62 mulai  dilaksanakan  di  lembaga-lembaga  seperti; masjid,  kutab, perpustakaan,
h{awanit al-W arraqin, ribat{, rumah sakit dan madrasah sekolah.
136
Dengan demikian, lembaga pendidikan di luar lingkungan keluarga  yaitu; masdjid,  kutab,  perpustakaan, h{awanit  al-Warraqin,  ribat  dan  lain  sebagainya
adalah merupakan lembaga pendidikan ‘formal’ dalam Islam klasik. Dalam hal ini baik Stanton, Makdisi dan Hasan Fahmi sepakat.
1. Masjid
Sejarah  pendidikan  dalam  Islam  mulai  berlangsung  sejak  diangkatnya Muhammad  menjadi  Nabi  dan  Rasul  oleh  Allah  SWT.  Yang  ditandai  dengan
diterimanya  wahyu  pertama  melalui  malaikat Jibril  di  guha  Hira  pada  tahun 610 M.  Menurut  Soekarno  dan  Ahmad  Supardi  sebagai  mana  dikutip  Hanun,
menjerlaskan  bahwa;  pendidikan  Islam  telah  terjadi  sejak  nabi  Muhammad diangkat menjadi Rasul Allah di Mekah dan Beliau sendiri sebagai gurunya.
137
Pada  waktu  itu  Muhammad  sebagai  calon  guru  pertama  dalam  Islam diajarkan oleh Jibril untuk membacakan surat al-‘Alaq sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
“  Bacalah  dengan  menyebut  nama  Tuhanmu  yang  Menciptakan,  Dia  telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
pemurah,Yang  mengajar  manusia  dengan  perantaran  kalamMaksudnya:  Allah mengajar  manusia  dengan  perantaraan  tulis  baca  Dia  mengajar  kepada  manusia
apa yang tidak diketahuinya.”
138
Kemudian  disusul  dengan  wahyu  yang  kedua  tentang  perintah  kepada Nabi untuk bangkit memberikan peringatan kepada manusia dan mengangungkan
nama Allah SWT.meninggalkan kebiasaan kebiasaan buruk agar hidup bisa bersih
136
Asma  Hasan  Fahmi, Sejarah  dan  Filsafat  Pendidikan  Islam Jakarta:Bulan  Bintang, 1979, 29. lihat  juga,  Muhammad  Munir  Musa,Al-Tarbiyah  al-Isla
miyah:  Ushuluha  wa Tathawuruha Fi al-Bilad al-’Arab
Cairo: Alam Kutub, 1977, 91
137
Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam Jakarta: Logos, 1999, 12
138
Departeman Agama, Al Qur’an dan terjemah, 1079.
63 lahir  dan  bathin.  Dari  sinilah  dimulainya  gerakan  pendidikan  dan  pengajaran
dalam Islam pertama di Mekah,dan dilaksanakan di rumah Arqam binArqam. Pendidikan  Islam  mulai  dilaksanakan  oleh  Rasulullah  setelah  mendapat
perintah  dari  Allah  SWT.  Agar  menyeru  kepada  Allah  SWT.,  sebagai  mana termaktub dalam al-Qur’an, surat al-Muddatstsir 74 ayat 1-7, sebagai berikut;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
” Hai orang yang berkemul berselimut, Bangunlah, lalu berilah peringatan Dan Tuhanmu  agungkanlah  Dan  pakaianmu  bersihkanlah,  Dan  perbuatan  dosa
tinggalkanlah,Dan  janganlah  kamu  memberi  dengan  maksud  memperoleh balasan  yang  lebih  banyak.Dan  untuk  memenuhi  perintah  Tuhanmu,
bersabarlah.”
139
Menyeru  berarti  mengajak,  dan  mengajak  berarti  juga  mendidik. Pendidikan  pada  masa  itu  merupakan  proto  type  yang  harus  terus  menerus
dikembangkan oleh umat Islam untuk kepentingan pada masanya nanti. Di  rumah  keluarga  inilah  Rasulullah  menjadikan  sebagai  lembaga
pendidikan  Islam  pertama  guna  mengadakan  dan  menyalurkan  perubahan  dalam masyarakat.
140
Pembinaan  masyarakat  yang  dilakukan  Nabi  bersama  para sahabat-Nya nampak pada perubahan yang terjadi pada masyarakat Arab meliputi
segala segi dan bidang kehidupan. Dengan hijrahnya Nabi Muhammad saw. ke Madinah merupakan pertanda
baru  bagi  lembaga  pendidikan  dalam  sejarah  pendidikan  Islam  di  samping keluarga dan masyarakat. Lembaga pendidikan baru ini bernama Masjid.
Masjid    pada  periode  awal  merupakan  lembaga  pendidikan  informal  dan memiliki peranan serta pengaruh  yang sangat besar dalam upaya penanaman dan
penyebaran  nilai-nilai  dasar  keislaman,  disamping  fungsi  utama  masjid  adalah sebagai  tempat  untuk beribadah,  juga  di  pergunakan  sebagai  sarana  yang  amat
penting  untuk  mempersatukan  kaum  muslimin  dan  mempertalikan    jiwa mereka,
139
Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya Semarang: Toha Putra, 1995, 992
140
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam Jakarta:Mutiara, 1966, 14.
64 di  samping  itu  juga  sebagai  tempat  bermusyawarah,  berunding,  menyelesaikan
berbagai permasalahan yang dihadapi saat itu.
141
Pada zaman Rasulullah, masjid juga berfungsi sebagai sarana pengajaran. Sebagai  otoritas  penafsir  wahyu  Allah  al-Qur’an,  beliau  seringkali
menyampaikan  berbagai  hal  kepada  masyarakat,baik  di  dalam  maupun  di  luar masjid,  sementara  pendengarnya  membentuk  lingkaran  h{
alaqah  di  depan  Nabi. Sepeninggal  Nabi,tradisi  ini  kemudian  dilanjutkan  oleh  para  sahabat  dengan
penambahan materi hadits-hadits Nabi. Sebagai  pusat  pendidikan,  peranan  dan  pengaruh  masjid  sangat  besar
terutama  ditunjukan  untuk  mengingatkan  manusia  akan  kehidupan  ukhrawi  atau kehidupan setelah kehidupan di dunia, oleh sebab itu maka materinya pun berkisar
pada pengetahuan keagamaan. Metode yang sering di gunakan di masjid terutama adalah nasihat-nasihat dan kisah-kisah.
142
Masjid  dikenal  sebagai  sebuah  institusi  pendidikan  tertua  dan  sangat penting  dalam  perjalanan  sejarah  ummat  Islam.  Masjid  adalah  pusat  utama  bagi
perkembangan ajaran dan kebudayaan Islam. Masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah pada perjalanan hijrahnya dari Mekah menuju ke Madinah adalah
masjid  yang  bernama  “Masdjid  Quba”  kemudian  disusul  dengan  masjid  nabawi yang  dibangun  di  kota  Madinah.
143
Dalam  merancang  bangunan  masjid  dia menggunakan  pengetahuannya  mengenai  biara  Kristen  yang  berfungsi  ganda,
sebagai tempat ibadah dan pusat pendidikan.
144
Selain  sebagai  tempat  peribadatan,  masjid  juga  dijadikan  sebagai “lembaga pendidikan”, Rasulullah telah memulainya dengan mengajarkan pokok-
pokok ajaran  Islam kepada para sahabatnya di rumah Arqam bin Arqam  sebagai tempat  untuk  pembelajaran.  Di  sini  pula  Rasulullah  menerima  para  tamu  yang
141
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999, 26.
142
Asma  Hasan  Fahmi, Sejarah  dan  Filsafat  Pendidikan  Islam   Jakarta:Bulan  Bintang, 1979, 29.
143
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an Bandung: Mizan, 1997, 461.
144
Charles Michael Stanton, Pendidikan Tinggi dalam Islam, 23.
65 ingin  bertanya    kepadaNya  tentang  ajaran  Islam  dan  orang-orang  yang  ingin
masuk Islam. Menurut  Hasan  Langgulung,  kurang  lebih 13  tahun  lamanya  Rasulullah
menjadikan  rumah  keluarga  sebagai  lembaga  pendidikan  dalam  Islam  guna mengadakan dan menyalurkan perubahan dalam masyarakat.
145
Dengan demikian dapat  di  katakan  bahwa  sebelum  masjid  dijadikan  sebagai  satu  tempat
pembelajaran,  maka  jauh  sebelum  itu  kegiatan  pembelajaran  telah  dilakukan  di keluarga atau rumah tangga pada awal Islam di Mekah.
Akan tetapi, dengan hijrahnya Nabi Muhammad Saw. Dari kota Mekah ke Madinah, hal ini merupakan awal pertanda bagi terbukanya  lembaga pendidikan
baru  dalam  sejarah  pendidikan  Islam –  disamping  keluarga –  yaitu  masdjid, sebagai “tempat” atau “lembaga” pengganti rumah.
Masjid pertama yang didirikan kaum muslimin di Madinah adalah Masjid Quba.
146
di  sinilah  mereka  mengatur  segala  urusan,bermusyawarah  guna mewujudkan tujuan,menghindarkan berbagai kerusakan dari mereka, saling bahu-
membahu  dalam  mengatasi  berbagai  masalah  dan  menghindarkan  dari  setiap kerusakan terhadap aqidah, diri dan harta mereka.
Masjid  dalam  sejarah  pendidikan  Islam  tidak  hanya  sekedar  berfungsi sebagai  tempat  untuk  beribadah  semata,  melainkan  juga  berfungsi  sebagai  pusat
pendidikan dan kebudayaan hingga saat sekarang.Masjid dalam fungsinya sebagai pusat pendidikan dan kebudayaan memainkan peranan yang penting pada periode
pertama. Sebagai lembaga pendidikan,masjid merupakan pusat tempat berlakunya proses  pendidikan  Islam.  Di  dalam  masjid  didirikan  atau  diadakan  tempat  untuk
belajar  baik  itu  di  dalam  mau  pun  di  samping  masjid  dalam  bentuk s{ufah  atau
kut{t{ab.
Masjid  dalam  fungsinya  sebagai  pusat  kebudayaan,  merupakan  tempat bagi  kegiatan  sosial,  politik,  budaya  dan  agama.  Khususnya  dalam  kehidupan
social    dan  politik  yaitu  sebagai  pusat  dalam  pelaksanaan  urusan  kenegaraan
145
Hasan  Langgulung, Pendidikan  dan  Peradaban  Islam  Jakarta:  Al-Husna, 1985, 25. lihat juga Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam Jakarta: Mutiara, 1966, 14.
146
Muhammad Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, 4-5
66 seperti
tempat pembaiatan
khalifah, tempat
pertemuan dan
tempat bermusyawarah.
147
Namun  setelah  masyarakat  Islam  memasuki  era  kemajuan,  maka masdjid pun  turut  mengalami  perubahan.  Kompleksnya  tuntutan  masyarakat  akan  masjid
menyebabkan  terjadinya  perbedaan  pandangan  tentang  masjid,  sehingga  masdjid terbagi  menjadi  dua;  yaitu  masdjid  tempat  shalat jum’at  atau  masjid  jami’    dan
masjid biasa. Istilah jami’ berasal dari Masjid jami’. Akhirnya hanya disebut jami’ sebagai lawan dari masjid yang tidak dipakai untuk melaksanakan kegiatan shalat
jum’at. Menurut George Makdisi, jumlah jami’ lebih sedikit dibandingkan dengan
jumlah masdjid. Pada abad ke-11 M. di Baghdad hanya terdapat enam jami’tetapi beratus-ratus  masdjid  dapat  di  jumpai  di  sana.  Begitu  pula  di  damaskus,  sedikit
sekali  jumlah  jami’  dibandingkan  dengan  jumlah  masdjid.  Di  Kairo –  berbeda dengan  di  Baghdad  dan  di  Damaskus-  terdapat  jami’  sebagai  sarana  mengkanter
mazhab-mazhab Sunni, khususnya Mazhab syafi’i.
148
Baik jami’  mau  pun  masjid  biasa  keduanya  dipergunakan  sebagai  tempat proses  terjadinya  pendidikan  Islam,  namun  demikian,  perbedaan  status  suatu
mesdjid  pasti  akan  mengakibatkan  perbedaan  karakteristik  di  kedua  masdjid tersebut.  Jami’  sebagai  lembaga  pendidikan  ,  memiliki h{alaqah-h{alaqah,
149
yang mengajarkan berbagai disiplin ilmu agama. H{
alaqah adalah membentuk lingkaran
147
Armai  Arief, Sejarah  Pertumbuhan  dan  Perkembangan  Lembaga  Pendidikan  Islam Klasik
Bandung: Angkasa, 2004, 35
148
George  Makdisi, Typology  of  Institutions  of  Learning  dalam  Anthology  Studies  oleh Issa  J.Baullata  Montreal:  McGill  Indonesia  IAIN  Develovment  Project, 1992, 13. Bandingkan
dengan Stanton, Pendidikan Tinggi dalam Islam Jakarta:Logos, 1994, 35-36
149
H{ alaqah artinya lingkaran. Lembaga ini secara umum dikenal dengan system h{
alaqah. Kegiatan h{
alaqah  biasanya  terjadi  di  masdjid-masdjid  atau  di  rumah-rumah. H{ alaqah  yang
biasanya terjadi dirumah dilaksdanakan oleh seorang ulama dengan mengundang murid-muridnya untuk  berdiskusi  atau  berdebat  atau  mengajar  kepada  murid-murid.  Kegiatan  ini  berlangsung
secara  terus  menerus.  Bahkan  setelah madrasah  lahir  ,  sitem h{alaqah  ini  di  laksanakan  juga  di madrasah-madrasah. Dari sini kelihatannya h{
alaqah ini merupakan semacam metode penyampaian materi  pelajaran,  akan  tetapi h{
alaqah  ini  tidak  dapat  disebut  sebagi  satu  metoda,  karena  ia merupakan  ”lembaga”  tersendiri  meski  tidak  berlangsung  disuatu  gedung  tersendiri.  Ia
menunjukan  adanya  kebebasan  penuh  bagi  guru-guru  atau  ulama-ulama  untuk  mengajar.  Lihat, Hanun Asrohah, Sejarah Pendidika Islam Jakarta: Logos, 1999, 49.
67 yang mengelilingi seorang syaikh yang dengan kefasihannya dalam berbicara dan
kedalaman ilmu pengetahuannya dapat menarik para pendengar.
150
Hal  yang  menonjol  pada  periode  pertama  ini  adalah  bahwa  pendidikan yang dilakukan di masjid dalam bentuk h{
alaqah ini diberikan dengan cuma-Cuma dan  merupakan  kewajiban  bagi  semua  anak  umat  Islam  untuk  mendapatkannya,
metoda pengajaran yang diberikan antara lain, membaca,menulis,menerangkan al- Qur’an,dan menjadikan murid untuk mengenal kebudayaan Islam dan arab.
Kegiatan  pengajaran  yang  berbentuk  majlis-majlis  juga  seringkali dilaksanakan  di  jami’.  Bahkan  tidak  sedikit  jami’  yang  memiliki zawiyah-
zawiyah , -  tempat  orang-orang  yang  senantiasa  ingin  mendekatkan  diri  kepada
Tuhan –  yang mengajarkan keagamaan .  Zawiyah itu didirikan dan dipersiapkan untuk  seorang  syaikh  yang  terkenal  yang  bertugas  untuk  mengajarkan  ilmunya
dan  mengasingkan  diri  untuk  beribadah.  Pada  umumnya  zawiyah  ini  dikenal dengan nama syaikh yang terkenal karena ilmunya dan ketaqwaannya.
151
Berbeda  dengan  jami’,  masdjid-masdjid  memberikan  kebebasan  penuh kepada  umat  Islam  untuk  mengadakan h{
alaqah-h{ alaqah.  Karena  masjid  tidak
berhubungan  dengan  kekuasaan,  ulama-ulama  yang  mengajar  di  masdjid  tidak terkait dengan otoritas penguasa.
Peran  ulama  dalam  mentransformasikan  ilmu  pengetahuan    di  sini  tidak terbatas hanya kepada ilmu-ilmu agama, tetapi juga terhadap ilmu umum seperti
Filsafat,  teologi,  sastra,  kedokteran  dan  lain  sebagainya.  Oleh  karena  itu, kapabilitas  dan  kredibilitas  keilmuawan  ulama  pada  abad  ini  tidak  hanya  diakui
oleh  ilmuwan  muslim  saja,  tetapi  juga  diakui  oleh  ilmuwan  di  seluruh  penjuru dunia.
Biaya  pendidikan  pun  tidak  di  bebankan  kepada  Negara,  akan  tetapi,  di tanggung  bersama  antara  murid-murid  dan  umat  Islam  secara  umum.  Namun,
tidak  menutup  kemungkinan  ada  penguasa  yang  dengan  suka  rela  menafkahkan sebahagian harta bendanya untuk terselenggaranya pendidikan. Misalnya, khalifah
150
Charles Michael Stanton, Pendidikan Tinggi dalam Islam, 24.
151
Asma  Hasan  Fahmi, Sejarah  dan  Filsafat  Pendidikan  Islam  Jakarta:  Bulan  Bintang, 1979, 47.
68 al-Qadir pernah mengirimkan makanan yang diambilkan dari atas mejanya sendiri
untuk  dibagi-bagikan  kepada  murid-murid  yang  sedang  belajar  dan  timnggal  di masjid.
152
Konon ibnu Tulun sering mengirim utusannya untuk memberikan uang kepada para pelajar yang kehabisan bekal uang untuk biaya hidup sehari-hari.
153
Adapun  pada  awalnya,  menurut  Sayyid  Hossein  Nasr,  bahwa  sitem pendidikan  yang  dilaksanakan  di  masdjid  hanyalah  terbatas  pada  Al-Qur’an  dan
Hadits.  Namun  dalam  perkembangannya,  di  masjid  juga  tidak  hanya  sekedar mengajarkan  Al-Qur’an  dan  Hadits  saja,  melainkan  juga  menawarkan  kajian-
kajian yang bervareatif mencakup; tafsir, fiqh, kalam, bahasa arab dan sastra.lebih jelas Seyyed Hossein Nasr memberi batasan bahwa berfungsinya masdjid sebagai
sekolah adalah ketika Umar bin Khattab berkuasa, dengan bukti masdjid yang ada di kota Kufah,  Basrah dan Damaskus  yang telah dipergunakan untuk pengajaran
al-qur’an  dan  Hadits. Kemudian  lambat  laun  ditambah  dengan  pelajaran Nahwu gramatika  dan  sastra  di  gabungkan  pula  ke  dalam  institusi  pendidikan  ini.
Masjid yang dimaksud adalah masdjid jami’ al-Thuluni dan masdjid al-Azhar.
154
Batasan  usia  dalam  pendidikan  di  masjid  tidak  dianggap  penting  lagi, hanya  kepada  anak-anak  perlu  lebih  diperhatikan  terlebih  dahulu.
155
Jadi  masjid muncul sebagai pusat pendidikan lanjutan dan pendidikan tinggi bagi remaja dan
orang dewasa dalam ilmu-ilmu agama.
156
Dengan demikian bahwa lembaga pendidikan dalam Islam telah ada sejak periode-periode  awal  Islam  yang  secara  berarti  bahwa  sistem    pendidikan  Islam
pun telah mulai dilaksanakan di masjid, sebagai pusatnya. Bahkan  dalam  beberapa  hal  hingga  pra  madrasah  telah  berkembanglah
lembaga-lembaga  pendidikan  lainnya  seperti;  Maktab,  Bait  al-hikmah,  Majlis
152
A.S.  Tritton, Materials  On  Muslim  Education  in  the  Middle  Age London:  Luzac, 1957
153
Charles Michael Stanton, Pendidikan Tinggi dalam Islam, 47.
154
Ahmad Shalabi, Sejarah Pendidikan Islam, terj. Jakarta: Bulan Bintang, 1973. Lihat juga Armai Arief,Reformulasi Pendidikan Islam Jakarta: CRSD Press, 2005, 103.
155
Sayyed Hossein Nasr, Sain dan Peradaban di dalam Islam Bandung: Pustaka, 1990, 50.
156
Charles Michael Stanton, Pendidikan Tinggi dalam Islam, .23.
69 tempat perkumpulan para cendikiawan dan para pelajar, Observatori-observatori
dan zawiyah di dalam persaudaraan  sufi.
157
Jadi pendidikan Islam secara informal telah  ada  sejak  permulaan  Islam  masa  Rasulullah  setelah  hijrah  ke  Madinah,
yakni  dengan  membangun  masjid  yang  kemudian  difungsikan  bukan  hanya sekedar  untuk  ibadah  semata,  tapi,  kemudian  difungsikan  pula  untuk
melaksanakan proses pembelajaran dengan cara lingkaran belajar atau h{alaqah.
2. Maktab