sementara penghasilan yang tidak
pasti dan tidak menjamin, membuat mereka harus menggunakan prinsip “gali lobang tutup lobang” untuk menjadi strategi bertahan mereka untuk memenuhi kebutuhan
hidup mereka. Pada masyarakat Desa Pematang Kuala ini, terdapat juga strategi- strategi bertahan hidup yang dikemukan oleh Edi Suharto dalam Damsar, 2003, ia
mengatakan bahwa dalam mengatasi goncangan hidup dan tekanan ekonomi dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu strategi aktif, strategi pasif, dan strategi
jaringan. Kenyataan dilapangan setelah dilakukan penelitian bahwa dapat ditemukan beberapa strategi yang dilakukan oleh masyarakat nelayan yaitu sebagai berikut:
1. Strategi Aktif
Strategi aktif ini dapat dilihat dari tindakan nelayan dalam mengoptimalkan potensi anggota keluarga mereka dalam membantu
mereka mencari nafkah keluarga. Misalnya membantu suaminya memasarkan atau menjual hasil tangkapan, kerja menjahit mengangsurkan
barang-barang elektronik, menjual jajanan kecil, kerja upahan mencuci dan sebagainya.
121
Universitas Sumatera Utara
130 2.
Strategi Pasif. Dalam melakukan strategi pasif ini dapat dilihat dari tidakan istri-istri para
nelayan dalam mengurangi pengeluaran keluarga, baik pengeluaran untuk keperluan sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Untuk beli
beras mereka menggunakan Raskin dan untuk lauk makan terkadang hanya seadanya. Sementara untuk biaya pengobatan, jika sakit mereka
cukup beli obat diwarung atau di puskesmas terdekat, dan biaya pendidikan tidak begitu diutamakan, jika mampu mereka menyekolahkan
anaknya maka disekolahkan lah jika tidak ya hanya disekolahkan semampunya.
3. Strategi Jaringan
Strategi inilah yang sering dilakukan oleh para nelayan yaitu dengan mengutang kepada keluarga, warung bahkan rentenir jika sedang kepepet
karena tidak ada penghasilan, dan penghasilan ada maka akan digunakan untuk membayar utang tersebut.
Setelah dilakukan penelitian dilapangan dapat diketahui sangat jelas bagaimana cara yang dilakukan para nelayan tradisional untuk mempertahankan hidup mereka
mencari makan, segala kemampuan dan kerja keras telah dilakukan hanya saja pada zaman sekarang ini sangat sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang memiliki
penghasilan tetap untuk para nelayan yang hanya memiliki jenjang pendidikan tingkat SMP bahkan ada juga yang hanya mengenyam tingkat pendidikan SD, sehingga
122
Universitas Sumatera Utara
131 dengan demikian mereka sangat rentan dengan kemiskinan dan sering mengalami
masa-masa sulit atau masa paceklik. Berbagai macam strategi bertahan telah mereka kerjakan semampu mereka,
namun meskipun demikian nelayan yang ada di Desa Pematang Kuala hingga saat ini masih tetap berada pada tingkat masyarakat dengan keadaan tingkat ekonomi yang
lemah dan belum mampu bangkit dari jurang kemiskinan.
123
Universitas Sumatera Utara
132
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan