Shalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1993, 129. Israr, Sejarah Kesenian Islam Jakarta:Bulan Bintang, 1978, 117.

108 dipaparkan, al-Ma’mun lahir enam bulan lebih dahulu dari saudara sebapaknya al- Amin. Ibunya merupakan bekas hamba sahaya yang bernama Marajil. Akan tetapi al-Amin secara silsilah dari garis ibu berkedudukan lebih baik dari al-Ma’mun, disebabkan oleh ibunya yang bernama Zubaidah, seorang keturunan Arab, oleh karena itu al-Amin dilantik sebagai putra mahkota yang pertama. 282 Sementara itu al-Ma’mun, di samping usianya yang lebih tua 6 bulan dibanding dengan al- Amin, ia adalah lebih cerdas dan lebih pintar mengurus segala perkara. 283 Secara silsilah, al-Ma’mun adalah saudara seayah dengan al-Amin, putra dari ar-Rasyid. Sementara kakek-kakek mereka berdua berujung kepada Abbas bin Abdul Muthalib, paman Nabi Muhammad SAW. Khalifah Abdullah ibn Harun al-Rasyid naik menjabat sebagai khalifah yang ke tujuh di dalam Daulat Abbasiyah dengan panggilan khalifah al-Ma’mun 198-218 H.813-833 M., menggantikan saudaranya seayah lain ibu, yaitu al-Amin 193-198 H.809-813 M., yang hanya memerintah selama lebih kurang 4 tahun 8 bulan, 284 sementara al-Ma’mun memerintah lebih kurang 20 tahun lamanya. Ia menjabat tampuk kekuasaan pada usia 28 tahun dan wafat dalam usia 48 tahun. 285 Usia yang relatif muda ini telah membawa dirinya ke dalam posisi orang-orang besar dari khalifah- khalifah abbasiyah pada masa inilah“secara politis”negara Islam sudah bisa menempatkan dirinya sebagai Negara terkuat dan tak tertandingi. 286 Inilah daftar silsilah keturunan al-Ma’mun sampai kepada kakek-kakeknya Abbas bin Abdil Muthalib. 287 282 Ketika Harun al-Rasyid berkuasa, beliau mengangkat ketiga orang putranya; Al-Amin, Al-Ma’mun dan Al-Mu’tasim sebagai putra mahkota secara bergiliran.Peristiwa ini menimbulkan perang dan pemberontakan setelah wafatnya ar-rasyid. M.Masyhur Amin, Dinasti Islam Yogjakarta:LKPSM, 1995, 99 283

A. Shalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1993, 129.

284

M. Masyhur Amin, Dinasti Islam, Yogjakarta:LKPSM, 1995, 99.

285 Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Abbasiyah I, Jakarta: Bulan Bintang, 1977,145. 286 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000,53. 287 Diolah dari sumber: Joesoef Soe’yb, Sejarah Daulat Abbasiyah I Jakarta: Bulan Bintang, 1977, 26. lihat juga Didin Saefuddin Buchori, Sejarah Politik Islam Jakarta: Inter Masa, 2009, 110 – 112. 109 Silsilah di atas itu memperlihatkan urutan sampai kepada khalifah ke 7, yaitu khalifah al-Ma’mun yang oleh para ahli sejarah di Barat dipanggil dengan sebutan The Great Orang Besar Khalifah Abbasiyah. 288

1. Pengankatan al-Ma’mun Sebagai Khalifah

Al-Ma’mun diangkat menjadi khalifah ke 7, Daulah Abbasiyah pada usia 28 tahun dan memerintah selama 20 tahun. Masa pemerintahanya dimulai pada tahun 198 H. atau bertepatan tahun 813 M. sampai dengan tahun 218 H. atau 288 Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Abbasiyah, Jakarta: Bulan Bintang, 1977, 27. Abbas bin Abdil Muthalib Abdullah Ali Muhammad Ibrahim Abdullah Saleh Abdul Samad 1.Abdullah Abul Abbas al-Saffah 132-136 H750-754M 2.Abdullah Abu Ja’far al- Mansur 136-156 H.754- 775 M. Musa 3. Al-Mahdi 158-169 H.777-785 M. 4. Al-Hadi 169-170 H785-786 M 5. Harun al-Rasyid 170-193 H786-809 M 7. Al-Ma’mun 198-218 H.813-833 M. 6.Al-Amin 193-198 H809-813 M. 110 bertemapatan tahun 833 M. pada masa pemerintahannya ini dipandang sebagai puncak keemasan dan kebesaran Daulat Abbasiyah. 289 Pengangkatan AL-Ma’mun sebagai khalifah dilatar belakangi oleh koflik perang saudara dengan pasukan al-Amin. Sewaktu al-Amin menjabat sebagai khalifah di Baghdad, sementara al-Ma’mun menjabat sebagai Gubernur Amir di kota Khurasan Merv, sekarang masuk Iran ibu kota Asia tengah waktu itu. Menurut Suyuti, “al-Amin adalah seorang yang bertutur dan berseni sastra, tetapi amat buruk dalam mengurus pemerintahannya. Pikirannya lemah, wataknya tergesa-gesa, singkat kata ia tidak layak untuk menjadi seorang pemimpin”. 290 Segala urusan kenegaraan lebih banyak diserahkan kepada mentri kepercayaannya, yaitu fadhil bin Rabi.. Tidak lama setelah al-Amin diangkat sebagai khalifah,ia mengambil satu keputusan yang kontroversial, yaitu dengan melepaskan jabatan putra mahkota dari al-ma’mun dan al-Kasim yang oleh Harun ar-Rasyid dahulu diberikan. 291 Sebagai gantinya, ia melantik putranya, Musa bin al-Amin sebagai putra mahkota. Padahal pada tahun 791 M. Harun ar Rasyid, atas permintaan istrinya, Ratu Zubaedah, seorang wanita keturunan Arab, menunjuk ketiga anak laki-lakinya yaitu Al-Amin, Al-Ma’mun dan al-Qasim, sebagai calon-calon pengganti secara berturut-turut setelah kematiannya. 292 Peristiwa ini, mengundang kemarahan di pihak al-Ma’mun, dan dianggap sebagai tantangan untuk berperang, sehingga terjadilah peperangan antara kelompok al-Amin dengan didukung 50.000 tentara dibawah pimpinan Ali bin Isa bin Mahan, sedangkan dipihak al-Ma’mun,dipimpin oleh Tahir bin Husain dengan didukung 40.000 tentara. 293 Peperangan ini terjadi di dekat Rayy pada tahun 811 M.dan dimenangkan oleh pihak al-Ma’mun. tidak puas atas kekalahan tersebut, 289 Dewan Redaksi Ensiklopedi, Ensiklopedi Islam 3, 149. 290 Jalaluddin al-Syuyuthi, Ta rikh al-Khulafa , 474. 291 Al-Mas’udi, Muruj az-Z{ah{ab wa ma’adin al-Juwh{ar Bairut: Dar el Kitab al-Lubnani, 1982, 398. 292 Al-Mas’udi, Muruj az-Z{ah{ab wa ma’adin al-Juwhar, 396. 293 Al-Mas’udi, Muruj az-Z{ah{ab wa ma’adin al-Juwhar,.399 111 al-Amin kemudian mengerahkan pasukan baru dibawah pimpinan Abdurrahman al-Jabalah. Pasukan Tahir pun kembali mengalahkan pasukan ini, dan berhasil menduduki Hamadan. Al-Ma’mun pun mengirim dua orang Jenderalnya, yaitu Harsama dan Jubair, untuk menduduki seluruh Persia. 294 Kemudian jenderal-jenderal al-Ma’mun, yaitu Tahir bin Husain dan Harsama, berangkat untuk menyerang al-Amin. Mereka menaklukkan Ahwaz, Yemana, Bahrain, Oman serta merebut Wasit, selanjutnya Jenderal-jenderal itu berangkat menuju Baghdad dari berbagai jurusan, mereka mengepung kota Baghdad selama beberapa bulan,hingga Baghdad mengalami kerusakan yang besar selama pengepungan itu. Sehingga akhirnya, al-Amin terpaksa harus mencari perlindungan sendiri bersama ibu dan keluarganya di sebuah benteng di tepi barat sungai., karena tokoh-tokoh penting yang selama ini mendukungnya mulai meninggalkannya. Selanjutnya al-Amin berpikir untuk menyerah saja karena ia masih percaya bahwa saudaranyaal-Ma’mun akan berlaku baik. Ternyata, dalam perjalanan menuju penyerahan dirinya itu, ia justru disergap dan dibunuh oleh beberapa orang tentara Persia. 295 Persaingan antara dua orang saudara itu tampaknya tidak bisa dilepaskan dengan persaingan yang terjadi antara para pendukung kedua khalifah tersebut, yaitu amir-amir Arab dan amir-amir Persia, untuk memperebutkan supremasi politik pada pemerintahannya. Al-Amin adalah putra Harun, dari zubaidah yang keturunan Arab, sedangkan al-Ma’mun putra Harun dari wanita keturunan Persia. Menurut Muir, al-ma’mun adalah pujaan rakyat Khurasan dan mereka menyebutnya sebagai “anak dari saudara perempuan kita.” 296 Setelah kematian al-Amin, Naiklah al-Ma’mun sebagai khalifah pada tahun 813 M. al-Ma’mun diangkat menjadi khalifah sewaktu berumur 28 tahun, dan memerintah selama 20 tahun. Masa pemerintahannya dipandang sebagai masa 294 Keterangan lebih lengkap lihat Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir, at-Tabari, Ta rikh al Umam wa al-Muluk Bairut:Dar el-Fikr, 1987, 217-242. 295 Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir, at-Tabari, Ta rikh al Umam wa al-Muluk, 271 296 Muir, The Caliphate, 484. 112 keemasan yang melanjutkan kebesaran yang telah dicapai oleh Ayahnya,Harun ar- Rasyid. 297 Jauh berbeda dengan saudaranya, al-Amin, Al-Ma’mun memiliki sifat pemaaf, ia juga kurang berminat terhadap hiburan dan permainan. 298 Sifat pemaafnya al-Mamun ini dibuktikan kepada al-Fadhil bin Sahl, 299 yang pada waktu itu diberikan kewenangan penuh untuk mengurusi urusan pemerintahan, kewenangan ini kemudian disalah gunakan dengan menggalan kekuatan dan dukungan untuk menentang khalifah di Merv, demikian juga kepada Ibrahim bin al-Mahdi,yang telah melantik dirinya sebagai khalifah di Baghdad,pada saat al-Mamun masih berada di Merv,padahal waktu itu al- Mutashim dan al-Abbas bin al-Mamun mengusulkan untuk membunuh Ibrahim. Sebagaimana dikutip Didin, Suyuti mengatakan: “Al-Ma’mun adalah tokoh Bani abbas yang paling utama keilmuan, keberanian, kehebatan, kesabaran dan kecerdasannya.” selama dua puluh bulan tinggal di Baghdad, ia tidak mau mendengar sembarang nyanyian. Faktor penyebabnya adalah karena ia harus berkonsentrasi penuh untuk mengembalikan keutuhan kerajaan yang hampir runtuh., dan ia juga harus berkonsentrasi pada buku-buku yang ia baca. 300 Al- Ma’mun yang berkeluarga pada usia relatif cukup muda, yaitu umur 16 tahun. Pada perkawinan al-ma’mun, putra ar-Rasyid, dengan Buran, anak seorang wajirnya, al-Hasin bin Sahl, di laksanakan pada tahun 825 H., sebagai mana di ceritakan oleh ali Mufrodi, merupakan sebuah pesta pora yang cukup meriah, sehingga bisa dikatakan sebagai sebuah pemborosan yang besar. Betapa tidak, lanjut mufrodi, seribu butir mutiara yang indah dan besar- besar yang terletak di atas baki emas ditaburkan kearah mempelai berdua yang berdiri di atas hamparan tikar yang dihiasi dengan mutiara dan batu hitam. Di samping itu banyak hadiah yang diberikan berupa tanah,hamba sahaya dan 297 Karena kebesarannya al-ma’mun juga banyak diabadikan dalam buku tersendiri seperti karya Ali Muhammad Ridha,’A shr al-Islami az- Z{ah{aby, al-Ma’mun al ‘A bbasy. Lihat. Didin Saefuddin Buchori, Sejarah Politik Islam Jakarta: Pustaka Intermasa, 2009, 94. 298 Pujian dan sanjungan tentang sifat-sifat al-Ma’mun oleh para ahli sejarah dapat dilihat misalnya pada as-Syuyuthi, Ta rikh al-Khulafa Baerut: Darl Al-Kutub, 487-489. 299 Jalaluddin as-Suyuti, Ta rikh al-Khulafa , 487-489. 300 Didin Saefuddin Buchori, Sejarah Politik Islam, 94. 113 barang-barang berharga lainnya kepada keluarga khalifah dan keluarga para pejabat tinggi Negara. 301

2. Masa Pemerintahan al-Ma’mun.

Al–Ma’mun sebagai pengganti ayahnya meneruskan tradisi keilmuan dan penerjemahan karya-karya ilmuwan Yunani ke dalam bahasa Arab. Ia juga mendirikan sebuah akademi di Baghdad yang di beri nama Bait al-hikmah gedung kebijaksanaan yang di dalamnya terdapat sebuah observatorium yang diperuntukkan bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Meskipun kata, Ahmad Shalabi, pembangunan Bait al-Hikmah ini telah diawali pada masa Harun al- Rasyid. 302 Diantara kelebihan yang dimiliki al-Ma’mun adalah keintektualannya dan kecintaannya kepada ilmu pengetahuan serta jasa-jasanya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan,ia juga banyak mengumpulkan buku-buku untuk disimpan di bait al-hikmah. Selain itu, ia pun banyak mengundang para penerjemah untuk menerjemahkan buku-buku sains dan filsafat Yunani kedalam bahasa Arab, dengan memberikan imbalan gaji yang cukup besar dan memuaskan. Suyuthi, mengatakan bahwa,al-Mamun adalah salah satu tokoh Bani Abbas yang paling utama keilmuan, keberanian, kehebatan, kesabaran dan kecerdasannya.sehingga ia telah dapat menempatkan dirinya dipuncak kekhifahan abbasiyah 303 . Para khalifah Abbasiyah memiliki kualitas yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Kendati demikian, apabila diperhatikan dari kualitas kepemimpinannya, tampaknya dari sembilan khalifah Abbasiyah pertama, hanya lima orang saja yang termasuk kepada khalifah besar The Great. Kelima khalifah tersebut adalah Abu al-Abbas as-Saffah, Abu Ja’far al-Mansyur, al- Mahdi, Harun al-Rasyid, dan al-Ma’mun. Sedangkan al-Hadi, al-Amin, al- 301 Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab Jakarta:Logos, 1999,104. 302 Ahmad Shalabi, Sejarah Kebudayaan Islam Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1993, 120. 303 Mengeai masalah sanjungan dan pujian tentang sifat-sifat al-Mamun oleh sejarawan dapat dilihat misalnya pada as-Suyuti, Ta ikh al-khulafa Maktabah an-Nahdah al-Misriyah, 1975,. 487-489. 114 Mu’tashim dan al-Watsiq dianggap kurang mampu memimpin dan membawa kemajuan kekhalifahan Abbasiyah. 304 Masa pemerintahan al-Ma’mun termasuk ke dalam katagori khalifah yang berhasil mencapai puncak kemegahan dan kebesaran Daulat abbasiyah. Sekali pun masa-masa sepeninggalnya masih tetap gemilang, akan tetapi sedikit demi sedikit kekuasaan para khalifah itu mulai menurun. Sebab, kekhalifahan al-Ma’mun ini merupakan puncak tertinggi pada periode pertama masa Daulat Abbasiyah dan masa sesudahnya telah bergeser dan berpindah ketangan sultan-sultan. 305 Khalifah pertama Dinasti Abbasiyah adalah Abu al-Abbas as-Saffah 132- 136 H.750-754 M.. Menurut as-Suyuthi, dalam Tarikh al-Khulafa, dikatakan bahwa beliau adalah seorang yang bermoral tinggi, memiliki loyalitas, disegani, berpikir luas, pemalu, bertingkah laku baik. Ia sopan dan menepati janji sesuai dengan waktunya. 306 Kalau Abu al-Abbas as-Saffah dianggap sebagai pendiri, maka khalifah Abu Ja’far al-Mansyur 136-158 H.754-777 M. dianggap sebagai Pembina sebenarnya Dinasti Abbasiyah. Beliau adalah tokoh Abbasiyah yang terkenal hemat, berani, tegas, berpikir cerdas dan gagah perkasa. 307 Menurut Ibnu Thabathiba, al-Mansur adalah seorang raja yang agung, tegas, bijaksana, alim, berpikir cerdas, pemerintahannya rapih, amat disegani dan berbudi baik. Namun seperti pendahulunya, sifat keras dan tidak mengenal belas kasih kepada orang- orang yang tidak sepaham dengannya menjadi cirri dari khalifah ini. Khalifah berikutnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin al-Mansur, yang bergelar al-Mahdi 158-169 H.777-785 M., merupakan putra al-Mansur 304 Didin Saefuddin Buchori, Sejarah Politik, 84. 305 Khalifah al-Ma’mun, sebelumnya 132 H.750 M. sampai wafatnya Khalifah al- Watsiq 232 H.874 M. termasuk kepada periode pemerintahan Abbasiyah pertama. Sedangkan masa sesudahnya , dimana khalifah-khalifah masa masa itu lebih banyak dikendalikan oleh orang- orang Turki, yang berakibat legitimasi terhadap khalifah berpindah ketangan para sultan. Lihat M.Masyhur Amin, Dinasti Islam Yogyakarta :LKPSM, 1995,95. lihat juga Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik:Perkembangan ilmu pengetahuan Islam Jakarta:Kencana, 2007,.50-51. 306 Jalaluddin as-Suyuti, Ta rikh al-Khulafa Kairo: Maktab an-Nahdah al-Misriyah, 175, 100. 307 Jalaluddin as-Suyuti, Ta rikh al-Khulafa , 414. 115 yang dilahirkan di Idzdad, sebuah tempat antara khuzistan dan Isfahan pada tahun 126 H. 308 Masa pemerintahannya, menurut William Muir, merupakan masa transisi antara masa pemerintahan Abbasiyah yang keras dan kasar dan masa pemerintahan berukutnya yang makmur. 309 Ia merupakan penguasa yang lembut dan dermawan, setelah naik tahta ia berusaha untuk menghapus kesan kekakuan dan kekasaran pemerintahan yang dilakukan ayahnya. Ia sangat baik dan berbelas kasih kepada kaum miskin dan kurang mampu. Harun al-Rasyid 170-193 H.786-809 M., adalah khalifah berikutnya yang termasuk ke dalam lima besar khalifah Bani Abbasiyah, merupakan khalifah yang dianggap paling cerdas dan cemerlang yang membawa Dinasti Abbasiyah mencapai zaman keemasannya, ia memerintah selama 23 tahun dan mampu membuat Dinasti ini mencapai kemajuan dan kejayaan dibidang politik, ekonomi,perdagangan, ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Dalam kitab-kitab sejarah pun ia mendapatkan porsi pembahasan yang paling panjang diantara khalifah-khalifah lainnya. 310 Dimasa pemerintahan Haruan al-Rasyid, mendirikan Baitul Hikmah yang merupakan sebuah ilustrasi kebudayaan dan pikiran yang cemerleng pada saat itu, dan merintis jalan kearah kebangkitan, serta membangun baitul mal yang yang ditugaskan untuk menanggung narapidana dengan memberi makan dan pakaian di musim panas dan musim dingin, Beliau juga membuat buku seribu satu malam yang menduduki tempat paling atas di bidang kesusastraan dunia. Harun al-Rasyid adalah seorang khalifah yang paling dihormati, suka bercengkrama, alim dan sangat dimuliakan sepanjang usia menjadi khalifah. Kedudukan khalifah Harun al-Rasyid di dalam negerinya lebih hebat dari segala peristiwa dan kekacauan yang timbul di beberapa tempat, menurut as-Suyuti, 308 As-Suyuti, Ta rikh al-Khulafa , 434. 309 William Muir, The Caliphate : Its Rise, Decline, and Fall London:Darf Publisher, 1984, 465. 310 Lihat misalnya Abu Ja’far Muhammad Ibn Jarir at-Tabari,Ta rikh al-Umam wa al- Muluk Beirut :Dar el-Fikr, 1987, ia menjadi figur yang legendaris karena cerita-cerita tentang dirinya dalam Kitab Alf Laylah wa Laylah 1001 malam. 116 bahwa zaman pemerintahan Harun al-Rasyid seluruhnya merupakan zaman yang penuh kebaikan, semuanya indah seperti pengantin baru. 311 Khalifah terakhir yang termasuk dalam lima besar khalifah Abbasiyah adalah al-Ma’mun 198-218 H.813-833 M.. Menurut Suyuthi, al-Ma’mun adalah tokoh Bani Abbas yang paling utama keilmuaannya, keberanian, kehebatan, dan kecerdasannya, jauh berbeda dengan saudaranya al-Amin, ia memiliki sifat pemaaf, dan juga kurang berminat terhadap hiburan dan permainan. 312 Semasa kecilnya, al-Ma’mun telah banyak mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Dia banyak mempelajari Hadits dari ayahnya, Harun al-Rasyid dan guru-gurunya bernama Hasim, Abid bin Awwan,Yusuf bin Atiyah dan banyak lagi. Di lain pihak ia juga belajar sastra, tata bahasa arab, dan falsafah. Al-Ma’mun merupakan salah satu keturunan Bani Abbas yang mempunyai kecerdasan yang tinggi, pintar, berpendirian kokoh, penyantun, berpengetahuan, berpikir logis, pemberani, dermawan dan mempunya cita-cita yang tinggi. Bahkan al-khatib sampai berani berkata bahwa tidak ada seorang pun dari khalifah yang hafal al-qur’an dengan baik selain Utsman bin Affan dan al-Ma’mun. 313 Al-Ma’mun adalah seorang khalifah yang sangat mencintai akan ilmu pengetahuan dan saleh perangainya. Sifat dan watak baiknya itulah yang menyebabkan ia mampu memegan jabatan pemerintahannya selama 20 tahun. Akan tetapi kebesaran jiwa dan perangai baik al-Ma’mun, mendapat sorotan yang tajam, ketika terjadi kontroversi mengenai pemberlakuan mih{nah Ingkuisisi terhadap lawan-lawan diskusinya. 314 311 Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009, 99. 312 Pujian dan sanjungan tentang sifat al-Ma’mun ole4h para sejarawan dapat dilihat misalnya pada as-Suyuti,Ta rikh, 487-489. 313 Riwayat ini termasuk khabar gharib, menurut Ibnu Katsir. Lihat , Ibnu Katsir, A l- Bidayah wa al-Nihayah Bairut: Maktab al-Ma’arif, 1990, 275. 314 Pada mulanya al-Ma’mun tidak menjelaskan pendiriannya secara terbuka, karena ia khawatir akan terjadinya perbedaan pendapat dengan para ulama yang pada umumnya beraliran suni. Lihat, Dewan Redaksi Ensiklopedi, Ensiklopedi Islam 3 Jakarta:Intermasa, 1994, 151. 117 Pada bulan Rabi’ul Awal tahun 218 H. kira-kira empat bulan sebelum meninggal. Al- Ma’mun pernah menulis surat yang ditujukan kepada Gubernur Irak, Ishak ibn Ibrahim, yang isinya antara lain memerintahkan agar menguji para qadhi dan para saksi tentang khulq al-Qur’an dan mengintruksikan supaya mereka melaksanakan perintah tersebuit. Surat itu demikian panjang, dengan mengemukakan dalil-dalil al-Qur’an yang menjelaskan bahwa ia adalah makhluk. 315 Para qadhi dan para saksi yang menolak untuk menyatakan khuluq al- qur’an dianggap telah musyrik. Dengan demikian mereka tidak berhak untuk menduduki jabatan hakim dan kesaksian mereka tidak sah. Surat tersebut dikirim keseluruh wilayah kekuasaan Islam, seperti Damaskus, dan dengan demikian maka terjadilah mih{nah 316 di seluruh wilayah itu. Mih{ nah ini merupakan semacam lembaga penyelidik yang berfungsi untuk meneliti paham seseorang, terutama para pejabat pemerintahan pada saat itu. Mih{ nah ini intinya untuk mengetahui paham yang dianut oleh seseorang para pejabat, apakah ia berpahakan Mutazilah atau bukan, karena pada masanya ini Mutazilah dijadikan paham resmi Negara. Keberpihakan al-Mamun terhadap paham Mutazilah ini tampaknya tidak dapat dipisahkan dari kehausannya terhadap ilmu pengetahuan yang rasional, dan kecintaannya terhadap filsafat yang mendorongnya untuk lebih menyetujui paham Mu;tazilah ini dibandingkan dengan paham-paham yang lain yang ada pada saat itu. Al-Ma’mun wafat pada hari rabu, tanggal 13 Jumadil akhir, pada waktu sedang berperang melawan Romawi di Bazandon 317 Tarsus kemudian 315 Dalil-dalil al-Qur’an itu antara lain surat ke 43:2, 6:1, 20:99 dan 11:1. untuk lebih lengkapnya lihat Melville Patton, Ahmed ibn Hambal and Mih{na h al-Hilal, t.th, 104-107. 316 Secara fenomenoligi, mih{ nah dalam sejarah perkembangan pemikiran Islam telah terjadi sebelum masa al-Ma’mun. jahm ibnu Sofwan dihukum mati karena ia membawa faham sendiri. Ma’bad al-Juhani dihukum mati karena melahirkan faham Qadariyah pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan pada tahun 80 H.Ghaylan al-Dimasyqi juga dihukum mati oleh khalifah Hisyam ibn Abdul Malik pada tahun 105 H. lihat Ahmad Amin, Dhuha al-Islam Kairo:Maktabah al-Nahdah,1965,162, dan Nur khalis Madjid, Khazanah Intelektual Islam Jakarta:Bulan Bintang, 1990, 14. 317

C. Israr, Sejarah Kesenian Islam Jakarta:Bulan Bintang, 1978, 117.

118 dimakamkan ditempat itu juga pada tahun 218 H. 318 Ia memerintah selama lebih kurang dua puluh tahun. Setelah al-Ma’mun wafat.maka posisi kekhalifahan digantikan oleh al-Mu’tashim pada tahun 899 M.Ia dibesarkan dalam lingkungan militer,sehingga mempunyai sifat berani dan berminat menjadi pahlawan, 319 tidak heran, jika ia dikenal tidak berpengetahuan tinggi, alhasil, Khalifah Harun al- Rasyid sendiri kurang berkenan untuk melantiknya menjadi putra mahkota atau bakal Khalifah. Sehingga pada masa Al-Ma’mun pun ia hanya dijadikan sebagai tangan kanan Khalifah untuk menyelesaikan berbagai kesulitan sekaligus memimpin berbagai peperangan. Ia juga diangkat oleh al-Ma’mun sebagai penguasa di Syiria dan Mesir, sebelum dilantik sebagai putra makhkota. Pemerintahaannya berlangsung selama sepuluh tahun. Kendati demikian, pengangkatan al-Mu’tashim sebenarnya tidak disetujui oleh sekelompok tentara yang menginginkan Abbas, anak al-Ma’mun sebagai penguasa, namun demikian, kerusuhan-kerusuhan yang muncul dapat dihindarka.. 320 Wafatnya al-Ma’mun merupakan awal kemunduran Dinasti Abbasiyah. 321 Diantara paham atau aliran yamg ada pada masa itu, maka paham Mu’tazilah inilah yang dianggap cocok atau mampu menampung keinginan pemerintah al-Ma’mun untuk mengembangkan tradisi intelektual yang diwariskan pendahulunya, dan untuk memajukan ilmu pengetahuan yang sedang digandrungi masyarakat muslim pada masa itu. Mu’tazilah menawarkan konsep rasionalitas atau penggunaan akal lebih dominan dari pada nash. 318 Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir,at-Tabari, Ta rikh al Umam wa al-Muluk Bairut:Dar el-Fikr, 1987, 516. 319 Ibn Khalikan, W afayat al-A ’yan wa anha abna az-Zama n Kairo:Maktabah an-Nahd} ah al-Misriyah,1949, 24. 320 Didin Saefuddin Buchori, Sejarah Politik Islam Jakarta:Inter Masa, 2009, 95. 321 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 3 Jakarta:Intermasa, 1994,.222. 119

B. Kebijakan Pemerintahan al-Ma’mun