Kebijakan al-makmun tentang pendidikan
KEBIJAKAN AL-MAKMUN TENTANG PENDIDIKAN
TESIS
Disusun Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Magister Dalam Ilmu Pendidikan Islam
Oleh:
SUHERMAN
NIM :08.2.00.1.12.08.0049
Pembimbing
MUHAMMAD ZUHDI, M. Ed. Ph.D
KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(2)
Pedoman Transliterasi Arab-Latin dan Singkatan
A.Translitersi
=
'
=
z
=
q
=
b
=
s
=
k
=
t
=
sh
=
l
=
th
=
ṣ
=
m
=
j
=
ḍ
=
n
=
ḥ
=
ṭ
=
w
=
kh
=
ẓ
=
h
=
d
=
‘
=
y
=
dh
=
gh
=
r
=
f
Mad dan Diftong
5. huruf “ ” ditulisal-seperti “ ” ditulisal-ḥ amdu
6. Nama orang, nama-nama dan istilah-istilah yang sudah dikenal di Indonesia tidak masuk dan tidak terkait dengan pedoman ini, contoh: Fatimah, fitnah, shalat, dan lain-lain.
B. Singkatan-singkatan:
H. = Hijriah M. = Masehi
h. = halaman t.th. = tanpa tahun
Saw. =
ṣ
allallāhu ‘alaihi wasallam t.p. = tanpa penerbitSWT. =Subhānahū wa Ta’ālā t.t. = tanpa tempat
1 a panjang = ā
2 i panjang = ī
3 u panjang = ū
4 diftong = Au
= uw
= Ai
(3)
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan bi bawah ini :
Nama : SUHERMAN
NIM : 08.2.00.1.12.08.0049
Tempat Tanggal Lahir : Kuningan, 04 Pebruari 1967
Menyatakan bahwa tesis yang berjudul “ Kebijakan al-Ma’mun Tentang Pendidikan” adalah benar-banar karya saya sendiri, didukung oleh berbagai sumber terkait. Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan di dalamnya, sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.
(4)
PENGESAHAN
Tesis yang berjudul “Kebijakan al-Ma’mun Tentang Pendidikan” ditulis oleh Suherman, Nomor Induk Mahasiswa 08.2.00.1.12.08.0049, telah diperbaiki sesuai dengan saran-saran dan komentar dari tim penguji pada ujian tesis tanggal 15 November 2010. Disahkan sebagai salah satu sarat untuk memperoleh gelar Magister Agama (MA) pada Program Magister Pengkajian Islam Bidang Pendidikan Islam pada Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tim Penguji
Dr. Yusuf Rahman, MA Ketua/Merangkap Penguji
Muhammad Zuhdi. M. Ed., Ph. D Pembimbing/Merangkap Penguji
Prof. Dr. Suwito, MA Penguji
Dr. Muhbib Abdul Wahab, MA Penguji
(5)
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah membaca dan memberi petunjuk serta saran-saran seperlunya terhadap tesis dengan judul “Kebijakan al-Ma’mun Tentang Pendidikan” yang di susun oleh Suherman dengan Nomor Induk Mahasiswa 08.2.00.1.12.08.0049. pada Konsentrasi Pendidikan Islam Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Jakarta, telah diperiksa dan disetujui untuk diteruskan kesidang ujian tesis
(6)
ABSTRAK
“Kebijakan al-Ma’mun Tentang Pendidikan” yang di tulis oleh
Suherman,merupakan hasil penelitian tesis S-2, Program Pascasarjana Konsentrasi Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Sarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2010.
Penelitian ini bentujuan untuk medapatkan sebuah prototype kebijakan pemerintahan al-Ma’mun tentang Pendidikan dan kontribusinya terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam,melalui studi pengenalan latar belakang kehidupan sosio-budaya dan politik serta peradabannya.
Penelitian ini menggunakan metoda deskriptif, yang bersifat categorical analyze untuk menemukan prototype tertentu. Kenyataan obyektif tentang kebijakan Pendidikan dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan, yang dilakukan oleh Khalifah al-Ma’mun pada masa pemerintahannya dilakukan melalui penelitian
library research dengan pendekatan sejarah (historical approach), dengan penekanan pada latar belakang kehidupan al-Ma’mun, pengumpulan data tersebut dilakukan melalui berbagai sumber tertulis,data tersebut kemudian dianalisis secara kualitatif.
Kesimpulan tesis ini adalah adanya upaya-upaya yang dilakukan oleh Khalifah al-Ma’mun pada masa pemerintahannya untuk terus melanjutkan tradisi keilmuan yang diwariskan oleh pendahulunya, maka al-Ma’mun mengambil kebijakan untuk lebih memperbesar anggaran negara bidang Pendidikan dengan berorientasi kepada pengembangan sumber daya manusia(Human Resourch),dan terbuka terhadap perkembangan pluralitas masyarakat, terutama terhadap bangsa Persia dalam kerangka mengembangkan Pendidikan dan ilmu pengetahuan serta peradaban pada masa pemerintahannya.
Pengembangan Pendidikan dan ilmu pengetahuan dilakukan melalui penerjemahan-penerjemahan manuskrip dan buku-buku berbahasa asing kedalam bahasa Arab yang dilakukan secara besar-besar, dengan alokasi dana yang cukup besar, merupakan bagian terpenting dari kegiatan ilmiah. Hal ini merupakan prioritas utama pemerintahan al-Ma’mun dalam menyelenggarakan proses Pendidikan dan informasi budaya, disamping kegiatan diskusi dan perdebatan yang dilakukan di berbagai tempat/lembaga,seperti; istana,masjid,bait al-hikmah, dan di “lembaga” Pendidikan lainnya.Al-Ma’mun lebih cenderung untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang bersifat rasional. Sehingga berkembanglah faham rasionalisme Mu’tazilah, bahkan faham ini pada masanya menjadi mazhab resmi Negara.
Pada zamannya, lahirlah tokoh intelektual kaliber dunia,seperti; al-Kindi(filosof muslim Arab pertama),al-Khawarizmi(ahli matematika dan astronom terkenal),Hunain bin Ishaq(seorang Nestorian ahli bahasa dan administrasi), bahkan Ahmad bin Hambal(ahli hadits) meskipun berbeda paham,tapi ia lahir pada masanya.
Di samping tokoh-tokoh Mu’tazilah,seperti;Abu al-Hudzail al-“Allaf(135-236 H./753-850 M.), al-Nazhzham(w.231 H/845 M.),Ahmad bin Abi Daud(w.855 M.) dan lain sebagainya.
(7)
ABSTRACT
“Al Ma’mun’s Education Policy” written by Suherman, is the result of thesis research, at the postgraduate school program, concentration of Islamic education, State Islamic University, Syarif Hidayatullah Jakarta, in 2010.
This research is aimed to get a prototype of Al Ma’mun governmental policy about education and its contribution to the science progress in the Islamic civilization, through the introduction study of background of its socio-cultural, politics and civilization.
This research uses a descriptive method with categorical analyze to find a certain prototype. Objective facts of education policy and science development conducted by Caliph Al Ma’mun at his governmental period were conducted through a library research with historical approach, by emphasizing at the life background of Al-Ma’mun. The data collecting is conducted through various written sources, then the data was analyzed qualitatively.
The conclusion of this thesis is that there are efforts conducted by Caliph Al Ma’mun at his governmental period to continuously carrying on the science tradition endowed by its predecessor, by taking a policy to enlarging the national budget in the field of education by orientating to developing the human resource and it was opened to the growth of social plurality, especially to the Persian nation in order to developing the education, science and civilization at his governmental period.
Developing of education and science were conducted by translating the foreign manuscripts and books to the Arabic language on a large scale and big enough of fund allocation, as the most important part of the scientific activities. It was the first priority of al-Ma’mungovernment to carrying out education process and culture information, beside the discussion activity and debate conducted in the many places or institutes, such as palace, mosque, Bait al-Hikmah,and others education “institutes”. Al Ma’mun was more intending to developing a rational science, so the rationalism of Mu’tazila emerged, even this stream was basically became a official government ideology.
By the time, famous intellectual figures of the world emerged, such as Al Kindi (the first Arabic-Moslem philosopher), Khawarizmi (well-known mathematician and astronomy scientist), Hunain bin Ishaq (a Nestorian linguist and administration expert, even Ahmad bin Hanbal (Hadits expert), though differed from opinion, was born at that period, besides the figures of Mu’tazilah, such as Abu Al Hudzail al‘Allaf (135-236 H/753-850 M), Al Nazhzham (d. 231 H/845 M), Ahmad bin Abi Daud (d. 855 M), and others.
(8)
"
"
)
S-2(
٢ ٠ ١ ٠
.
.
)
categorical analyze
(
.
.
.
.
.
.
)
(
)
(
)
(
)
(
.
)
١ ٣ ٥
-٢ ٣ ٦
ـ ﻫ
/
٧ ٥ ٣
-٨ ٥ ٠
(
)
.
٢ ٣ ١
ـ ﻫ
/
٨ ٤ ٥
(
)
.
٨ ٥ ٥
(
.
(9)
KATA PENGANTAR
Bismillāhirrohmānirrohīm
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw, Juga kepada keluarganya, para sahabatnya dan kepada umatnya.
Dalam kesempatan ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama penulisan tesis ini, sejujurnya penulis banyak sekali mengalami berbagai kesulitan dan kendala, terutama dalam menganalisis dan memahami berbagai bahan bacaan yang menjadi sumber penelitian ini. Namun berkat bantuan dan dorongan moril dari berbagai pihak, akhirnya kesulitan-kesulitan selama penulisan tesis ini dapat diatasi. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga terutama kepada yang terhormat :
1. Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah memberikan fasilitas berupa bantuan beasiswa kepada penulis sampai selesai proses studi di tingkat magister ini.
2. Kepala SMP Negeri 127 Jakaarta barat,Bapak Drs. H. Syafiuddin Noer selaku atasan penulis yang telah memberikan ijin untuk mengikuti pendidikan S-2 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,dan rekan-rekan guru di SMP Negeri 127 Jakarta, yang selalu memotifasi demi lancarnya penyelesaian studi S-2 ini.
3. Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA dengan segala kebijakannya telah memberikan pelayanan terbaiknya kepada penulis selama ini.
4. Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pembinaan akademis kepada penulis, terutama kepada Bapak Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., Prof. Dr. Suwito, MA., Dr. Fuad Jabali, MA., Dr. Yusuf Rahman, MA., Dr. Udjang Thalib, MA., dan Staf Tata Usaha dari pimpinan sampai karyawannya.
5. Bapak Muhammad Zuhdi, M.Pd. Ph.D. selaku pembimbing tesis ini dengan penuh kesabaran yang selalu menjadi solusi bagi penulis saat merasa kesulitan. Segala amal kebaikannya, penulis kembalikan kepada Yang Maha Kuasa.
(10)
6. Dosen-dosen Sekolah Pascasarjana tercinta yang telah mencurahkan ilmunya kepada penulis selama belajar di kampus ini.
7. Kedua orang tua penulis, Ayahanda Bapak R. Sugandi (Alm) dan Ibunda Kari yang telah mendidik dan membesarkan penulis dalam buaian kasih sayangnya yang tiada bertepi. Semoga Allah mencurahkan kasih sayang-Nya kepada mereka, sebagaimana mereka menyayangi anaknya di waktu kecil.
8. Bapak/Ibu mertua penulis, Bapak KH.Sukron Makmun (alm) do’a dari kami senantiasa tercurahkan, dan Ibu Siti Rohibah yang mendoakan dengan tulus ikhlas dan memberikan dukungannya kepada penulis dalam menyelesaikan studi.
9. Istriku tercinta,Indah Puspita Dewi Rahayu dan anak-anaakku Istiqamah Meidinata serta Mazidah Salbiyah yang selalu menemani dengan setia, mendorong dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan studi dan pembuatan tesis ini.
10. Kawan-kawan tercinta sesama mahasiswa Magister di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta program beasiswa Departemen Agama angkatan 2008, yang sering saling berbagi suka dan duka dalam dinamika kehidupan mahasiswa di asrama putra, serta segenap rekan-rekan dan pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis selama menyelesaikan tesis ini.
Akhirnya kepada Allah SWT penulis berharap, semoga semua kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis, mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari kehadirat-Nya. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan bagi para pembaca yang cinta ilmu pengetahuan. Amīn Yā Rabbal ‘ ālamīn.
Jakarta, 20 Agustus 2010 Penulis
(11)
DAFTAR ISI
Cover dalam ... i
Pedoman Transliterasi... ii
Pengesahan... iii
Persetujuan Pembimbing... iv
Abstraksi ... v
Kata Pengantar ... vi
Daftar Isi... viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Permasalahan... 21
1. Identifikasi Masalah ... 21
2. Pembatasan Masalah ... 22
3. Perumusan Masalah ... 23
C. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 23
D. Tujuan Penelitian ... 24
E. Manfaat Penelitia ... 25
F. Metodologi Penelitian ... 25
G. Sistematika Penelitian ... 26
BAB II HUBUNGAN NEGARA DAN PENDIDIKAN DALAM SEJARAH ISLAM A. Kekuasaan dan Pendidikan ... 29
1. Bentuk Pemerintahan Islam ... 29
2. Perkembangan Pendidikan pada Masa Nabi ... 36
3. Perkembangan pendidikan setelah masa Nabi ... 42
B. Kebijakan Pendidikan. ... 45
(12)
BAB III PERKEMBANGAN PENDIDIKAN SEBELUM AL-MA’MUN
A. Perkembangan Lembaga Pendidikan sebelum al-Ma’mun... 59
1. Masjid... 62
2. Maktab... 69
3. Toko Buku... 76
4. Majlis-majlis ... 78
B. Perkembangan Ilmu Pengetahuan sebelum al-Ma’mun... 83
BAB IV AL-MA’MUN DAN KEBERHASILANNYA DIBIDANG PENDIDIKAN A. Sejarah al-Ma’mun... 107
1. Pengangkatan al-Ma’mun sebagai Khalifah ... 109
2. Masa Pemerintahan al-Ma’mun... 113
B. Kebijakan Pemerintahan al-Ma’mun... 119
1. Menangguhkan pemindahan kota sementara dari khurasan ke Baghdad... 120
2. Memajukan Ilmu Pengetahuan dalam berbagai bidang disiplin ilmu ... 121
a. Kurikulum ... 124
b. Metoda Pengajaran... 127
c. Murid... 129
d. Guru ... 130
3. Menjadikan Aliran Mu’tazilah sebagai Mazhab Resmi Negara ... 132
4. Pembentukan Lembaga Mihnah... 134
5. Menciptakan Perdamaian di Kalangan Bani Hasyim... 136
C. Lembaga Pendidikan Pada Masa al-Ma’mun... 139
1. Kontribusi al-Ma’mun Terhadap Lembaga Pendidikan.... 141
a. Perpustakaan. ... 142
b. Bait al-Hikmah ... 146
(13)
2. Kontribusi al-Ma’mun Terhadap Perkembangan Ilmu
Pengetahuan ... 153
a. Gerakan Penerjemahan... 153
b. Mengembangkan Diskusi... 148
c. Mengembangkan Paham Rasionalisme... 160
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 167
(14)
BAB I PENDAHULUAN
Dalam perkembangan kehidupan manusia, pendidikan mengambil peranan yang sangat menentukan untuk tercapainya tujuan hidup baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu pada penulisan tesis ini, penulis ingin menguraikan mengenai sejarah perkembangan pendidikan Islam hingga mencapai puncaknya pada masa Khalifah al-Ma’mun pada Dinasti Abbasiyah.
Sangatlah menarik sekali untuk diketahui, faktor-faktor apa sajakah yang telah mempengaruhi keberhasilan keberhasilan umat Islam pada masa itu sampai berhasil mencapai puncaknya dalam bidang ilmu pengetahuan dibandingkan dengan dunia barat.
Maka, Pada bab pertama ini akan diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah, penelitian terdahulu yang relevan, metodologi dan tujuan dari penelitian ini secara komprehensip untuk mendapatkan satu kesimpulan yang jelas.
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang memerintahkan kepada umatnya untuk selalu mencari ilmu, karena Islam sangat menjunjung tinggi orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan. Dengan ilmu penmgetahuan, seseorang akan menjadi mulia, terhormat dan mampu menghadapi segala permasalahan yang terjadi dalam kehidupan ini.1
Dalam pengertian yang seluas-luasnya, pendidikan Islam berkembang seiring dengan kemunculan Islam itu sendiri, dimana Islam lahir dan berkembang lengkap dengan usaha-usaha pendidikan untuk mentransformasikan ilmu pengetahuan.2
1
Lihat al-Qur’an, surat al-Muja>dalah,(22), 11
2
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru
(15)
Sedangkan tujuan akhir dari pendidikan Islam adalah terwujudnya kepribadian muslim, yang keseluruhan aspeknya merealisasikan atau mencerminkan ajaran Islam, dengan kata lain kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya yakni baik tingkah laku lahirnya, kegiatan-kegiatan jiwanya, mau pun filsafat hidup dan kepercayaannya menunjukan pengabdian kepada Tuhan dan penyerahan diri kepada-Nya. Akhirnya kepribadian muslim itu tidak akan terlepas dari berpilihnya tiga hal yaitu; Iman, Islam dan Ikhsan.3
Dengan memperhatikan dasar, proses dan tujuan dari pendidikan yang sangat mulia itu, maka hemat penulis alangkah bahagianya kalau semua manusia di dunia ini mendapatkan pendidikan yang baik. Persoalannya, mampukah bangsa-bangsa di dunia ini menyelenggarakan pendidikan dengan baik. Kalau mampu kenapa masih banyak manusia yang tidak berpendidikan, kalau tidak bukankah dahulu Islam pernah meraih masa kejayaan di bidang ilmu pengetahuan. Untuk mengetahui itu semua, maka penulis mencoba untuk meneliti tentang sejarah pendidikan Islam pada masa awal pemerintahan Islam hingga mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Khalifah al-Ma’mun
Pada masa awal perkembangan Islam, pendidikan Islam berlangsung secara informal, itu pun lebih berkaitan dengan upaya-upaya Dakwah Islamiyah, atau penyebaran dan penanaman dasar-dasar kepercayaan dan ibadah Islam. Proses pendidikan Islam pertama kali dilakukan di rumah sahabat nabi, yang paling terkenal adalah di rumah Dar al-Arqam, selanjutnya, setelah masyarakat Islam mulai terbentuk, maka proses pendidikan diselenggarakan di masjid. Proses kegiatan belajar di kedua tempat ini dilaksanakan dengan cara halaqah, membentuk lingkaran belajar.
Pendidikan masa masa awal ini dapat dibagi menjadi pendidikan pada periode Mekah dan periode Madinah. Pendidikan Islam pada periode Mekah pada intinya adalah mengajarkan ajaran tauhid, yang merupakan perhatian utama Rasulullah ketika itu. Menurut, Mahmud Yunus, menyatakan bahwa pembinaan pendidikan Islam pada masa ini meliputi:
3
(16)
a. Pendidikan keagamaan yang menitik tekankan kepada pendidikan tauhid. Hendaklah membaca dengan nama Allah semata-mata, jangan mempersekutukan dengan yang lain.
b. Pendidikan akliyah dan ilmiyah, yaitu mempelajari kejadian manusia dari segumpal darah dan kejadian alam semesta.
c. Pendidikan akhlak dan budi pekerti, sesuai dengan ajaran tauhid.
d. Pendidikan jasmani (kesehatan), yaitu mementingkan kebersihan pakaian, badan dan tempat kediaman.4
Sedangkan pendidikan Islam pada periode Madinah ini telah mengalami perkembangan, bukan hanya sekedar tauhid, tetapi telah berkembang kepada pembentukan dan pembinaan masyarakat. Adapun titik tekan pendidikan pada periode ini antara lain;
a. Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru, menuju kepada satu kesatuan sosial dan politik. Antara lain yang dilakukan oleh Nabi dalam melaksanakan pendidikannya adalah;
1. Nabi mengikis habis sisa-sisa permusuhan dan pertengkaran antar suku, dengan mengikat tali persaudaraan di antara mereka.
2. Nabi mengajarkan untuk selalu berusaha dan bekerja sesuai dengan kemampuan dan pekerjaannya masing-masing, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari hari.
3. menjalin kerjasama dan tolong menolong dalam membentuk kehidupan masyarakat yang adil dan makmur
4. melaksanakan shalat jum’at sebagai media komunikasi seluruh umat Islam.
b. Pendidikan Sosial dan kewarganegaraan, yang meliputi; 1. Pendidikan ukhuwah (persaudaraan) antar kaum muslimin 2. Pendidikan kesejahteraan sosial dan tolong menolong 3. Pendidikan kesejahteraan keluarga kaum kerabat.
c. Pendidikan untuk anak dalam Islam, Nabi selalu mengingatkan kepada umatnya untuk;
1. Agar kita selalu menjaga diri dan angota keluarga dari Api neraka.
4
(17)
2. Agar jangan meninggal anak dan keturunan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya dalam menghadapi tantangan hidup.
3. Orang yang dimuliakan Allah adalah orang yang berdoa agar dikaruniai keluarga dan anak keturunan yang menyenagkan hati.5
Sepeninggal Nabi, maka kepemimpinan dilanjutkan oleh al-Khulafa’ ar -Rasyidin. (11-41 H./632-661 M.), yang berdudukan di Madinah al-Munawarah, selama lebih kurang 30 tahun menurut kalender Hijriyah dan 29 tahun menurut kalender Masehi. Akan tetapi pemerintahan yang singkat ini sangat menentukan sekali bagi kelanjutan agama Islam, termasuk pendidikan Islam dan kekuatan Islam.
Pada masa khalifah Abu Bakar, masalah pendidikan nyaris tak tersentuh, karena Abu bakar lebih memfokuskan pemerintahannya kepada para pemberontak dan pembangkang terhadap Islam. Selain itu, Abu Bakar juga lebih memusatkan perhatiannya untuk mengirim pasukannya dalam rangka memperluas ekspansi wilayah Islam ke Syiria untuk melaksanakan niat Rasulullah yang telah dipersiapkan sesaat sebelum Rasulullah wafat.6
Pada masa Khalifah Umar bin Kaththab, kondisi politik dalam keadaan stabil, sehingga Umar banyak melanjutkan kebijakan yang telah diambil oleh Abu Bakar. Ekspansi Islam dilanjutkan, sehingga mencapai hasil yang cukup gemelang yang meliputi daerah kekuasaan semenanjung Arabia, Palestina, Syiria, Irak, Persia dan Mesir. Berkaitan dengan pendidikan, maka khalifah Umar memerintahkan kepada para panglimanya untuk selalu mendirikan masjid di daerah-daerah yang menjadi taklukannya, sebagai tempat untuk beribadah dan melakukan kegiatan pendidikan.7 Berkaitan dengan pendidikan pula, maka khalifah Umar banyak mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukkannya, yang bertugas untuk mengajarkan isi al-Qur’an dan ajaran Islam kepada penduduk yang baru Islam. Dia juga menganjurkan kepada
5
Zuhairini,dkk.,Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Depag, 1986), 34-50.
6
Hanun Asrohah,Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Kalimah, 1999), 17.
7
(18)
setiap anak muslim untuk menghafal; al-Qur’an, dan kepada setiap bapak diharapkan mampu mengajarkan al-Qur’an kepada anak-anaknya sebelum mereka masuk sekolah.8
Pada masa Khalifah Usman bin Affan, Pelaksanaan pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan pada masa ini hanya melanjutkan apa yang sudah ada. Belum terlihat ada usaha yang kongkrit yang dikembangkan oleh khalifah Usman dalam bidang pendidikan, kecuali satu usaha yang dianggap cemerlang dan cukup berpengaruh terhadap pendidikan Islam, yaitu melanjutkan usulan Umar kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan tulisan ayat-ayat al-Qur’an, dan membukukannya. Kemudian khalifah Usman mengirimkan salinan al-Qur’an tersebut ke Makkah, Kuffah, Basrah dan Syam.
Sementara, Khalifah Ali Bin Abi Thalib, yang pemerintahannya penuh dengan pergolakan-pergolakan politik, kekacauan dan pemberontakan, membuat pemerintahannya nyaris tidak mempedulikan masalah perkembangan pendidikan Islam. Menurut Soekarno dan Ahmad Supardi, saat kericuhan politik dimasa Ali ini, hampir dapat dipastikan bahwa kegiatan Pendidikan Islam mendapat hambatan dan gangguan, walaupun tidak terhenti sama sekali. Khalifah Ali saat itu tidak sempat lagi memikirkan masalah pendidikan, karena seluruh perhatiannya ditujukan kepada masalah keamanan dan kedamaian bagi masyarakan Islam.9
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kegiatan pendidikan Islam pada masa keempat khalifah ini belum berkembang seperti masa-masa sesudahnya, dan pelaksanaanya tidak jauh berbeda dengan masa Nabi, yang menekankan pada pengajaran baca-tulis dan ajaran-ajaran Islam yang bersumber pada al-Qur’an dan Hadits Nabi.
Pada tanggal 20 Ramadhan 40 H. Ali terbunuh oleh anggota Khawarij, kemudian kedudukan Ali sebagai Khalifah digantikan oleh Anaknya Hasan,
8
Tedd D. Beavers, Arabic Contributions to Educational Thought, terj. Deny Hamdani,
Paradigma Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Riora Cipta, 2001), 18.
9
Soekarno dan Ahmad Supardi,Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Angkasa, 1985), 68.
(19)
selama beberapa bulan, karena posisi Hasan semakin lemah, sementara Muawiyah semakin kuat, akhirnya Hasan mengambil keputusan untuk mengadakan perjanjian damai dengan Muawiyah. Perjanjian ini akhirnya dapat mempersatukan kembali umat Islam dalam satu kepemimpinan di bawah Muawiyah Ibn Abi Sofyan. Dengan demikian, berakhirlah apa yang disebut dengan masa al-Khulafa’ ar-Rasyidin, dan mulailah kekuasaan bani Umayyah (661–750 M.), dalam sejarah.
Pelaksanaan pendidikan Islam pada masa ini semakin meningkat dari masa sebelumnya..kalau sebelumnya pendidikan hanya dilaksanakan di kuttab, di rumah-rumah dan masjid, pada masa ini pendidikan dilaksanakan juga di Istana untuk mendidik anak-anak keluarga kerajaan, di samping itu para penguasa sering mengadakan majlis-majlis keilmuan. Pada masa ini juga mulai ada perhatian terhadap pembidangan ilmupengetahuan, seperti ilmu tafsir, hadis, fiqh dan ilmu kalam.
Di bidang ilmu kalam, dapat ditelusuri cikal bakal gerakan teologi Islam, yaitu Wasil Ibn ’Atha yang dianggap sebagai pendiri aliran Mu’tazilah. Aliran ini muncul sebagi reaksi terhadap aliran khawarij dan murji’ah yang telah berkembang dimasa itu. Di antara doktrin utama aliran Mu’tazilah adalah paham”kebebasan manusia” atau Free Will, yang pada masa sekarang dikembangkan oleh golongan Qadariyah yang merupakan lawan dari golongan Jabariyah.10
Walaupun perhatian terhadap pendidikan dan perkembangan pemikiran tidak sebesar pada masa Abbasiyah, namun usaha-usaha umat Islam pada masa ini sangat besar dan penting sekali pengaruhnya bagi perkembangan pendidikan dan pemikiran pada masa sesudahnya. Dinasti Umayyah telah meletakkan dasar-dasar bagi kemajuan pendidikan dan pemikiran di masa Dinasti Abbasiyah kelak. Karena usahanya inilah Philip K. Hitti mengatakan bahwa masa dinasti Umayyah merupakan ”inkubasi” atau masa tunas bagi perkembangan intelektual Islam.11
10
Fayyaz Mahmud,A History of Islam(London: Oxford University Press, 1960), 94.
11
(20)
Pada masa Dinasti Abbasiyah (750 M-1258 M), ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat pesat dan sekaligus berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan. Seorang khalifah yang cerdas, bijak, santun dan bersifat pemaaf,12 serta pencinta ilmu, Al-Ma’mun bin Harun Al-Rasyid, menyadari benar bahwa kekuasaan yang dimilikinya merupakan amanat dari Tuhannya, sehingga ketika berkuasa Ia senantiasa memamfaatkan kekuasaannya itu untuk ilmu pengetahuan dan peradabannya.13
Di era kepemimpinannya, kekhalifahan Abbasiyah menjelma menjadi pemimpin adikuasa dunia yang sangat disegani. Wilayah kekuasaan dunia Islam terbentang luas mulai dari pantai Atlantik di barat hingga sampai tembok besar Cina di timur. Dalam dua dasawarsa kekuasaannya, sang khalifah juga berhasil menjadikan dunia Islam sebagai penguasa dalam Ilmu pengetahuan dan peradaban dunia.
Berkat inovasi dan gagasannya yang cukup brilian, Baghdad yang merupakan ibu kota Abbasiyah menjelma menjadi pusat kebudayaan dunia, khalifah sangat mendukung sekali terhadap pengembangan keilmuan dan seni. Perpustakaan Bait al-hikmah yang didirikan oleh Ayahnya, Harun al-Rasyid, disulapnya menjadi sebuah universitas virtual yang mampu menghasilkan sederet ilmuwan muslim yang melegenda.
Professor Dreiker sebagaimana dikutip Afif, dalam pengamatannya mengatakan :“ Arab moslims promoted ancient studies and researches to a great
extent and founded new field of knowledge which had not been known before”.14
12
Ia memaafkan al-Fadhl bin Rabi yang telah menggalang kekuatan untuk menentang Khalifah, Al-Ma’mun juga memaafkan Ibrahim bin Al-Mahdi yang telah melantik dirinya sebagai Khalifah di Baghdad pada saat al-Ma’mun berada di Merv, padahal al-Mu’tashim dan al-Abbas bin al-Ma’mun mengusulkan agar membunuh Ibrahim. Tidak hanya itu saja, Ia juga memaafkan al-Husain bin Dhahhak , yang pernah mengatakan bahwa al-Ma’mun tidak akan merasa tenang dengan jabatannya karena Ia akan diburu oleh musuh-musuhnya. Lihat Didin Saefuddin Buchori,
Sejarah Politik Islam (Jakarta: Pustaka Intermasa, 2009), 94.
13
ketika pengangkatan Al-Ma’mun menjdi khalifah ke 7 pada tahun 813 A.D. Baghdad menjadi pelopor pusat pengajaran dan pendidikan dunia. Ia banyak menyediakan buku-buku,memanggil para sarjana (scholars) dengan sangat hangat sambutan dan kecintaanya terhadap mereka. Lih. Afif A Tabbarah,The Spirit of Islam: Doctrine & Teaching (New Delhi: Islam Book Service, 1998), 266-267.
14
Afif A Tabbarah, The Spirit of Islam : Doctrine & Teachin (New Delhi: Islam Book Service, 1998), 267.
(21)
Pemerintahan Islam pada masa Dinasti Abbasiyah ini merupakan puncak peradaban Islam (Klasik) terbesar abad pertengahan. Liberalisasi ilmu pengetahuan yang diformalkan oleh al-Ma’mun sebagai khalifah ke-7 dengan menjadikan Mu’tazilah sebagai madzhab resmi Negara, merupakan salah satu dari aspek pendukung kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam pada masa itu. Sehingga perkembangan ilmu pengetahuan semakin nampak, ilmu-ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum semakin banyak digemari orang-orang Islam.
Keberpihakan al-Ma’mun terhadap paham Mu’tazilah ini tampaknya tidak bisa dipisahkan dari kehausannya terhadap ilmu pengetahuan yang rasional dan kecintaannya terhadap filsafat.15
Para ulama dan cendikiawan bahu-membahu untuk mengadakan penelitian dan riset. Suasana ini nampak sekali ketika al-Ma’mun mengembangkan lembaga penterjemahan dan penelitian, bait al-Hikmah. Mereka bukan saja para pelindung ilmu pengetahuan melainkan para pelajar yang haus akan ilmu pengetahuan. Mereka, adalah para ilmuwan dari seluruh penjuru dunia yang sengaja datang untuk mengunjungi majlis-majlis ilmu, bahkan mereka mendapatkan penemuan-penemuan baru, laporan penelitian dan lain sebagainya.16
Pada masa (Abbasiyah) ini, fungsi politik masjid berangsur-angsur mulai ditinggalkan,semua urusan kenegaraan diselenggarakan di dalam istana. Selain untuk beribadah, Masjid mulai di pergunakan untuk kegiatan pertemuan ilmiah para sarjana dan ulama. Masjid memiliki andil yang cukup besar dalam megembangankan pendidikan dan ilmu pengetahuan dalam kebudayaan Islam, yang mencapai puncaknya pada masa dinasti tersebut.17 Pergeseran fungsi masjid ini sebatas pada bidang politik, yaitu masjid bukan lagi sebagai tempat untuk merumuskan dan memutuskan kebijakan-kebijakan pemerintah. Sebab telah digantikan dengan istana, tempat bertahtanya khalifah sekaligus memerintah.
15
Didin Saefuddin Buchori,Sejarah Politik Islam (Jakarta: Pustaka Intermasa, 2009), 95.
16
M. Atiqul Haq,Wajah peradaban (Bandung : Zaman, 1998), 51.
17
(22)
Namun demikian bukan berarti Istana hanya sebagai tempat bertahtanya khalifah dan pemerintahannya saja,tempat ini pun sering kali dijadikan tempat berkumpulnya para sastrawan,cendikiawan dan para ulama dari berbagai kota di bagdad,18 untuk melakukan diskusi-diskusi dalam rangka memecahkan berbagai persoalaan yang berkembang pada saat itu, baik persoalan pemerintahan maupun non pemerintahan, seperti perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan Islam. Kegiatan tersebut sering kali dilakukan oleh khalifah al-Ma’mun ketika menjalankan roda pemerintahannya. Sehingga pada masa ini dikenal dengan sebutanthe golden age of Islam (masa keemasan Islam),19 periode klasik.
Beliau adalah Abdullah abul Abbas al-Ma’mun yang dilahirkan pada tahun 170 H. di malam kemangkatan pamannya khalifah al-Hadi.20 Al-Ma’mun Bin Harun al-Rasyid merupakan seorang pemimpin (Khalifah) urutan ke tujuh dari khalifah-khalifah dinasti Abbasiyah yang didirikan oleh Abdullah al-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas,21dan mencapai puncak kejayaan serta popularitas pemerintahan dinasti ini pada masa khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya, al-Ma’mun (813-833 M).22
Al-Ma’mun yang memiliki nama lengkap Abu Ja’far al-Ma’mun bin Harun al-Rasyid, orang barat menyebutnya almamon, ia dilahirkan pada tanggal 14 september 786 M. Ayahnya adalah Khalifah Harun al-Rasyid, sedangkan ibunya seorang mantan budak yang bernama Marajil.
18
M. Masyhur Amin,Dinamika Islam (Yogya: LKPSM, 1995), 95.
19
M. Masyhur Amin, Dinamika Islam (Yogya: LKPSM, 1995), 95. Lihat juga, Didin Saefuddin Buchori,Sejarah Polotik Islam (Jakarta: Pustaka Intermasa, 2009), 77.
20
A. Syalabi,Sejarah Kebudayaan Islam I (Jakarta: Pustaka al Husna, 1993), 129.
21. Lihat juga, Badri Yatim,Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), 49. Khalifa-khalifah Dinasti Abbasiyah yang pertama adalah Abu al-Abbas as-Saffah (132-136 H./750-754M.), kedua, Abu Ja’far al-Mansyur (136-158 H./754-775 M.), ketiga, Al-Mahdi (158-169 H./777-785 M.), keempat, al-Hadi (169-170 H./785-786 M.), kelima, Harun ar-Rasyid, (170-193 H./786-809 M.), keenam, Amin (193-198 H./809813 M.) dan ketujuh Al-Ma’mun (198-218 H./813-833 m.), as-Suyuti,Ta>rikh al-Khulafa>,Al-Mas’udi, Muruj, jilid III-IV, dan Boswort, Islamic, 24. lihat juga, Didin saefuddin, Sejarah Politik Islam (Jakarta: Pustaka Intermasa, 2009). 111-112.
22
(23)
Lantaran sang ibu bukan dari keturunan Abbasiyah, maka pada tahun 802 M. Sang Ayah mewariskan singgasana kekhalifahannya kepada putranya yang lain yang bernama al-Amin, sedangkan al-Ma’mun ditunjuk sebagai gubernur di Khurasan, dan sebagai khalifah setelah al-Amin. Setelah khalifah al-Rasyid wafat pada tahun 809 M. Hubungan ke dua saudara yang berlainan ibu itu menjadi kurang baik.
Konflik hubungan yang kurang baik itu semakin memburuk setelah al-Amin memecat al-Ma’mun dari posisi Gubernur di Khurasan, dan menunjuk putranya untuk menggantikan posisi pamannya di Khurasan. Al-Ma’mun menganggap bahwa keputusan itu sebagi pelanggaran terhadap wasiat yang diberikan Ayahnya Harun Al-Rasyid, sehingga keduanya melakukan perang saudara, dengan bantuan pasukan Khurasan yang di pimpin oleh Thahir bin Husain, akhirnya al-Ma’mun dapat mengalahkan pasukan al-Amin.
Al-Ma’mun dinobatkan menjadi khalifah, ketika beliau sedang berada di Rayy pada tahun 198 H./813 M., akan tetapi beliau tetap bertempat tinggal di Khurasan sampai tahun 204 H/819 M.23Beliau dikenal sebagai seorang khalifah yang sangat mencintai ilmu pengetahuan. Sehingga pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing menjadi salah satu kebijakannya.
Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, beliau memberikan gaji yang cukup besar kepada penerjemah-penerjemah dari golongan kristen dan penganut agama lain yang ahli di bidangnya. Beliau juga banyak mendirikan lembaga-lembaga pengkajian ilmu pengetahuan dan penterjemahan, salah satu karya terbesarnya yang tercatat dalam sejarah adalah pengembanaganbait al-Hikmah,24
suatu lembaga dan perpustakaan untuk kegiatan penelitian dan penerjemahan pada tahun 830 H. Lembaga ini dijadikan sebagai basis pengumpulan
manuskrip-23
Ibrahim Hasan,Sejarah dan Kebuyaan Islam (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), 121.
24
Dalam Bait al-Hikmah terdapat sebuah observatorium astronomi, wacana-wacana yang menjadi objek penelitian dan penerjemahan adalah karya-karya tulisan Plato, Aristoteles, Hippocrates, Galen, Ptolemi dan lain sebagainya. Karya-karya mereka telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Lihat Hanun Asrohah,Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 1999), 31.
(24)
manuskrip Yunani dan sekaligus merupakan pusat penterjemahan, dan juga berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar.25
Pada masa pemerintahan al-Ma’mun inilah. Baghdad mulai dikenal menjadi pusat kebudayaan Islam dan ilmu pengetahuan.26 Meskipun pada masa-masa sebelumnya, yaitu Ja’far al-Mansyur dan Harun al-Rasyid, sebagai mendiang ayahnya telah banyak melakukan hal yang sama, akan tetapi belum begitu terkenal seperti apa yang diperbuat oleh al-Ma’mun.
Kemasyhuran dan kepopuleran al-Ma’mun dalam bidang ilmu pengetahuan dan kesusastraan pada masa pemerintahaannya terlihat jelas dalam karya penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Syalabi, bahwa Al-Ma’mun merupakan salah satu diantara khalifah-khalifah terbesar dan orang-orang yang paling bijak. Dia menggunakan beberapa sitem dalam pemerintahannya, antara lain untuk mengembangkan pendidikan tentang ilmu filsafat dan studi sastra. Untuk itu, Al-Ma’mun menyuruh agar seluruh hasil karya dari penelitian atau sumber-sumbernya diterjemahkan ke dalam bahasa arab dan menerbitkannya. Dia juga menguasai Evclides (ilmu ukur), dan mempelajari ilmu pengetahuan tentang zaman purba (arkeoligi), serta mendiskusikan ilmu-ilmu pengetahuan lain dan melindungi orang-orang bijak yang akrab dengannya.27
Kehausan al-Ma’mun akan ilmu pengetahuan mendorong dirinya untuk menyibukan diri dalam mempelajari berbagai pemikiran sains dan filsafat. Sementara untuk mengurus pemerintahannya, ia mempercayakannya kepada Fadl bin Sahl yang di angkatnya sebagai panglima tertinggi.28
Hal senada diakui Langgulung, bahwa tampak ketika al-Ma'mun memerintahkan untuk mengumpulkan kitab-kitab yang ada di daerah-daerah kekuasaanya, seperti Syiria, Afrika, dan Mesir dalam menggantikan pajak-pajak, selalu terlihat unta-unta yang memasuki kota Baghdad dengan membawa kertas
25
Badri Yatim,Sejarah Peradaban Islam (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000), 52.
26
Badri Yatim,Sejarah Peradaban Islam,52. lihat juga W Montgomery, 68.
27
Ahmad Shalabi,Sejarah Kebudayaan Islam I, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1993), 140.
28
Pujian dan sanjungan tentang sifat al-Ma’munoleh para sejarawan dapat dilihat Jalaluddin as-Suyuthi,Ta>rikh al-Khulafa> (Kairo: Maktab an-Nahd}ah al-Misriyah, 1975), 487-489..
(25)
dan kitab-kitab. Sehingga di istana al-Ma'mun nampak seakan-akan menjadi sebuah tempat pertemuan ilmu dan sastera, bukan sebagai pusat pemerintahan dan Khalifah, sebab di sana berkumpul orang-orang yang terdiri dari guru-guru, pengkritik-pengkritik, penterjemah dan komentator-komentator.29
Inilah yang merupakan salah satu faktor keberhasilan pemerintahan al-Ma’mun dalam melaksanakan kebijakan pemerintahannnya. Sebagai seorang pencinta ilmu, Al-Ma’mun tidak segan-segan memanggil para ulama (ilmuwan) untuk bergabung dalam majelis (diskusi) di istananya. Bahkan istananya sering kali dijadikan tempat untuk bermalam-malam (menginap) bagi para sastrawan dan para ulama ahli ilmu untuk mengarang (membuat) buku dan menerjemahkan buku-buku yunani kedalam bahasa Arab.
Salah satu pioner penerjemah pemikiran Yunani pada masa itu adalah Abu Yahya al-Bithriq di bawah patronase al-Mansyur, ia telah menerjemahkan karya-karya besar Galen, Hippocrates dan Ptolemi, Quadripartium. Karya besar lainnya adalah Elements karya Euclid, dan al-majisthi (Mageste).30 Hunain bin Ishaq, seorang Kristen Nestorian dari Hirah, yang telah menerjemahkan karya-karya Yunani untuk khalifah al-Ma’mun. Buku-buku yang berhasil diterjemahkannya hampir semuanya karya Galen (yang terdiri dari 20.000 halaman), karya Aristoteles; Catagories, Phisics, Magna Moralia dan
Hermeneutics, dari karya Plato; Republic, Times dan Laws. Dari karya-karya Hippocrates, ia menerjemahkan Aphorisme, dari karya Diascorides, Materia Medica, dan dari karya Ptolemi empat buku tentang astronomi dan kitab perjanjian lama.
Sedangkan anak Hunain, yang bernama Ishaq, menerjemahkan karya-karya Aristoteles, yaitu; Metaphisics, filsafat jiwa, De Generaione et De Corruptionedan komentar Alexander mengenai karya-karya Aristoteles.
Dalam sejarah, pemerintahan al-Ma'mun dapat menjadi besar tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan pendahulunya yang telah lebih dahulu sukses
29
Hasan Langgulung,Asas-Asas Pendidikan Islam(Jakarta: Al-Husna zikra, 2000), 85.
30
(26)
dalam pemerintahannya, antara lain; Abu Ja'far Mansyur dan Harun al-Rasyid.31
Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, filsafat, kebudayaan dan peradaban ini menjadi satu ciri yang menonjol pada masa dinasti Abbasiyah dibandingkan dengan dinasti-dinasti Islam yang lainya.32
Ciri lain yang menonjol dari pemerintahan bani Abbas adalah berpindahnya ibu kota pemerintahan ke Baghdad sehingga terjadi asimilasi antar bangsa Arab dengan bangsa lain yang telah lebih dahulu mengalami perkembangan ilmu pengatahuan, dan dalam penyelenggaraan negara adanya sebuah jabatan wazir, yang membawahi departemen-departemen, serta terbentuknya ketentaraan profesional baru yang sebelumnya tidak ada.
Menurut Didin kemajuan yang begitu pesat dibidang pendidikan dan Ilmu pengetahuan sekurang- kurangnya dipengaruhi oleh tujuh faktor,33 sebagai berikut :
1. Kontak antara Islam dan persia yang merupakan jembatan untuk berkembangnya ilmu pengetahuan dan falsafat. Hal ini mengingatkan bahwa secara kultural, Persia memang lebih banyak berperan dalam pengembangan tradisi keilmuan Yunani. Salah satu lembaga yang berperan dalam penyebaran tradisi helenistik (Yunani) di Persia adalah akademi Jundishapur, yang merupakan warisan dari kekaisaran Sassaniyah. Selain itu ada pula salonika,Creshipon dan Nishapur.34
31
Kekayaan yang melimpah yang diwariskan kepada Harun al Rasyid dimamfaatkan bagi kepentingan social,seperti membangun rumah sakit, membangun lembaga pendidikan untuk dokter dan farmasi, dan pada masanya paling tidak sudah terdapat lebih kurang 800 dokter. Di samping itu ia juga membangun tempat-tempat pemamdian umum, maka tingkat kemakmuran yang paling tinggi telah terwujud pada masa pemerintahan ini, kesejahteraan,kesehatan,pendidikan,ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah Negara Islam menempatkan dirinya sebagai Negara terkuat dan tak tertandingi di dunia. Lihat Badri yatim,Sejarah peradaban Islam(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), 52-53.
32
Didin Saefuddin Buchori, Sejarah Politik Islam (Jakarta: Pustaka Intermasa, 2009), 101.
33
Didin Saefuddin Buchori, Zaman keemasan Islam (Jakarta: Radja Grafindo Persada, 2001), 148-150.
34
(27)
2. Etos intelektual dan dukungan penuh para khalifah, terutama khalifah Harun al-Rasyid dan Al-Ma’mun,35 terhadap ilmu pengetahuan sehingga dapat dikatakan bahwa peradaban Islam diprakarsai oleh penguasa dan memperoleh patronase penguasa yang dalam hal ini diawali pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid dan Al-Ma’mun.
3. Peranan keluarga Barmark yang mendapatkan tugas dari penguasa untuk mendidik khalifah dan keluarga istana. Keluarga ini terkenal karena kecerdasan dan keluhuran budinya, sehingga secara turun temurun banyak waktu yang dicurahkan oleh keluarga ini untuk ikut mencerahkan intelektual keluarga istana bani Abbas, bahkan kemudian dipercaya menjadi orang kedua dalam pemerintahan sebagai wazir,36 Dinasti Abbasiyah sampai masa kekhalifahan Harun al-Rasyid.
4. Kegiatan penerjemahan literatur-literatur Yunani ke dalam bahasa Arab dengan secara besar-besaran dan didukung oleh alokasi dana yang cukup besar pula yang disediakan khalifah.37
5. Relatif stabilnya kekuasaan dan tidak adanya pem,bukaan wilayah baru serta hampir tidak adanya pemberontakan-pemberontakan yang merongrong pemerintahan Abbasiyah.
35
Dua khalifah ini memang paling menonjol diantara khalifah-khalifah yang lain, sehingga kedua khalifat ini dapat disebut sebagai khalifah paling besar. Banyak buku yang ditulis secara khusus mengenai khalifah tersebut, misalnya, Andre Clot,Harun al-Rasyid and the Word of the Thausand and One Nights(London: Saqi Book, 1989). Lihat juga Didin Saefuddin Buchori,
Sejarah Politik Islam (Jakarta: Pustaka Intermasa, 2009). 101.
36
Wazir adalah seorang yang dipercaya khalifah untuk memimpin sebuah lembaga yang di namakan al-Wizarat. Lembaga dan jabatan ini dalam sejarah pemerintahan Islam baru ada setelah dibentuk oleh khalifah Abu Ja’far al-Mansur. Wazir membawahi kepala-kepala departemen. Ia adalah seorang pembantu dan sekaligus penasihat utama Khalifah, di mana tugasnya adalah mewakili Khalifah dalam menyelenggarakan pemerintahan dan mengangkat para pejaban negara atas persetujuan kahalifah. Wazir berkedudukan sebagai kepala pemerintahan ekseutif dan pemimpin pasukan militer. Lihat. Suyuti Pulungan, fiqih siyasah (Jakarta: Rajawali Pres, 2002), 173.
37
Diriwayatkan bahwa imbalan yang diberikan kepada para pennerjemah adalah berupa emas seberat buku yang diterjemahkan. Para penerjemah berasal dari kalangan Muslim dan non– Muslim. Kendati demikian, justru penerjemah yang paling terkenal adalah dari kalangan non-Muslim sepertiu; Hunain bin Ishak dan tsabit bin Qurrah. Lihat. Didin Saefuddin Buchori,Sejarah Politik Islam (Jakarta: Pustaka Intermasa, 2009), 102.
(28)
6. Adanya kebuyaan yang heterogen di Baghdad, sehingga menimbulkan proses interaksi antara satu budaya dengan budaya yang lain.38
7. Situasi sosial Baghdad yang kosmo polit di mana berbagai macam suku, ras dan etnis serta masing-masing kulturnya yang berinteraksi satu sama lain, mendorong pemecahan masalah dari pendekatan intelektual.39
Ketujuh faktor inilah yang mendorong tercapainya kemajuan yang begitu pesat di bidang ilmu pengetahuan dan pendidikan yang diraih pada masa dinasti Abbasiyah terutama pada masa Harun al-Rasyid dan Khalifah al-Ma’mun.
Dalam sejarah, pemerintahan al-Makmun bisa menjadi besar tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan pendahulunya yang telah sukses dalam pemerintahannya, antara lain; Khalifah abu Ja’far al-Mansyur dan Khalifah Harun al-Rasyid.40
Ayahnya, Harun al-Rasyid cukup berhasil dalam bidang keuangan negara dan pembangunannya. Keduanya mempunya peranan yang cukup besar untuk kemajuan, bukan saja pada bidang memperluas wilayah kekuasaan, melainkan juga dalam hal meningkatkan penerjemahan-penerjemahan terhadap filsafat yunani dengan segala aspeknya kedalam bahasa Arab.41
Keberpihakan khalifah – pada masa klasik tersebut – terhadap ilmu pengetahuan membawa suasana baru dan mendapat dukungan serta perhatian
38
Dibaghdad terdapat empat kebudayaan yang berlainan, yaitu kebudayaan Arab, Persia, Yunani dan Hindu. Lihat Didin Saefuddin Buchori, Sejarah Politik Islam (Jakarta: Pustaka Intermasa, 2009), 102.
39
Didin Saefuddin Buchori,Sejarah Politik Islam,102.
40
Kekayaan yang banyak dimamfaatkan oleh khalifah Harun al-Rasyid untuk keperluan social, antara lain; membangun rumah-rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi. Pada masa pemerintahannya sudah terdapat paling tidak sekitar 850 dokter. Di samping itu juga membangun tempat-tempat pemandian ( sebagai fasilitas) umum. Tingkat kemakmuran yang paling tinggi terwujud pada masa khalifah ini, antara lain; kesejahteraan, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada masa keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi. Lihat Badri Yatim,Sejarah Pradaban Islam(Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2000), 52.
41
Diantara buku-buku filsafat yang di terjemahkan pada masa khalifah al-Mansyur adalah buku-buku logika, kemudian pada masa al-Ma’mun dilakukan penerjemahan terhadap buku-buku filsafat yang lain, seperti ketuhanan, etika dan psikologi. Lihat, A. Hanafi, Pengantar Filsafat Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), 41. Lihat juga Harun Nasution,Islam Ditinjau dari Berbagai aspek (Jakarta: UIP, 1985), 68.
(29)
penuh terhadap kegiatan-kegiatan intelektual Islam. Menurut hanun, umat Islam pada saat itu juga memiliki perhatian yang cukup besar terhadap pemikiran yang rasional dan filosofis. Akibatnya, terjadi perkembangan dalam bidang keagamaan, yang sebelumnya dominan bersumber dari doktrin agama, kemudian dikembangkan secara nalar dan filosofis sehingga muncul pembagian terhadap
ilmu-ilmu naqliyah danilmu-ilmu aqliyah.42
Khalifah al-Ma’mun telah menjadikan pemerintahannya mencapai kemajuan yang luar biasa yang ”belum pernah” dialami oleh para pendahulunya. Beliau memadukan antara keunggulan ilmu pemgetahuan dan teknologi serta agama dalam rangka mengemban amanat. Karenanya, ia percaya bahwa ahli ilmu merupakan sekelompok hamba Allah yang terpilih diantara hamba-hambanya. Itu karena ahli-ahli ilmu laksana tentara dan pemimpin umat manusia yang kalau mereka lenyap dunia akan kesepian.43
Kecintaan dan kekaguman al-Ma’mun terhadap ilmu pengetahuan telah ditanamkan dan tumbuh sejak masih kanak-kanak. Menurut Ahmad syalabi dalam bukunya ”Sejarah Kebudayaan Islam” mengatakan bahwa diantara faktor yang menjadikan sebutan al-Ma’mun adalah keintelektualannya dan kecintaannya terhadap Ilmu pengetahuan, serta jasa-jasanya itulah yang telah meletakkan dirinya di puncak daftar khalifah-khalifah Abbasiyah.44
Khalifah yang sangat cinta dengan ilmu pengetahuan itu mengundang para ilmuwan dari beragam Agama untuk datang kebait al-Hikmah. Al-Ma’mun menempatkan para intelektual itu dalam posisi yang sangat mulia dan sangat terhormat. Para filosof, ahli bahasa, dokter, ahli fisika, matematikus, astronom, ahli hukum serta para sarjana yang mengusai ilmu lainnya digaji dengan bayaran yang sangat tinggi.
Dengan insentif dan gaji yang sangat tinggi itu, para ilmuwan tersebut dipacu semangatnya untuk terus menterjemahkan beragam teks ilmu pengetahuan
42
Hanun Asrohah,Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Kalimah, 1999), 103.
43
Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam (Jakarta: Al-Husna Zikra, 2000), 85.
44
Ahmad Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, jilid III, terj. (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), 190.
(30)
dan karya-karya dari berbagai bahasa seperti, Yunani dan sansekerta ke dalam bahasa Arab. Bahkan demi perkembangan ilmu pengetahuan khalifah al-Ma”mun rela mengirimkan utusannya untuk pergi ke Bizantium guna mengumpulkan beragam manuskrip yang termashur untuk di terjemahkan kedalam bahasa Arab.
Di Bait al Hikmah ini, Ia mengumpulkan berbagai buku (sumber) tentang ilmu pengatahuan, sehingga pada zamannya itulah lahir tokoh-tokoh filosof Arab yang agung, yaitu Abu Ya’kub bin Ishaq al-Kindi (180- 258H./ 796-873 M.) yang telah menulis beberapa buku tentang ilmu pengetahuan. Al-farra, (w. 820 H), seorang ahli filologi yang telah menuliskan buku untuk al-ma’mun dan mendiktekan secara umum tentang tafsir al-Qur’an.45
Selain al-Kindi dan al-farabi, banyak lagi tokoh-tokoh lain yang muncul ketika al-ma’mun memerintah. Di antara tokoh-tokoh utama dalam kerajaan al-Ma’mun antara lain; Yahya bin Aktam yang menjadi Qadhi Qodhat (Hakim Agung), juga seorang ahli hadits yang terkemuka. Ahmad bin Daud al-Mu’tazilah, seorang alim yang disegani di istana.46 Tokoh-tokoh ini telah memdapatkan pendidikan klasik dengan baik, mereka merupakan para ahli dibidang filsafat yunani, fiqih dan ilmu-ilmu agama adalah berkat kemudahannya dalam mempelajari ilmu-ilmu asing kedalam bahasa mereka (Arab).
Tidak dapat dielakan lagi bahwa penerjemahan buku karya-karya pemikiran yunani telah menyebabkan semaraknya dunia ilmu pengetahuan Islam di masa klasik. Hal ini mengakibatkan pada kegairahan gerak ilmiah secara
Liberal, bebas. Dan berimbas kepada kebebasan terhadap materi pendidikan, baik pendidikan agama maupun pendidikan filsafat. Walapun pendidikan di masa klasik ini tidak sekompleks pendidikan modern, namun pendidikan Islam klasik dapat dikatakan maju bahkan dianggap telah mencapai masa keemasan sepanjang sejarah.
Menurut Watt, sebelum munculnya penerjemahan buku-buku Yunani, memang telah terjadi kegiatan intelektual yang gencar dikalangan orang-orang
45
J. Pederson,Fajar Intelektualisme Islam (Bandung: Mizan, 1996), 72.
46
Ahmad Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, jilid III, terj. (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), 141.
(31)
Islam, terutama mengenai masalah-masalah fikih.47 Dengan demikian etos intelektual memang sudah ada dikalangan umat Islam sebelum penterjemahan berlangsung.
Sejak permulaan penerjemahan karya-karya pemikiran Yunani, pendidikan Islam mengalami kemajuan cukup pesat baik dalam materi pengajaran (kurikulum) maupun lembaga pendidikannya,48 misalnyaBait al-Hikmah, menjadi pusat kegiatan ilmiah.49 Hal ini disebabkan karena peran kebijakan yang terapkan oleh khalifah al-Ma’mun yang di anggap tepat dan cukup gemilang pada saat itu.
Menurut Mehdi Nakosteen, gerakan penerjemahan yang berlangsung di Baghdad tidak dapat dilepaskan dari gerakan penerjemahan yang sebelumnya dilakukan pada masa kekaisaran Sassaniyah, yakni yang berpusat disebuah akademi yang bernama jundishapur.50
Gelombang Hellenisme,51 merupakan akibat yang wajar dari hasil kegiatan penerjemahan karya-karya Yunani kuno kedalam bahasa Arab. Meskipun hal itu nampaknya telah dirintis sejak zaman Bani Ummayah di Damaskus – misalnya,
47
W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam, Terj. Hartono Hadikumoro (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), 139.
48
Hanun Asrohah,Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Kalimah, 1999), 43.
49
Nurcholis Madjid,Khazanah Intelektual Islam(Jakarta: Bulan Bintang, 1994), 23
50
Jundishapur adalah sebuah lembaga akademi yang merupakan pusat kegiatan penerjemahan buku karya-karya ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani serta Hindu ke dalam bahasa Pahlavi dan Syiria ke dalam bahasa Arab, lihat. Mehdi Nakosteen, History of Islamic Origins of Western Education AD 800-1350. terj. Joko S. Kahar. (Colorado: University of Colorado Press, 1964), 33.
51
Menurut Nurcholis Madjid, istilah “Hellenisme” pertama kali diperkenalkan oleh ahli sejarah dari Jerman, J.G.Droysen. Droysen menggunakan istilah “Hellenisme” sebagai sebutan untuk masa yang dianggapnya sebagai periode peralihan antara Yunani kuno dan dunia Kristen. Lihat Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah
Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan, Jakarta:Paramadina, 1995, hal. 233. Berbeda dengan
Droysen, beberapa ahli sejarah, seperti Bernard Lewis dan Philip K. Hitti, menggunakan istilah ”Hellenisme” sebagai sebutan un tuk adopsi peradaban Yunani Kuno maupun peradaban Yunani pada masa sesudah meninggalnya Alexander Agung. Peradaban Hellenisme dapat dibedakan atas peradaban Hellenis dan Hellenistik, yang berasal kata “Hellene” yang artinya Greek atau Yunani. Hellenis adalah peradaban Yunani Kuno mulai 776 S>M.sampai meninggalnya Alexander Agung pada tahun 323 S.M. Sedangkan Hellenistik adalah peradaban Yunani pada masa sejak meninggalnya Alexander Agung sampai berkuasanya Romawi atas wilayah-wilayah Hellenistik, Lihat Edward Mc Nall Burns dan Philip Lee Ralp, Civilizations from ancient to Contemporary
(32)
disebut-sebut bahwa khalifah Ibn Yazid (w. 84 H./704 M.), seorang putera khalifah yang klaim kehalifahannya ditolak, telah mencurahkan perhatiannya kepada pengkajian filsafat – akan tetapi gerakan penerjemahan itu sendiri baru mencapai puncaknya pada masa pemerintahan khalifah al-Ma’mun yang berpusat di Baghdad dengan menganut faham Mu’tazilah.52
Pemikiran Hellenistik pertama kali menjadi perhatian umat Islam setelah mereka tertarik kepada Teologi.53Perdebatan antara umat Islam dan Kristen yang dilaksanakan di majelis-majelis oleh khalifah-khalifah Dinasti Umayyah, menyebabkan umat Islam mengenal kebudayaan Hellenistik.Ketertarikan umat Islam terhadap kebudayaan Yunani dilanjutkan dengan penerjemahan buku-buku yunani kedalam bahasa Arab.
Ketertarikan berikutnya adalah dengan terjadinya kontak yang semakin dekat, dan khalifah al-Manshur memindahkan pusat pemerintahannya ke Baghdad, dekat ibu kota Persia, Ctesiphon, sekitar 762M.54
Berkat kebijakan dalam memerintah dan jasanya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan memajukan ”Pendidikan Islam”, maka al-Ma’mun pantas dimasukan kedalam daftar khalifah besar Dinasti Abbasiyah. Menelusuri jejak-jejak sejarah kepiawaian al-Ma’mun sebagai seorang khalifah besar Daulat Bani Abbasiyah dalam mengelola kebijakan negara, terutama dalam memajukan peradaban dan kebudayaan klasik dengan semangat menggali budaya-budaya asing; Helenistik, Persia dan Yunani melalui penterjemahan-penterjemahan dan membangun lembaga observatory, sehingga dapat mengantarkan kemajuan ilmu pengetahuan dan pendidikannya menghasilkan sebuah peradaban yang gemilang saat itu.
52
Nurcholis Madjid,Khazanah Intelektual Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), 23.
53
Gelombang Hellenisme pertama bersentuhan dengan pemikiran Islam memang lebih banyak terlihat dalam pemikiran teologi. Lihat W. Montgomery Watt, Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam, (Jakarta: P3M., 1987), 54-113.
54
Pemindahan ibu kota ke Baghdad dikarenakan merasa kurang aman berada di tengah-tengah orang Arab yang selalu berebut kekuasaan. Lihat Hanun, Sejarah Pendidikan Islam
(33)
Salah satu usaha keseriusan al-Ma’mun dalam pengembangan ilmu pengetahuan adalah dengan mengembangkan Bait al-Hikmah. Lembaga ini kemudian difungsikan sebagi pusat penerjemahan buku-buku sains dari Yunani, dan untuk menambah leterature lembaga tersebut maka al-Ma’mun mengurimkan utusannya ke Bizantium untuk memperoleh manuskrip-manuskrip Yunani. Diantara penerjemah terkenal pada masa itu adalah Yahya bin Masawaih, al-Hajjaj bin Mathar, dan Yahya bin al-Bittriq.55
Diantara karya-karya terjemahan yang ada adalah karya Yahya bin al-Bittriq (Galen, Hippocrates, dan Ptolemi tentang Quardripartium, dan karya Euchid tentang Elements), karya Hunain bin Ishaq atau Joantitus, seorang kristen Nestorian dari Hirah (Galen, Aristoteles tentang Catagories, Phisic, Magna Moralia, dan Hermeneutics, Plato tentang Republik, Timeus, The Laws, dan Hippocrates tentang aphorisme, Diascorides tentang Materia Medica, Ptolemi tentang Astronomi), karya anak dari Hunain (Aristoteles Metaphisics, Filsafat jiwa, De Generatione at De coruptione, dean komentar dari Alexander terhadap pemikiran aristoteles).56
Menurut Stanton, sampai akhir abad ke 10, hampir semua karya-karya yang terkenal di museum Hellenistik telah diterjemahkan seluruhnya ke dalam bahasa Arab. Mengngat betapa besarnya perhatian al-Ma’mun terhadap ini, maka Bernard Lewis menyatakan bahwa Islam merupakan pewaris pusaka Hellenisme ketiga setelah Greek dan Latin Christendom, dengan melakukan penerjehan secara besar-besaran karya-karya warisan Yunani kedalam bahasa Arab.57
Demikian berkembangnya penerjemahan pada masa al-Ma’mun,sehingga jumlah karya-karya Yunani telah berhasil diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan sangat berlimpah, oleh sebab itu, akhir abad ke sembilan belas hampir
55
Philip K. Hitti,History of Arab(London: Macmillan Press Ltd., 1974), 310.
56
Armai Arief, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Islam Klasik
(Bandung: Angkasa, 2004), 184.
57
Bernard Lewis, Bangsa Arab dalam Lintasan Sejarah, terjemahan Jamhuri (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1988), 140.
(34)
semua karya-karya yang diketahui dari museum Hellenistik telah tersedia bagi ilmuwan-ilmuwan Muslim.58
B. PERMASALAHAN 1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana di jelaskan di atas, maka penelitian yang berjudul” Pengaruh kebijakan al-Ma’mun terhadap kemajuan Pendidikan Islam” merupakan keingin tahuan penulis untuk mengungkapkan dan mengidentifikasi langkah-langkah kebijakan strategis apa saja yang telah diambil khalifah al-Ma’mun pada masa pemerintahannya, sehingga bisa mencatatkan dirinya pada puncak daftar khalifah-khalifah besar dinasti Abbasiyah,59 dan membawa pencerahan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan Islam pada umumnya.
Pada umumnya para pakar sejarah (Charles Michael Stanton dan W. Montgomery, Watt) baik peneliti atau pun penulis sejarah memberikan penilaian bahwa; pada masa Daulah Abbasiyah (terutama pada masa pemerintahan khalifah Harun al-Rasyid dan puteranya al-Ma’mun) inilah telah tercapai Era Keemasa Islam (The Golden Age of Islam) dalam rentang waktu yang panjang.
Didin Saefuddin Buchori, setidaknya mencatat ada tujuh faktor yang mendukung keberhasilan khalifah al-Ma’mun dalam membawa kemajuan ilmu pengetahuan dunia pendidikan Islam.60
Prestasi yang diraih oleh khalifah al-Ma’mun itulah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang upaya kebijakan apa sajakah yang telah dilakukan pada masa pemerintahannya dan apa kontribusinya terhadap kemajuan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
58
Charles Michael Stanton, Pendidikan Tinggi dalam Islam, alih bahasa H. Affandi dan Hasan Asari (Jakarta : Logos Publishing Housa, 1994), 83.
59
Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, jilid III, terj. (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hal. 190.
60
Didin Saefuddin Buchori, Zaman Keemasan Islam (Jakarta: Radja Grafindo Persada, 2001), 148-150.
(35)
2. Pembatasan Masalah
Tesis yang berjudul ”Kebijakan al-Ma’mun tentang Pendidikan” ini penulis kemukakan beberapa model kebijakan pemerintahan Khalifah al-Ma’mun dan kontribusinya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan Islam yang penulis anggap baik dan representatif.
Ada beberapa jenis kebijakan politik yang dapat memberikan pengaruh positif terhadap umat Islam pada masa itu, seperti tentang pemindahan pemerintahan kota, kebijakan tentang upaya memajukan ilmu pengetahuan dan pendidikan, kebijakan tentang pemberlakuan mihnah,61 dan menjadikan faham Mu’tazilah sebagai mazhab resmi Negara. Serta kebijakan internal dalam upaya mendamaikan keluarga bani hasyim.
Ada pun jenis kontribusi dari kebijakan tersebut dapat di gambarkan menjadi dua, yaitu: Pertama, kontribusi terhadap pendidikan yang ada adalah meliputi; materi (kurikulum) pendidikan, membangun perpustakaan, Bait al-Hikmah dan Observatorium. Kedua, kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan yang meliputi; gerakan penerjemahan, mengembangkan diskusi-diskusi dan melegalisasi faham rasionalisme Mu’tazilah menjadi mazhab resmi negara.
Jenis-jenis kebijakan dan kontribusinya inilah yang akan penulis paparkan dalam tesis. Hal ini dimaksudkan agar pembahasan dalam tesis ini lebih terfokus terhadap Kebijakan Kahalifah al Ma’mun dan kontribusinya terhadap kemajuan pendidikan dan ilmu pengetahuan dalam Islam yang tidak terlalu melebar, sehingga dapat diketahui batasan-batasan yang jelas dalam penyajian tesis ini.
61
Secara fenomenologi,Mihna dalam sejarah perkembangan pemikiran Islam telah terjadi sebelum masa al-Ma'mun. jahm Ibn Sofwan dihukum mati karena ia membawa paham sendiri, Ma'bad al-Juhani dihukum mati karena melahirkan paham Qadariyah pada masa khalifah abdul Malik ibn Marwan pada tahun 80 Hijriyah, ghaylan al-Dimasyqi juga dihukum mati oleh Hisyam ibn Abdul Malik pada tahun 105 H. lihat, Ahmad Amin, D}uha al-Islam (Kairo: Nahdah al-Misriyah), 162, dan Nurcholis Madjid,Khazanah Intelektual Islam(Jakarta: Bulan Bintang, 1990), 14, Semacam ujian untuk meyakinkan paham/keyakinan terhadap orang lain.
(36)
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan sebagai mana di paparkan di atas, maka pertanyaan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana kebijakan pemerintah al-Ma’mun tentang pendidikan. 2 Apa kontribusinya terhadap kemajuan pendidikan.
C. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian yang mengkaji mengenai kekhalifahan dinasti Abbasiyah memang sudah banyak dilakukan oleh para ahli sejarah dan disiplin ilmu lainnya di seluruh penjuru dunia, akan tetapi penelitian yang secara mendetail mengenai kebijakan yang diterapkan oleh khalifah al-Ma’mun terhadap kemajuan pendidikan (Rasionalisme pendidikan) hemat penulis masih cukup sedikit sehingga sampai penulis memulai penyususnan proposal tesis ini penulis merasa belum cukup banyak membacanya.
Namun demikian masih tetap diperlukan sebuah kajian yang secara khusus membahas mengenai kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh khalifah al-Ma’mun pada saat itu, sehingga pada masa itu umat Islam tergerak untuk bangkit mempelajari ilmu pengetahuan, bahkan akhirnya bisa membawa Islam kepada puncak keemasannya.
Penulisan tesis ini lebih diarahkan kepada penelitian kepustakaan (library riset) mengenai langkah-langkah kongkrit kebijakan yang diambil oleh Khalifah al-Ma’mun pada masa pemerintahannya. Sehingga dengan kebijakan-kebijakan itu al-Ma’mun mampu mengankat Islam untuk mencapai punjak keemasannya, terutama pada bidang Ilmu pengetahuan dan pendidikan.
Dalam hal ini menurut penulis penelitian terdahulu yang dianggap relevan diantaranya :
Charles Michael Stanton, Higher Learning in Islam. The Clasical Periode, A. D. 700-1.300. Rowman & littlefield Publisher, Inc. 1990. Mencoba untuk membuktikan kaitan yang jelas antara kemajuan berbagai cabang ilmu pengetahuan (sains) dalam peradaban Islam dengan lembaga Pendidikan Islam.
(37)
As-Suyuti, Ta>rikh al-Khulafa>, Bairut Dar al-Kutub, menyatakan ;”al -Ma’mun adalah seorang tokoh Bani Abbas yang paling utama keilmuan, kehebatan, kesabaran dan kecerdasannya,”sehingga dapat menghantarkan pemerintahannya mencapai puncak keemasan Islam.
Didin Saefuddin Buchori, Zaman keemasan Islam, Pustaka Intermasa. 2001. menjelaskan bahwa peradaban Islam pada periode ini juga dibuktikan dengan banyaknya lembaga pendidikan dan pusat pendidikan, baik dalam bidang keagamaan maupun ilmu pengetahuan umum, dan telah melahirkan banyak tokoh intelektual Islam yang sangat penting dan berpengaruh bagi peradaban modern.
D. Tujuan Penelitian
Ada pun yang menjadi tujuan dari penulisan tesis ini, dapat penulis kemukakan sebagai berikut :
Pertama, untuk memberikan informasi dan padangan tertentu bahwa al-Ma’mun bin Harun al-Rasyid merupakan seorang tokoh dan sekaligus ulama-cendikiawan, sehingga beliau diberi julukan oleh umat Islam sebagai ” orang besar” (The Great), yang telah menghantarkan umat Islam untuk mencapai masa keemasannya.
Kedua, memberikan informasi seobyektif mungkin, bahwa tidak selalu benar, ada anggapan kalau pola kepeminpinan para khalifah bani Abbasiyah yang keturunan arab bersifat eksklusif dan monarkhis. Hal ini setidaknya dibuktikan oleh salah satu pemimpin yaitu khalifah ke-7 bani Abbasiyah yakni al-Ma’mun bin Harun al-Rasyid mampu menampilkan gaya kepemimpinan yang merakyat dan egaliter dapat diterima kalangan manapun baik Arab maupun non Arab. Sehingga mampu mengankat pemerintahannya mencapai punca kejayaannya..
Ketiga, memberikan gambaran bahwa kebijakan yang diterapkan oleh pemerintahan al-Ma’mun mampu memberikan dinamika ilmiah yang cukup ideal pada saat itu, sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan oleh kedua pendahulunya; yakni al-Mansyur dan Harun al-Rasyid dalam memprioritaskan aspek peradaban Islam, yaitu: pendidikan dan ilmu pengetahuan melalui kegiatan penerjemahan karya-karya yunani dan pengembangan ilmu-ilmu lainnya.
(38)
E. Manfaat Penelitian
Penelitian yang penulis lakukan mengenai kebijakan yang ditempuh khalifah al-ma’mun pada masa pemerintahannya sehingga membawa kemajuan terhadap pendidikan dan ilmu pengetahuan ini diharapkan dapat bermamfaat umumnya bagi para pembaca sebagai bahan kajian/pemikiran bagi yang akan melakukan kajian/penelitian lebih lanjut, dan juga bagi para pengambil kebijakan di bidang pendidikan Islam di Indonesia mudah-mudahan tulisan ini bisa menjadi sumber inspirasi dalam menentukan arah kebijakan pendidikan Islam di Indonesia agar pendidikan Islam khususnya dan pendidikan pada umumnya yang ada di tanah air ini bisa bangkit dan lebih baik dari saat ini.
Penelitian ini pun diharapkan dapat memberikan motivasi dan menambah khazanah keilmuan bagi peneliti khususnya dan bagi teman-teman pendidik untuk mendapatkan informasi yang seobyektif mungkin mengenai pola-pola kepemimpinan bani abbasiyah terutama pada masa pemerintahan khalifah al-Ma’mun, sehingga sanggup membawa dunia Islam mencapai puncak keemasannya, terutama dalam bidanmg ilmu pengetahuan dan pendidikan.
F. Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa metode, seperti metode historis, library riset dan conten analisis. Maksud dari setiap metode dan penerapannya secara ringkas dapat penulis uraikan sebagai berikut:
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kesejarahan (historical approach) yang terpokus kepada penelitian tentang biografis, yakni penelitian tentang pendidikan seseorang, sifat-sifat, watak, pengaruh pengaruh lingkungan maupun pemikiran dan ide-ide dari subjek serta pembentukan karakter tokoh. Pendekatan ini dimaksudkan untuk mengkaji biografi al-Ma’mun, situasi dan kondisi yang dimungkinkan untuk ikut serta mempengaruhi pola pengambilan kebijakan-kebijakannya dalam melaksanakan pemerintahannya.
(39)
Teknik analisis62 penelusuran data dalam penelitian ini menggunakan cara library research, yakni dengan mengkaji karya-karya ahli sejarah dan pendidikan tentang al-Ma’mun untuk memperolah data mengenai kebijakan yang diterapkan al-Ma’mun dan kontribusinya terhadap kemajuan pendidikan dan ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam secara lengkap.
Disisi lain juga dalakukan penelusuran data yang sama dalam rangka memperoleh gambaran yang lebih lengkap mengenai lembaga-lembaga pendidikan dan ilmu pengetahuan yang ada pada saat itu.
Ditinjau dari sifatnya ini, kemudian penulis menggolongkan data tersebut kedalam katagori penelitian kualitatif dengan prosedur kegiatan dan teknik penyajian hasil finalnya secara deskriptif.
Adapun teknik penulisan tesis ini mengacu kepada buku pedoman penulisan karya ilmiah (makalah,tesis dan disertasi) Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2010–2011.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan tesis ini mengikuti kepada buku pedoman penulisan karya ilmiah (karya ilmiah,tesis dan disertasi) yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sebagai mana lazimnya sebuah tesis atau buku, pembahasan dalam tesis ini dibagi ke dalam beberapa bab yang saling berhubungan satu bab dengan bab selanjutnya. Penelitian ini dibagi menjadi lima bab yang terdiri dari satu bab pendahuluan, tiga bab pembahasan, dan satu bab penutup, dengan komposisi sebagai berikut:
Bab pertama berisi pendahuluan yang di dalamnya akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, telaah kepustaan, tujuan penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
62
Metode pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Selalu ada hubungan antara metoda pengumpulan data dengan masalah penelitian yang akan di pecahkan, masalah memberi arah dan mempengaruhi metoda pengumpulan data. Kecermatan dalam memilih dan menyusun teknik serta alat pengumpulan data akan memungkinkan untuk tercapainya pemecahan masalah secara valid dan realiable serta dapat dirumuskan secar obyektif.
(40)
Pada bab dua ini akan diuraikan tentang hubungan negara dan pendidikan dalam pemerintahan al-Ma’mun yang meliputi; kekuasaan dan pendidikan, kebijakan pendidikan dan hakikat pendidikan.
Pada bab tiga akan dijelaskan mengenai perkembangan lembaga-lembaga pendidikan sebelum al-Ma’mun yang berhubungan dengan masdjid, maktab, toko-toko buku atau kedai dan majlis-majlis, serta perkembangan ilmu pengetahuan sebelum masa pemerintahannya.
Pada bab empat ini akan diuraikan tentang perkembangan lembaga pendidikan pada masa pemerintahan al-Ma’mun yang meliputi; perpustakaan, bait al-hikmah dan observatorium, dan perkembangan ilmu pengetahuan serta kontribusinya pada masa pemerintahannya yang meliputi; gerakan penerjemahan, mengembangkan diskusi-diskusi dan mengembangkan faham rasionalisme Mutazilah.
Pembahasan berikutnya berupa pembahasan terakhir atau bab penutup, yang di dalamnya akan disajikan mengenai kesimpulan dari permasalahan yang telah di bahas dalam tesis ini dan daftar pustaka.
(41)
BAB II
HUBUNGAN NEGARA DAN PENDIDIKAN DALAM SEJARAH ISLAM
Dalam masyarakat yang dinamis, pendidikan memegang peranan yang sangat menentukan terhadap eksistensi dan perkembangan masyarakat itu sendiri, oleh karena, pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan secara sadar untuk melestarikan, dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam segala aspeknya dan jenisnya kepada generasi muda sebagai pewaris itu semua.
Demikian pula halnya di kalangan umat Islam, pendidikan Islam mempunyai peranan yang sangat penting, peran pendidikan dikalangan umat Islam merupakan salah satu bentuk manifestasi dari cita-cita hidup Islam untuk melestarikan, mengalihkan dan menanamkan (internalisasi) dan mentransformasikan nilai-nilai ajaran Islam kepada pribadi-pribadi generasi penerusnya sehingga nilai-nilai kultural religius yang dicita-citakan dapat tetap berfungsi dan berkembang dalam kehidupan dimasyarakat dari waktu ke waktu. Dengan istilah lain pendidikan Islam mempunyai peran untuk menanamkan, mengintegrasikan iman dan takwa dengan ilmu pengetahuan dalam pribadi manusia untuk mewujudkan kesejahteraan hidup baik di dunia maupun di akhirat.
Guna mewujudkan itu semua, maka tanggung jawab terhadap Pendidikan tidak dapat dibebankan kepada salah satu pihak saja, malainkan semua pihak harus terlibat dalam hal Pendidikan. Dengan kata lain tanggung jawab Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara orang tua, diri sendiri, sekolah, masyarakat dan pemerintah (Negara).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Negara mempunyai hubungan yang signifikan dengan Pendidikan dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut. Oleh karena itu pada bab ini akan diuraikan mengenai perkembangan pembentukan pemerintahan Islam pada masa Nabi Muhammad Saw.dan kaitannya dengan perkembangan Pendidikan masa Islam pertama, kebijakan Pendidikan dan hakikat Pendidikan.
(42)
A. Kekuasaan dan Pendidikan.
Pendidikan sangat erat kaitannya dengan struktur kekuasaan di dalam masyarakat, kekuasaan yang mengabaikan atau merampas hak-hak asasi manusia akan menyebabkan terhambatnya perkembangan manusia. Oleh sebab itu, peran pemerintahan dalam pendidikan sangat menentukan, terutama dalam mempasilitasi terciptanya kemerdekaan individu yang sejati, dimana setiap individu berhak untuk dapat mengembangkan dirinya dan bersama-sama memecahkan masalah bersama.
Di sini kita akan melihat betapa peran pentingnya pendidikan bagi rakyat yang merupakan dasar bagi rakyat untuk dapat berkembang. Pendidikan merupakan alat penting dalam proses kesetaraan dan kesejahteraan anggota masyarakat dalam arti semua orang mempunya kesempatan yang sama untuk berkembang.
Di bawah ini akan diuraikan mengenai proses terjadinya pendidikan dan kaitannya dengan pemerintahan pertama dalam Islam, serta konep-konsep tentang pendidikan dari beberapa tokoh pendidikan.
1. Bentuk pemerintahan dan Pendidikan Islam
Bentuk pemerintahan Islam yang dibangun pertama kali oleh Nabi Muhammad saw. di Madinah, bukanlah berbentuk kerajaan atau kekaisaran seperti yang di anut oleh dua kekuasaan yang telah ada pada saat itu, yaitu Kekaisaran Sasaniyah di Persia dan Kekaisaran Romawi Timur di Bizantium. Akan tetapi, pemerintahan yang dianut Nabi pada waktu itu, sudah bisa dikatakan pemerintahan yang cukup ideal atau sudah modern untuk ukuran saat itu.
Tatanan sosial politik yang dibangun Nabi Muhammad telah membuat kagum umat Islam dan sekaligus para ahli peneliti tentang Islam. Fenomena ini menurut Antony Black, merupakan sebuah gambaran yang menggambarkan kesuksesan besar yang tidak dapat dicapai oleh kebanyakan revolusi.63
63
Antony Black,Pemikiran Politik Islam, terj. Abdullah Ali (Jakarta: Serambi, 2006), 36.
(1)
Beavers, D., Teed, Paradigma Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Rosdakarya, 1992.
Brockelemen, Carl,History of Islam People, London, 1982.
Buchori, Saefuddin, Didin,Sejarah Politik Islam, Jakarta: Intermasa, 2009. Buchori, Saefuddin, Didin,Zaman Keemasan Islam, Jakarata, Grasindo, 2002. Burns, Mc Nall Edward dan Philip Lee Ralp, Civilizations from ancient to
Contemporary,Newyork:W.Norto and Company,Inc,1963.
Clot, Andre, Harun al-Rasyid and the word of the thausand and one nights, London: Saqi Book, 1989.
Dahlan,Abdul, Aziz, Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Islam, Jakarta; Beunebi Cipta, 1987.
Dewan Redaksi Ensiklopedi,Ensiklopedi Islam 3,Jakarta: Intermasa, 1994.
Dodge, Bayard, Muslim Educational in Meieval times, Washington: The Middle East Institute, 1962.
Engineer, Asghar, Ali, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Logos, 1999.
Esposito, John L.,The Oxford History of Islam, Inggris: Oxford University Press, 1999.
F.E. Feters, .Aristotle and the Arabs, New York: New York University Press, 1968.
Fachruddin, Fuad, M., Perkembangan Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985.
Fahmi, Asma, Hasan, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Fahry, Madjid,Sejarah Filsafat Islam, Jakarta: Pustaka jaya, 1987.
Ghurabi, Al, Mustafa Ali, Ta>rikh al-Firraq al-Islamiyah, Kairo: Mathba’ah Ali shahih, 1959
Goldziher, Ignaz, Mohammed and Islam, New Harvad: Yale University Press, 1917.
(2)
Hasan, Rifa’i, A., Prespektif Islam dalam Pembangunan Bangsa, Yogyakarta: PLP2M, 1987.
Hasyim, A,Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979. Hitti, Philip K.,History of The Arab, Londo: Mc Millan, Ltd. 1970. Hodgson, Marshal G.S.,The Venture of Islam, Jakarta: Paramadina, 1999.
Hopkins, J.F.P., Geografical and Navigational, dalam majalah Yung, et.al. (ed), Religion, Learning and Science in the Abbasid Period, Cambridge: University Press, 1990.
Ibnu, Katsir,Al-Bidayat~ wa al-nihayat~, Bairut: Maktab al-Ma’arif, 1990.
Ibrahim, Hasan,Sejarah dan Kebudayaan islam,Bandung: Kota Kembang, 1989. Isacs, Haskell D., Arabic Medical Literature, dalam Majalah Yung et.al.(ed),
Religion, Learning and Science in the Abbasid Period, Cambridge: University Press, 1990.
Israr, C.,Sejarah Kesenian Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1978.
Jabari, Al, Abed, Muhammad, Post Tradisionalisme Islam, Yogyakarta: LKIS, 2000.
Kamal Pasha, Musthafa, dkk, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam, Yogyakarta: LPPI, 2002.
Langgulung, Hasan,Asas-Asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka al-husna, 1988 Langgulung, Hasan,Pendidikan dan Peradaban Islam, Bandung: Al-Husna,1985. Lapidus, Perkembangan Awal Peradaban Islam di Timur Tengah(Abad VII-XII
M.), Jakarta: Raja Grafindo, 1999
Lewis,Bernard, Bangsa Arab dalam Lintasan Sejarah, terjemahan Jamhuri, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1988.
M.,Atiqul, Haq,Wajah Peradaban, Bandung: Zaman, 1998.
Madjid, Nurcholish,Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan, Jakarta: Paramadina, 1995,
(3)
Makdisi, George,The Rise of Humanism in Clasical Islam and the Christian west with Special Reference to Scholasticism, Edinburgh: University Press, 1990.
Makdisi, George,Typology of institutions of Learning dalam An Antology studies oleh Issa J. Baullata, Mc Gill Indonesia IAIN Development Project, Montreal, 1992.
Maksum,Madrasah dan Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta: Logos, 1999. Mas’udi, al., Muruj az-Z{ah{ab wa ma’adin al-Juwh{{ar, Baerut: Dar Kitab
al-Lubnani, 1982.
Mufrodi, Ali,Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos, 1999. Muhaimin,Kontroversi Pemikiran Fazlur Rahman, Cirebon: Dinamika, 1999. Musa, Muhammad Munir,Al-Tarbiyah al-Islamiyah: Us{uluh{a waTat{awwuruha fi
al Bilad al- Arab, Cairo: Alam al-Kutub, 1977.
Nabrawi, Fathiyah, al.,Ta>rikh al-Niz{am wa al-H{ad{arah al- Islamiyah, Cairo; Dar al-Fikr, 1974
Nakosteen, Mehdi, History of Islamic Origins of Western Education, Boulder: University of Colorado Press. 1964.
Nasir, Hussain, Sayyid, Science and Civillization in Islam, New York: New American Library, 1968
Nasir, Mahmud, Sayyid,Islam, Bandung; Rosda karya, 1994.
Nasution, Harun, falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1998.
Nasution, Harun,Islam ditinjau dari Berbagai aspek, jakarta: UIP, 1985.
Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 1984.
Nasution, Harun, Prinsip-prinsip Islam dalam Menghadapi tantangan zaman, Jakarta: LP IAIN, t.th.
Nasution, Harun,Teologi Islam,Jakarta: yayasan Penerbit Indonesia, 1971.
Nawawi, Rif’at Sauqi, Rasionalitas Tafsir Muhammad abduh, Jakarta: Aramadina, 1992
(4)
Pinto, olga, The Liberaries of the Arab During the Time of the Abbaside, Islamic Culture 3, 1929
Price, Kingsley,Education and Philosophical Thought, SA; Allyn and Bacon Inc., Boston, 1965.
Pulungan, J., Suyuti, Fiqh Siya>sah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran,Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.
Qodir, A.,C.,Philosophy and Science in the Islamic World, London: Routlege, 1990.
Rahman, Fazlur,Islamic Metodologi in History, terj. Anas Mahyuddin,Membuka Pintu Ijtihad, Bandung: Mizan, 1984.
Ramayulis,Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1998.
Rosenthal, Frans, The Classical Heritage of Islam, Berkeley,University of California Press, 1965.
Shaliba, Jamil,Al-Mu’jam al-Falsafi, Libanon: Dar al-Kitab al-Lubani, 1978. Shihab, M., Quraish,Wawasan Al-Qur’an, Bandung: Mizan,1997.
Sou’yb, Joesoef,Sejarah Daulat Abbasiyah I, Jakarta: Bulan Bintang, 1977. Stanton, Michael, Charles,Pendidikan Tinggi dalam Islam, Jakarta: Logos, 1994. Sunanto, Musyarifah, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Islam,Jakarta: Kencana, 2007.
Supardi, Ahmad dan soekarno,Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam,Bandung: Angkasa, 1985.
Suyuti, as, Jalaluddin,Ta>rikh al-khulafa>,Baerut: Dar el-Kutub, 1975
Syalabi, Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1993.
Syiba’i, as, Mustafa, Min Rawa’i Hadharatina,terj. Fauzi Rahman, Kebangkitan Peradaban Islam,Jakarta: Gema Insani Press, 1992
Syukur, Fatah,Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009. Szylicwics, S., Joseph, Pendidikan dan Modernisasi di Dunia Islam, Surabaya:
(5)
Tabbarah, A., Afif,The Spirit of Islam: Doctrine & Teaching, New Delhi, Islam Book Service, 1998
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Prespektif Islam, Bandung: Rosdakarya, 1992.
Thabari, at, Jarir, Ibn, Muhammad, Ja’far, Abu, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, Bairut: Dar el-Fikr, 1987.
Uhbiyati, Nur,Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka setia, 1997.
W Montgomery, Watt, Kejayaan Islam, terj. Hartono Hadikumoro, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990.
W. Montgomery, Watt,Islam dan Peradaban Dunia, Jakarta: Gramedia 1997.
W. Montgomery, Watt,Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam, Jakarta: P3M., 1987.
Yatim. Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000. Yunus, Mahmud,Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Mutiara, 1996.
(6)
DAFTAR RIWAYAT PENULIS
A. Identitas Pribadi
Nama : SUHERMAN
Tempat /Tanggal Lahir : Kuningan, 04 Pebruari 1967
Pendidikan : S-2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pekerjaan : Guru Pendidikan Agama Islam SMP Negeri 127 SSN Jakarta Barat
Alamat : Jln. H. Sueb. Rt. 004/003. No. 48. Petukangan Selatan Jakarta Selatan
E-mail : Suheran @ yahoo.co.id
B. Keluarga
Bapak : R. Sugandi (Alm)
Ibu : Kari (Alm)
Bapak Mertua : H. Salbini (Alm) Ibu Mertua : Hj. Siti Khadidjah
Isteri : Indah Puspita Dewi Rahayu
Anak : 1. Istiqamah MeiDinata
2. Mazidah Salbiyah C. Riwayat Pendidikan : 1. SDN Legok I. 1981
2. MTs. PUI Cidahu 1984
3. Aliyah PUI Ciawi Gebang 1987 4. IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1992 5. S-2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2010