Perkembangan Ilmu Pengetahuan sebelum Al-Ma’mun.

83 perang, cara-cara pergaulan, disamping ilmu-ilmu pokok seperti; al-Qur’an, syair dan fikih. 203

B. Perkembangan Ilmu Pengetahuan sebelum Al-Ma’mun.

Peradaban suatu masyarakat biasanya ditentukan oleh kondisi alam dan lingkungannya. Philip K.Hitti berpendapat bahwa daerah asal bangsa Semit adalah semenanjung Arabia. Sementara dalam perjanjian lama masih mempertahankan bahwa Mesopotamia merupakan daerah tempat asalnya. 204 Pada umumnya semua nenek moyang bangsa Semit dalah berasal dari bangsa Arab. Kata Arab merupakan istilah Semit untuk penduduk padang pasir dari suku Shem, Putra keturunan Nabi Nuh. 205 Pada awalnya, mereka adalah masyarakat penggembala yang berpindah- pindah dari padang sahara,yang memberikan perlindungan terhadap bahasa dan etniknya. Migrasi pertama bangsa Arab terjadi sekitar tahun 3500 SM. Di sepanjang pantai barat Arab. Gelombang eksodus ini bergerak melalui Hijaz, Sinai hingga ke Mesir, tempat berakulturasinya bangsa Semit dengan bangsa Hamit untuk mengukir sejarah Mesir dan menyerap unsur-unsur ilmu pengetahuan dan budaya yang kemudian menjadi basis peradaban. 206 Kontak budaya antara Arab dan Yunani serta persia yang mengakibatkan terjadinya puncak ilmu pengetahuan dan peradaban dunia Islam – kemudian ditindak lanjuti dengan usaha penerjemahan – ini terjadi sekitar abad ke-8, yaitu pada masa khalifah Abu Ja’far al-Mansyur 754 – 775 M.. Ahmad Hanafi, menjelaskan kalau masa pemerintahan khalifah al- Mansyur ini dianggap sebagai permulaan masa penerjemahan terhadap filsafat Yunani dengan segala lapangannya ke dalam bahasa Arab, maka tidak berarti 203 Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam Jakarta: Pustaka al-Husna, 1992, 118. 204 Philip K.Hitti, History of The Arabs, Edisi Revisi London: Macmilian Co.,Ltd., 1974, 10. 205 Tedd D. Beavers, Paradigma Filsafat Pendidikan Islam Jakarta: Riora Cipta, 2001, 3. 206 Antony Nutting, The Arabs: A Narrative History From Muhammed to The Present New York: New American’ Library, 1964, 16. 84 bahwa sebelum masa itu kaum muslimin tidak berkenalan dengan filsafat atau pun tidak terpengaruh dalam cara berpikirnya, karena penerjemahan bukanlah satu- satunya cara atau jalan untuk tersebarnya suatu ilmu. 207 Memang pada awal lahirnya Islam, umat Islam belum terlalu banyak yang memiliki budaya membaca dan menulis, yang bagi masyarakat Arab budaya ini hanya berkembang di kalangan kaum Yahudi dan Nasrani, itu pun masih sangat sedikit. Pada masa Nabi Muhammad menyiarkan Agama di Mekah, di kalangan kaum Quraisy ada 17 orang yang pandai baca-tulis. 208 Setelah terjadinya perang Badar, maka didapati ada beberapa tawanan perang yang mempunya cukup kemampuan atau pandai membaca dan menulis. Para tawanan ini pun kemudian di berikan kesempatan untuk membebaskan menebus dirinya dengan syarat ia harus mau mengajarkan baca-tulis kepada 10 anak Muslim untuk satu orang tawanan. 209 Menurut Shalabi, bahwa lembaga yang dipakai saat itu untuk melaksanakan kegiatan belajar membaca dan menulis itu bernama kuttab, 210 Ia merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid. Pada masa Nabi, negara Islam meliputi seluruh jazirah arab dan pendidikan Islam berpusat di Madinah. Setelah Rasulullah wafat, maka kekuasaan pemerintahan Islam secara bergantian dipegang oleh Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin affan dan Ali bin Abi Thalib. Pada masa keempat khalifah ini kekuasaan Islam telah meluas sampai keluar jazirah Arab, yang meliputi Mesir, PersiaSyiria dan Irak. Pada awal pemerintahan Abu Bakar, pendidikan Islam telah berhasil menyelamatkan keaslian materi dasar pendidikan islam, dengan terbentuknya tim pengumpul dan penyusun ayat-ayat al-Qur’an,akibat banyaknya bermunculan 207 Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam Jakarta: Bulan Bintang, 1990, 41. 208 Mahdi Gulsyani, Filsafat-Sains Menurut al-Qur’an, terj. Agus Effendi Bandung: Mizan, 1993, 33. 209 Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islam Kairo: Maktabah al-Nahdah al-Misriyah, 1979, 506. lihat juga, Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam Jakarta: Hidakarya Agung, 1989, 22. 210 Ahmad Shalabi, Sejarah Pendidikan Islam, terj. Jakarta: Bulan Bintang, 1973, 33. 85 orang-orang yang mengaku nabi palsu dan banyaknya sahabat penghafal al- Qur’an yang gugur melawan pemberontakan. Pembentukan tim tersebut atas saran dari Umar bin Khattab dengan di ketuai oleh Zaid bin Tsabit. Setelah kondisi politik mulai stabil, pemerintahan berganti ketangan Umar bin Khattab.Umar melanjutkan kebijakan Abu Bakar dengan mengirim pasukan untuk memperluas wilayah Islam dan dengan berpesan kepada para panglimanya, bahwa setiap mereka berhasil menguasai suatu kota, hendaknya mereka mendirikan sebuah masdjid sebagai tempat untuk beribadah dan pendidikan. 211 Berkaitan dengan pendidikan, Umar bin Khattab mengangkat dan menunjuk guru- guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukkan, yang bertugas untuk mengajarkan isi al-Qur’an dan ajaran Islam kepada penduduk yang baru masuk Islam. 212 Pada pemerintahan umar, sahabat-sahabat besar yang lebih dekat dengan Rasulullah dan memiliki pengaruh yang cukup besar, dilarang meninggalkan Madinah kecuali atas izin khalifah, itu pun terbatas waktunya. Akibatnya penyebaran ilmu dari para sahabat besar terpusat di kota Madinah. Dengan meluasnya kekuasaan Islam, mendorong kegiatan pendidikan Islam bertambah besar, karena mereka yang baru masuk Islam ingin menimba ilmu dari sahabat-sahabat yang menerima langsung dari Nabi. Dengan demikian tidak terelakan lagi telah terjadi mobilitas penuntut ilmu dari daerah-daerah jauh menuju ke Madinah sebagai pusat ilmu agama Islam. Gairah untuk menuntut ilmu agama Islam yang ada dikemudian hari menjadi pendorong lahirnya sejumlah pembidangan disiplin ilmu keagamaan, seperti; tafsir, hadits, fikih dan sebagainya. Pelaksanaan pendidikan Islam pada masa Khalifah Usman bin Affan pada umumnya tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Sedikit perubahan telah mewarnai pelaksanaan pendidikan Islam, yaitu diperbolehkannya para sahabat dekat Nabi untuk keluar Madinah – yang sebelumnya dilarang oleh Khalifah Umar bin Khattab - dan menetap di daerah-daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar sekali artinya bagi pelaksanaan pendidikan Islam, karena mereka 211 Ahmad Shalabi, Sejarah Pendidikan Islam, 94. 212 Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999, 17. 86 bisa memberikan pengajaran langsung kepada umat Islam diluar Madinah dan Mekah, khususnya dari semenanjung Arab. 213 Sebuah usaha yang cukup cemerlang dan sangat berpengaruh terhadap dunia pendidikan Islam yang telah dilakukan Khalifah Usman bin Affan, yaitu melanjutkan usulan Umar kepada Khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan tulisan ayat-ayat al-Qur’an. Kemudian Usman memerintahkan kepada zaid bin Tsabit bersama Abdullah bin Zubair, Zaid bin Ash, dan Abdurrahman bin Harits untuk menyalin mushaf yang telah dikumpulkan pada masa Abu Bakar. Penyalinan ini dilatar belakangi oleh laporan dari Huzaifah bin Yaman, yang melaporkan bahwa ia menyaksikan perselisihan dalam bacaan al- Qur’an.Oleh karena itu, Usman meminta kepada Zaid bin Tsabit apabila terjadi perselisihan antara ia dan ketiga anggotanya maka harus ditulis sesuai dengan lisan quraisy, karena al-Qur’an itu diturunkan dengan lisan Quraisy, sedangkan Zaid bin Tsabit bukan orang Quraisy. 214 Setelah selesai menyalin mushaf itu, kemudian Usman memerintahkan kepada para penulis al-Qur’an untuk menyalin kembali beberapa mushaf yang akan dikirim ke Mekkah, Kufah, Basrah dan Syam. Fungsi al-Qur’an sangat pundamental bagi sumber Agama dan ilmu-ilmu Islam. Oleh karena itu, menjaga keaslian al-Qur’an dengan menyalin dan membukukannya, merupakan suatu usaha yang dilakukan demi perkembangan ilmu-ilmu Islam di masa mendatang. 215 Setelah Usman Bin Affan, maka naiklah Ali bin Abi Thalib sebagi Khalifah. Sejak awal kekhalifahan Ali Bin Abithalib selalu dihadapkan kepada berbagai kekacauan dan pemberontakan yang ada. Sehingga membuat Shalabi berkomentar bahwa ”sebenarnya tidak pernah ada satu hari pun, keadaan yang stabil selama pemerintahan Ali, tak ubahnya Ia sebagai seorang yang menambal kain usang, jangankan menjadi baik, malah bertambah sobek”. 213 Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, 19. 214 Soekarno dan Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat pendidikan Islam Bandung: Angkasa, 1985, 59. 215 Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam Jakarta: Logos, 1999, 20. 87 Demikianlah nasib pemerintahan Ali Bin Abi Thalib. Khalifah Ali pada saat itu tidak sempat lagi memikirkan masalah-masalah pendidikan, karena seluruh perhatiannya dicurahkan kepada masalah keamanan dan kedamaian bagi masyarakat Islam. 216 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada masa keempat khalifah ini belum berkembang seperti masa-masa sesudahnya. Pelaksanaan pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan masa Nabi, yang menekankan kepada pengajaran baca tulis dan pengajaran ajaran-ajaran Islam yang bersumber kepada al-Qur’an dan hadis Nabi. Hal ini lebih dikarenakan oleh konsentrasi umat Islam - terutama para penguasanya – terhadap perluasan wilayah Islam dan terjadinya pergolakan politik pada masa Ali bin Abi Thalib. Dalam pergolakan politik antara Ali dengan Muawiyah, Ali dapat dikalahkan dengan menerima usulan tahkim dari muawiyah. Dengan tahkim ini Muawiyah akhirnya berhasil mendirikan pemerintahan tandingan di Damaskus. Setelah Dinasti Umayyah berkuasa, Pelaksanaan pendidikan Islam semakin meningkat dari masa sebelumnya. Pada masa ini, pendidikan selain dilaksanakan di kuttab, rumah-rumah dan masdjid juga dilaksanakan di istana untuk mendidik anak-anak keluarga kerajaan. Bahkan menurut Shalabi, Muawiyyah sering menyelenggarakan majlis dengan mengundang para ulama, sastrawan dan ahli sejarah untuk menerangkan sejarah bangsa Arab, melalui syair-syair Arab, cerita-cerita Persia, dan sitem pemerintahan serta administrasi Persia. 217 Usaha-usaha ini mendorong berkembangnya syair-syair Arab dan munculnya buku Akhbar al-Madin buku tentang raja-raja dan sejarah orang-orang kuno. 218 Pengembangan ilmu pengetahuan pada masa ini, tidak hanya sebatas pada memahami al-Qur’an dan Hadits, akidah, akhlak dan ibadah, tetapi sudah di 216 Soekarno dan Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat pendidikan Islam Bandung: Aangkasa, 1985, 68. 217 Soekarno dan Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat pendidikan Islam, 59. 218 Fayyaz Mahmud, A History of Islam London: Oxford University Press, 1960, 94. 88 sesuaikan dengan tuntutan zaman, tertuju kepada ilmu-ilmu yang diwariskan oleh bangsa-bangsa sebelum munculnya Islam. Karena Damaskus sebagai ibu kota Daulah Umawiyah merupakan sebuah kota tua yang berada di negri Syam yang telah penuh dengan peninggalan kebudayaan maju sebelumnya. Pengaruh Helenisme juga sudah ada dimasa ini, sehingga usaha-usaha untuk menerjemahkan buku-buku Yunani sudah mulai dilakukan. Misalnya, Masarjawaih, seorang ahli fisika beragama yahudi, telah menerjemahkan buku- buku kedokteran, astronomi dan kimia ke dalam bahasa Arab. 219 Penerjemahan ini dilakukan oleh Khalid bin Yazid, cucu Muawiyyah yang sangat tertarik kepada ilmu kimia dan ilmu kedokteran. Ia menyediakan sejumlah harta dan memerintahkan kepada para sarjana Yunani yang bermukin di Mesir untuk menerjemahkan buku-buku kimia dan kedokteran ke dalam bahasa Arab. Usaha ini merupakan bentuk penerjemahan yang pertama dalam sejarah. 220 Akan tetapi, usaha penerjemahan ini tidak banyak dilakukan, yang akhirnya dilanjutkan pada masa Abbasiyah dengan secara besar-besaran. Al Walid bin Abdul Malik pun memberikan perhatian kepada bimaristan, yaitu rumah sakit tempat berobat dan perawatan orang-orang sakit sreta sebagai tempat studi kedokteran. Sementara Khalifah Umar bin Abdul Aziz, memerintahkan para ulama secara resmi untuk membukukan hadits-hadits Nabi. Ia juga bersahabat dengan Ibn Abjar, seorang dokter dari Iskandariyah yang kemudian menjadi dokter pribadinya. 221 Dari hubungan itu akhirnya ikut mempengaruhi pandangan Khalifah terhadap ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu lain dari Yunani. Pengaruh lain dari para ilmuwan adalah penyusunan ilmu pengetahuan yang lebih sistematis, sehingga terjadi pembidangan ilmu pengatahuan sebagai berikut; pertama, ilmu pegetahuan bidang Agama yaitu,segala ilmu yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits. Kedua, ilmu pengetahuan bidang sejarah 219 Philip. K. Hitti, History of the Arab London: Macmillan Press , 1956, 242. 220 Ahmad Amin, D{uha al-Islam Kairo: Maktabah al-Nahdah, 1965,.262. 221 Ahmad Amin, D{uha al-Islam ,.262 89 yaitu, segala ilmu yang membahas tentang perjalan hidup, kisah dan riwayat. Ketiga, ilmu pengetahuan bidang bahasa yaitu, segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu, sharaf dan lainnya. keempat, ilmu pengetahuan bidang filsafat yaitu, egala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing seperti ilmu mantiq, kedokteran, kimia, astronomi dan ilmu hitung. 222 Dari pemaparan tersebut dapat diketahui bahwa perhatian Dinasti Umayyah terhadap perkembangan pemikiran dan pendidikan Islam belum cukup besar dibandingkan dengan masa Dinasti Abbasiyah. Namun usaha-usaha yang dilakukan umat Islam pada masa ini sangat besar dan penting sekali pengaruhnya bagi perkembangan pendidikan dan pemikiran pada masa sesudahnya. Walau pun kecil Dinasti Umayyah berhasil meletakkan dasar-dasar bagi kemajuan pendidikan dan pemikiran di masa yang akan datang. Menurut Philip K. Hitti, usaha-usaha yang pernah dilakukan pada masa Dinasti Umayyah ini merupakan ”inkubasi” atau masa tunas bagi perkembangan intelektual Islam. 223 Sementara ahmad Amin memperkirakan bahwa seandainya Dinasti Umayyah dapat melanjutkan kekuasaannya yang hilang direbut oleh dinasti Abbasiyah, niscaya Dinasti Umayyah akan mampu mencapai kejayaan di bidang pemikiran seperti yang dicapai oleh Dinasti Abbasiyah, karena pada masa kekuasaannya telah muncul gerakan ilmiah dan aliran-aliran keagamaan. 224 Dengan adanya gerakan ini, berarti Dinasti Umayyah telah berhasil mengembangkan pendidikan lebih besar dari pada masa sebelumnya. Keberhasilan ini karena didukung oleh mantapnya stabilitas sosial, politik dan ekonomi. Di samping ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah sikap umat Islam yang sangat menghargai pengetahuan. Kecenderungan terhadap ilmu pengetahuan pun terus mengalir pada diri setiap penguasa, sehingga lanjut hanafi, kegiatan penerjemahan yang telah terjadi pun merupakan akibat dari adanya pertentangan dikalangan kaum muslimin itu 222 Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam Jakarta: Kencana, 2007, 41-42. 223 Philip. K. Hitti, History of the Arab London: Macmillan Press , 1956, 240. 224 Ahmad Amin, D}uha al-Islam , 2. 90 sendiri, dan terpecahnya mereka menjadi golongan-golongan, dimana tiap-tiap golongan berusaha keras untuk mempertahankan eksistensinya dan berjuang terus untuk mengalahkan lawan-lawannya, oleh karena itu diperlukan bahan-bahan untuk perdebatan dari manapun datangnya. 225 Semenjak al-Mansyur naik tahta, umat Islam semakin hari semakin terbawa oleh peradaban Yunani. Apalagi setelah al-Mansyur memindahkan pusat pemerintahannya ke Baghdad, dekat ibu kota Persia, Clesiphon, sekitar 762 M. yang sebelumnya bertempat di al-Hasyimiyah, dekat kuffah, yang merupaka tempat pergerakan kaum syiah. Maka untuk memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri, al-Mansyur memindahkannya ke Baghdad, yang merupakan kota kuno yang terletak disebelah barat sungai Tigris. 226 Dengan demikian pusat pemerintahan dinasti bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia. Bahkan tentara pengawalnya pun bukan diambil dari orang Arab melainkan diangkat dari orang-orang Persia. 227 Akibat yang ditimbulkan dengan pemindahan ibu kota ke Baghdad, maka terjadilah akulturasi budaya Persia-Yunani dengan Arab di Baghdad, sehingga lahirlah khalifah-khalifah yang mempunyai darah keturunan Persia, seperti al- Ma’mun. 228 Oleh karena itu maka, terjadi pergeseran nama dari khalifah, pada masa itu, dipandang sebagai tokoh mistik, tokoh”setengah suci”yang kehidupannya diatur oleh birokrasi resmi kerajaan. 229 Karena khalifah-khalifah Abbasiyah menurut pandangan orang-orang Persia adalah merupakan penguasa yang mengatur mereka berdasarkan mandat dari Tuhan. 230 225 Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam Jakarta: Bulan Bintang, 1990, 41. 226 Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab Jakarta: Logos, 1997, 91. 227 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya Jakarta: UIP, 1985, 66. 228 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, 69 . 229 Akbar, Citra Muslim: Tinjauan Sejarah dan Sosiologi Jakarta: Erlangga, 1992, 46. 230 M. Masyhur Amin, Dinasti Islam Yogyakarta: LKPSM, 1995, 99. 91 Kepindahan ibu kota ke Baghdad, membuat kota ini semakin maju dalam bidang ilmu pengetahuan, bahkan menjadi ibu kota ilmiah. Karena menurut riwayat, di samping itu banyak pula buku-buku yang ikut di pindahkan ke Baghdad, yang masih berupa naskah-naskah tulisan tangan dan diangkut dengan lebih kurang seratus unta. Bahkan, menurut fachrudin, ada diantaranya sebuah surat perjanjian penting antara al-Mansyur dengan Michel II, yang di dalamnya terdapat satu ayat yang berbunyi; ”Agar diberikan kepada al-Mansyur salah satu dari perpustakaan Istambul yang terdapat di dalamnya buku-buku penting karangan Ptolemee w. 167 M. di dekat Alexandria.” buku-buku ini kemudian segera disali ke dalam bahasa Arab dan dikenal dengan nama al-Magesti. 231 Khalifah al-Mansyur yang sering dilukiskan sebagai seorang tokoh Abbasiyah yang terkenal hebat,berani,tegas dan berpikir cerdas serta gagah perkasa 232 , ia diangkat menjadi Khalifah pada tahun 136 H. Atau bertepatan dengan tahun 754 M. Ia juga mempekerjakan dokter-dokter, para cerdik pandai dan astrolog-astrolog di istananya. Dia mengangkat ahli medis paling masyhur, yang bernama georgius bin Jabaril, kepala sekolah kedokteran Jundisapur di Persia, dan muridnya Isa bin Syahlata, sebagai dokter istana. Khalifah al-mansyur juga mengangkat seorang dokter utama, yang berasal dari pusat pengobatan yang terkenal di Jundisapur, yaitu Jurjis bin Bakhtishu, seorang Kristen Nestorian, dan anaknya juga diangkat menggantikan kedudukannya. 233 Kehadiran ilmuwan-ilmuwan dan dokter-dokter dari Persia ini semakin mempertebal rasa ketertarikan umat Islam terhadap Ilmu Pengetahuan dan filsafat Yunani. Di antara astrolog yang terkenal adalah seorang Persia dari keluarga cendikiawan astrolog al-Naubakti. Dia juga memilih sarjana-sarjana terkenal untuk menerjemahkan karya-karya medis dan lainnya untuk dirinya. Diantara 231 Fachrudin, Perkembangan Kebudayaan Islam Jakarta: Bulan Bintang, 1985, 77. 232 Jalaluddin as-Suyuthi, Ta rikh al-khulafa , 141. 233 Bayard Dodge, Muslim Educational in Medieval Times Washington; The Middle East Institute, 1962, 16. 92 mereka adalah al-Bithriq, yang dianggap berjasa atas sejumlah terjemahan di bidang kedokteran dan astrologi. 234 Setelah al-Mansyur berhasil mendirikan kota Baghdad 144 H.762 M. sebagai ibu kota Negara, kemudian ia menarik banyak ulama dan para ahli dari berbagai daerah untuk datang dan tinggal di Baghdad.seterusnya ia pun merangsang usaha pembukuan ilmu agama,seperti fiqh, tafsir,tauhid,hadits atau ilmu-ilmu lain seperti ilmu bahasa, ilmu sejarah dan lain sebagainya. Akan tetapi yang lebih mendapat perhatian Khalifah adalah penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan yang berasal dari luar. 235 Untuk mentransfer karya-karya Yunani ke dalam Islam, al-Mansyur lebih berminat kepada Filsafat dan ilmu pengetahuan serta memberikan dukungan besar dan perlindungan bagi kegiatan penerjemahan. Tetapi, karena langkanya penerjemah handal pada saat itu serta bahan-bahan ilmiah dan filosofis Yunani, maka proses penerjemahan tidak mendapat kemajuan sesuai dengan apa yang diharapkan. 236 Usaha yang dilakukan al-Manshur untuk menjadikan Baghdad sebagai ibu kota negara cukup berhasil. Baghdad dalam waktu yang cukup singkat tumbuh menjadi pusat kota perdagangan komersial dan politik. Al-Mansyurlah yang memantapkan dan meneguhkan Kerajaan Abbasiyah, menyusun peraturan- peraturan, membuat undang-undang dan menciptakan inovasi-inovasi dalam pemerintahan. Karenanya sejak ia berkuasa, tatanan birokrasi pemerintahan mulai di benahi,pengaturan kas negara, serta pemamtapan pasukan militer juga mendapat perhatiannya. Di bawah al-Mansyur pulalah untuk pertama kalinya di adakan ke- waziran, 237 yaitu sebuah jabatan pemerintahan yang berasal dari Persia,secara resmi dipergunakan, dan khalid bin barmaks, yang berasal dari Balks Persia – 234 Madjid Fahry, Sejarah Filsafat Islam, Terj. Oleh R. Mulyadhi Kartanegara Jakarta: Pustaka Jaya, 1987, 34. 235 Ahmad Amin, D{uha al-Islam, 272. 236 Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam Jakarta: Logos, 1999, 30. 237 Al-wazir atau kementrian adalah nama sebuah lembaga dan jabatan yang baru dalam sejarah pemerintahan Islam yang diciptakan oleh Khalifah Abu Ja’far al-Mansyur, Wazir membawahi kepala departemen. Lihat, J. Suyuti Pulungan, Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994, 173-174. 93 pusat ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani - merupakan orang yang pertama yang menjabat kedudukan tinggi tersebut 238 , dan sekaligus sebagai pendidik dari anak-anak khalifah, hingga turun temurun ke anak cucunya, karena itu corak pemerintahannya pun banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Persia, sehingga kebudayaan Arab sedikitdemi sedikit kurang. Bahkan gerakan membangun ilmu pengetahuan pun telah dirintisnya secara besar-besaran, oleh khalifah abu ja’far al-Mansyur,setelah mendirikan kota Baghdad 144H.762 M.. 239 Ia merangsang usaha pembukuan ilmu agama, seperti fiqh, tafsir, hadits, tauhid dan ilmu lainnya seperti ilmu bahasa dan ilmu sejarah. Pada awal pemerintahannya, banyak sekali masalah yang harus dihadapi. Namun, berkat bakat kepemimpinan yang dimiliki dan pengalamannya, semua permasalahan yang dihadapi dapat ia selesaikan dengan baik. Al–Mansyur wafat pada tahun158 H.bertepatan dengan tahun 775 M. Di pertengahan jalan menuju ke Mekah saat mau melaksanakan ibadah haji. 240 Kedudukannya kemudian digantikan oleh putranya yang bernama al-Mahdi 158-169 H.175-189 M.. 241 Masa pemerintahanya, menurut william Muir, merupakan masa transisi antara masa pemerintahan abbasiyah awal yang keras dan kasar dengan masa pemerintahan selanjutnya yang makmur. 242 Stabilitas yang diwariskan Ayahnya memungkinkan untuk mengembangkan kemakmuran imperium semasa pemerintahannya di Baghdad lebih berkembang. Karena itu zaman pemerintahan al-Mahdi terkenal sebagai zaman yang makmur dan hidup dalam kedamaian yang menunjukan kematangan pemikiran dan kemajuan dibidang pemerintahan dan politik. 238 Philip K. Hitti, History of The Arabs, 293. 239 Ali Mustafa al-Gurabi, Tarikh al-Faruq al-Islamiyah Kairo: Mathba’ah Ali Shahih, 1959, 137. 240 Didin saefuddin Buchori, Sejarah Politik Islam, 86. 241 Pada masa ini, pertanian ditingkatkan dengan mengadakan irigasi, dan penghasilan gandum, beras, kurma dan zaitunolves bertambah. Hasil pertambangan seperti emas, perak, tembaga, besi dan lain-lainnya pun berkembang. Transit perdagangan antara timur dan barat pun membawa kekayaan Basrah menjadi sebuah pelabuhan yang penting. Lihat. Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai aspeknya , Jakarta: UIP, 1985, 68. 242 William Muir, The Caliphate: Its Rise, Decline, and Fall London: Darf Publisher, 1984, 465. 94 Al-Mahdi memulai pemerintahanya dengan membebaskan semua tahanan dari penjara, kecuali yang melakukan kejahatan-kejahatan yang membahayakan. Ia juga membebaskan Hasan, anak Ibrahim, dan memberinya tunjangan yang besar. Al-Mahdi tidak selalu menggunakan kekerasan untuk menundukan musuh- musuhnya, sehingga ia dikenal sebagai penguasa yang lemah lembut dan Dermawan. Atas perintahnya Masjid nabi dibangun kembali dan diperindah, sekolah-sekolah dan masjid-masjid yang ada di semua kota penting diperbesar. Al-Mahdi adalah seorang penguasa yang toleran,namun demikian ia tidak memberikan peluang bagi tumbuhnya praktek-praktek bid’ah. Ia juga membentengi beberapa kota, khususnya Rusafa 243 dan Baghdad Timur. Selama pemerintahannya, Baghdad menjadi pusat perdagangan internasional, juga musik, syair, Filsafat dan kesusastraan mulai menarik perhatian banyak orang. Al-mahdi sendiri lebih tertarik kepada hadis dari pada ilmu-ilmu lainnya 244 Setelah berkuasa selama sepuluh tahun, kemudian makhkotanya dialihkan kepada putranya yang tertua, yaitu Musa al- hadi 169-170 H.785-786 M. Masa pemerintahan al-hadi tidak begitu populer, hal ini dikarenakan singkatnya masa pemerintahan yang ia pegang, yaitu satu tahun satu bulan dua puluh hari. Kemudian ia digantikan oleh saudaranya Harun al-Rasyid. Di masa al-Rasyid inilah, abbasiyah mencapai puncak kekuasaannya. Di bawah kekuasaannya, Baghdad muncul sebagai pusat imperium Islam yang besar dan berlimpah kemegahan serta kemakmuran. Ia merupakan satu-satunya rival Bizantium kala itu. Pengalihan budaya warisan Yunani yang telah dirintis oleh al- Mansyur,kemudian dilanjutkan oleh khalifah al-Rasyid. Maka khalifah Harun al- Rasyid 766-809 M. sebagai khalifah yang ketiga melanjutkan kebijakan kebijakan yang telah diambil sebelumnya. Di mana ia mengembangkan sebuah tradisi ilmiah bahkan lebih dari itu, ia mencoba memampaatkan kekayaan negara untuk keperluan sosial, membangun rumaqh sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi. Sehingga pada masanya, sebagaimana di katakan Badri Yatim, telah 243 Abu Ja’far Muhammad Ibn Jarir ath-Thabari, Ta rikh al-Umam wa al-Muluk, 611. 244 Hasan Ibrahin Hasan, Ta rikh al-Islam , 42. 95 terdapat paling tidak sekitar 800 tenaga dokter. Di samping itu ia juga membangun pemandian umum, kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya. 245 Puncak kemajuan Daulah Bani abbas terjadi pada masa khalifah Harun ar- Rasyid 170-193 H.786-809 M, dan putranya, al-Ma’mun 198—218 H.813- 833 M. Ketika Harun al-Rasyid memerintah, negara dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin walau ada juga pemberontakan, dan luas wilayahnya mulai dari Afrika Utara hingga ke India. Harun al-Rasyid 785-809 M – pengganti al-Mansyur, setelah al-Mahdi memerintah dari tahun 775-785 M. Yang telah mewariskan kemewahan dan keberhasilannya dalam perekonomian, 246 - membawa dampak positif bagi kemajuan-kemajuan selanjutnya. Terutama dalam meningkatkan sarana-sarana sosial dan kesejahteraan sosial, serta pendidikan dan ilmu pengetahuan, budaya dan kesusastraan. 247 Dengan kematangan yang diperoleh dari Ayahnya, ia dapat menjadikan kota Baghdad sebagai kota yang megah dan pusat budaya dan ilmu pemngetahuan saat itu. Sebagai mana dikatan Ali Mufrodi, 248 sebelum naik tahta sebagai khalifah Abbasiyah, Harun al-Rasyid – yang dilahirkan di Rayy pada tahun 145 H. Dari ibu yang bernama Khaizuran – telah dilatih oleh ayahnya, al-Mahdi, untuk memerintah di Saifah tahun 163 H. Setahun kemudian ia diberi tanggung jawab yang lebih besar, yakni memerintah wilayah Anbar dan Afrika Utara, dan tahun 165 H. Ia dilantik sebagai penguasa di Saifah kembali untuk menghadapi pertempuran yang berkobar di sana. Tahun berikutnya, 166 H. Ia dilantik sebagai putra mahkota yang akan memegang kekuasaan Abbasiyah setelah al Hadi, saudaranya. 245 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, 52-53. 246 Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, 68. 247 Badri Yatim,Sejarah Peradaban Islam,.53. 248 Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab Jakarta: Logos, 1997, 93. 96 Pada masa Harun al-rasyid, Baghdad menjadi pusat ilmu pengetahuan dan perdagangan dunia kala itu. Terbukti banyak masyarakat muslim yang mulai memperhatikan al-’Ilmu al-naqliyah, yaitu ilmu-ilmu yang berkaitandengan al- Qur’an al-Karim, diantaranya; ilmu Tafsir, Qira’at}, H{adith, dan Us}ul Fiqh dan ’ulum lisaniyah seperti; ilmu al-Lughah, ilmu al-Nah{wu, ilmu al-Bayan dan al- A dab . 249 Sehingga muncullah empat ulama terkemuka dalam bidang Fiqh; yaitu Abu Hanifah 80-150 H. 688-768 M., Imam Malik, 95-179H.703-797 M. al- Safi’i 150-204 H. 768- 822 M. dan Ahmad bin Hambal, 164-241 H.782-859 M. 250 Dalam bidang hadith muncul nama Bukhari 9194-256 H.810-870 M., dan Muslim bin al-hajjaj al-quraisyi 202-251 H.817-865 M. Dalam bidang Tafsir, muncul nama Ibnu jarir al-Tabari 224-310 H.839-923 M., yang dilahirkan Thabristan, sebelah selatan laut Caspienne, dan meninggal di Baghdad. Tafsirnya bernama Jami’ul bayan Fil Tafsir al-qur’an. 251 Semua ini membuktikan bagaimana besarnya hasrat kaum muslimin untuk menuntut ilmu pengetahuan, sehingga mereka rela merantau meninggalkan tumpah darahnya dan keluarganya bertahun-tahun lamanya, karena cintanya akan ilmu pengetahuan. 252 Bahkan al-Rasyid, mampu membuktikan kecerdasan kaum muslimin yang telah sanggup membuat jam, kemudian dihadiahkan kepada Charlemagne penguasa eropa, wafat 747-814 M. sebagai tanda kecerdasan kaum muslimin. 253 Masa pemerintahan Harun al-Rasyid766-809 M. yang dikenal dengan sebutan Khalifah seribu satu malam, yang penuh dengan kemewahan dan kemegahan dilukiskan dalam lirik sebagai berikut: ”Tempat dan masa berjaya 249 Maksum, Madrasah dan Sejarah dan Perkembangannya Jakarta: Logos,1999,54. lihat juga Said Mursi Ahmad, Tata{wwur al-fikr al-Tarbawiy Kairo: ’Alam al-Kuttub, 1982, 209. 250 Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, 123. 251 Fuad M. Fachruddin, Perkembangan Kebudayaan Islam Jakarta: Bulan Bintang, 1985, 81. 252 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam Jakarta: Hidaya Karya, 1989, 25. 253 Fuad M. Fachruddin, Perkembangan Kebudayaan Islam, 86. 97 Seperti emas bercahaya Harun al-Rasyid yang Bijaksana” 254 Gemerlapnya istana dan bangunan yang mewah yang menjulang tinggi telah menghiasi kota Baghdad sebagai ibu kota dan kota-kota propinsi lain seperti; Bukhara, Samarkhan, Balkhshraz, Damaskus, Alleppo, Yerusalem, Kairo, Tunis, Fez, Dalermo dan kordoba. Haruin al-Rasyid adalah Raja besar pada zamannya, dan hanya Charlemagna yang mampu menyainginya. Inilah yang kemudian disebut sebagai fase ekspansi, integrasi dan puncak kemajuan, daerah Islam meluas melalui afrika Utara sampai ke Spayol di Barat melalui Persia sampai India di Timur. Pada masa inilah berkembang dan terjadi puncak kemajuan ilmu pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun dalam bidang non agama dan juga bidang kebudayaan Islam. 255 fase ini ditandai dengan munculnya ulama-ulama besar seperti tersebut di atas. Baghdad sebagai ibu kota kekhalifahan Abbasiyah yang didirikan oleh khalifah al-Mansyur 256 mencapai popularitasnya pada masa Harun al-Rasyid, walaupun kota itu belum genap lima puluh tahun dibangun. Kemegahan dan kemakmurannya tercermin dalam istana khalifah yang luasnya sepertiga dari kota Baghdad yang bundar itu dan dilengkapi bangunan- bangunan sayap serta ruang audiensi yang dipenuhi berbagai perlengkapan terindah. Kemewahan istana itu muncul terutama dalam upacara-upacara penobatan khalifah, perkawinan, keberangkatan berhaji, dan jamuan untuk para duta negara asing. 257 Inilah gambaran penting pada masa awal pemerintahan abbasiyah pertama, yaitu bertepatan dengan abad kelima atau keenam, yang ditandai dengan 254 Akbar, Citra Muslim: Tinjauan Sejarah dan Sosiologi Jakarta: Erlangga, 1992, 47 255 Rif’at Syauqi Nawawi, Rasionalitas Tafsir Muhammad abduh Jakarta: Aramadina, 2002, 1-2. 256 Abu Ja’far al-Mansyur membangun kota Hasyimiyah, yaitu Baghdad. Baghdad adalah sebuah nama kota kuno yang berarti pasar domba menurut bahasa Armenia, sedangkan menurut bahasa Persia Baghdad berarti Kebun Allah. Lihat Fathiyah al-Nabrawi, Ta rikh al Niz{am wa al- H{ad}arah al-Isla miyah Kairo: Dar al-Fikr al-Islamiyah, 1994, 298. 257 Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab Jakarta: Logos, 1997, 104. 98 kemajuan-kemajuan budaya dan ilmu pemngetahuan, disebut juga periode klasik. 258 Namun menurut M. Arifin, bahwa perkembangan ilmu pengetahuan Islam dapat kita saksikan dalam berbagai periode, dari Daulah Ummayah, Daulah abbasiyah, Daulah fatimiyyah dan Oestmaniyyah pada abad-abad ke 4 H. Atau 10 M. Pengaruhnya sampai abad-abad kemudian jelas nampak dalam perkembangan peradaban bangsa-bangsa di negara-negara Barat, seperti Spanyol, Perancis dan lain sebagainya. Di samping itu dapat pula dikenali para pujangga muslim dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti falsafah, kimia, astronomi, al-Jabar, kedokteran dan arsitektur, dalam sejarah kebudayaan Islam pada abad-abad tersebut. 259 Bahkan kata stanton, seorang Islamisit, menegaskan bahwa sepanjang abad ke 5 dan 6, sebelum penaklukan Islam atas Afrika Utara, perpindahan para ilmuwan dari Alexandria,Atena, dan Bizantium ke daerah-daerah yang berada di bawah perlindungan Raja Sasaniyah, membawa warisan ilmiah Yunani ke Mesopotamia Utara, antara sungai Tigris dan Euphrat – perbatasan antara Sasaniyah dan Bizantium – dan juga ke Jundi Shapur di dekat teluk Persia. Kerja intelektual dalam bentuk berbagai karya orisinal dan tafsiran di bidang kedokteran, sains, dan filsafat – akumulasi pengetahuan dunia Yunani – mengalir ke dunia Islam. 260 Jadi,ketika ekspansi Islam mulai merambah ke kawasan Bizantium Yunani dan Persia,para khalifah Umayyah tidak menyia-nyiakan akan hal mempelajari budaya tersebut. Namun meskipun demikian, pemerintahan umayyah yang arabisme, lebih mengutamakan pemikiran dan ilmu serta budaya yang asli dari bangsa Arab, dibandingkan dengan pemikiran dan ilmu pengetahuan serta budaya asing dari negri yang ditaklukannya. Hal ini dikarenakan orang-orang bani umayyah, 258 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan Jakarta: Bulan Bintang, 1987, 12. 259 M.Arifin, Ilmu pendidikan Islam, 84. 260 Charles Michael Stanton, Pendidikan Tinggi dalam Islam,Sejarah dan peranannya dalam kemajuan ilmu pengetahuan , 66. 99 menurut Hasan Langgulung, terkenal fanatik kepada Arab dan Islam, sekali pun mereka orang politik dan Birokrat, bukan ahli ilmu dan agama. 261 Akibatnya perkembangan ilmu pengetahuan hanya berkembang pada dominasi ilmu-ilmu agama naqliyah saja. Hal ini tercermin pada karya-karya para ulama masa ini yang tersebar di antara; ilmu nahwu, sharaf, balaghah, sastra, hadits, tafsir, dan ilmu-ilmu agama lainnya. Sebagaimana dikatakan Phipip K. Hitti, 262 bahwa pada masa ini juga telah ada perhatian terhadap pembidangan ilmu tafsir, hadits, fiqh dan ilmu kalam. Di bidang hadits muncul seorang ahli hadits, seperti Hasan al-Basri, di bidang fiqh muncul Ibnu Sihab al-zuhri,di bidang ilmu kalam dapat ditelusuri cikal bakal gerakan teologi Islam, yaitu Wasil Bin Atha, yang dianggap sebagai pendiri aliran Mu’tazilah. 263 Berkat kefanatikan orang-orang Dinasti Umayyah, maka bahasa Arab berkembang dengan luas 264 Orang-orang non-Arab pada waktu itu sedah mulai pandai berbahasa arab. Terutama pengetahuan pemeluk-pemeluk Islam baru dari bangsa-bangsa non-Arab, perhatian kepada bahasa arab, terutama tatabahasanya, mulai diperhatikan. Inilah yang mendorong Sibawaih untuki menyusun al-kitab, yang selanjutnya menjadi pegangan dalam soal tata bahasa arab. 265 Pada umumnya zaman ini merupakan masa tunas dari pertumbuhan ilmu pengetahuan, baik ilmu agama maupun ilmu-ilomu lainnya yang ada dan hidup pada zaman itu. Sebagamana telah diketahui perlkkembangan ilmu agama dengan segala alat ilmu pembatasnya, didukung oleh faktor-faktor perluasan wilayah 261 Hasan Langgulung, Asas-asas pendidikan Islam, 122. 262 Philip K. Hitti, History of The Arabs, 242. 263 Di kalangan teologi muslim,kelompok yang paling agresif dan interes terhadap dialektika Yunani adalah aliran Mu’tazilah. Lihat, Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam Jakarta: Raja Grafindo, 1999,161. 264 Berkembangnya bahasa arab, pertama kali dilakukan oleh Khalifah Abdul al- Malik685-705 M., sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Lihat, Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Jakarta: Raja Grafindo, 2000, 44. 265 Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek Jakarta: UI Press, 1985, 63. 100 Islam ke daerah-daerah yang beraneka ragam kultural dan anthropologisnya, berbeda-beda sosial budaya dan kepercayaannya serta pandangan hidupnya. 266 Akibat orang-orang Islam banyak mengarahkan perhatiannya kepada kebudayaan, ilmu dan peradaban-peradaban yang dijumpainya di negeri-negeri yang ditaklukkannya itu, maka dalam waktu yang bersamaan, mereka juga memberikan perhatian yang besar kepada ilmu bahasa, satera, dan agama untuk membentengi diri dari pengaruh pemikiran-pemikiran luar. 267 seperti perdebatan antara Muslim dan Kristen yang berlangsung di istana khalifah umayah yang toleran mengarahkan pemikir-pemikir muslim pada kultur Kristen Yunani, dan itu pun sebatas untuk menyanggah dan mempertahankan menguatkan argumentasi- argumentasi ketika harus berdiskusi dengan pihak asing Kristen. Dengan bergantinya bani Umayyah yang arabisme, kepada Abbasiyah yang melanjutkan tradisi monarchi sistem turun temurun pendahulunya, maka terjadi perubahan-perubahan. Zaman Abbasiyah adalah zaman keterbukaan terhadap budaya-budaya dan peradaban-peradaban asing seluas-luasnya, dan dapat dibayangkan akibat dari keterbukaan itu. Karena keterbukaan terhadap pemikiran asing demiklian besar, maka mau tidak mau akan membawa kepada keterbukaan kepada diri sendiri, yaitu peninggalan arab Islam. 268 Menurut Harun Nasution, di masa ini pula lah pertama kalinya dalam sejarah terjadi kontak antara Islam dengan kebudayaan Barat, atau tegasnya dengan kebudayaan Yunani Klasik yang terdapat di Mesir, syiria, mesopotamia dan Persia. 269 Cendikiawan-cendikiawan Islam, lanjut Harun, bukan hanya sekedar menguasai ilmu pengetahuan dan filsafat yang mereka pelajari dari buku- buku Yunani, tetapi menambahkan ke dalamnya hasil penyelidikan yang mereka lakukan sendiri dalam lapangan ilmu pengetahuan dan hasil pemikiran mereka 266 Soekarno dan Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam Bandung: Angkasa, 1985, 90. 267 Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, 122. 268 Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, 123. 269 Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek Jakarta: UI Press, 1985, 17. 101 dalam lapangan filsafat. Dengan demikian maka lahirlah ahli-ahli ilmu pengetahuan dan filosof-filosof Islam. Hal senada juga diuraikan oleh seorang orientalis kenamaan, yaitu Philip K. Hitti, dalam bukunya History of The Arabs, 270 meskipun dengan nada menyindir, Ia dalam penelitiannya telah mengakui keberhasilan-keberhasilan dari penaklukan Islam ini telah membawa kemajuan dan kebesaran pada masanya. Menurutnya, dengan penaklukan-penaklukan yang dilakukan oleh orang arab atas daerah-daerah Bulan sabit yang subur serta atas negeri Persia dan Mesir, maka mereka pun telah memiliki pusat-pusat peradaban yang pertama di seluruh dunia. Tidak ada apa-apa yang diberikan oleh orang Arab dalam bidang kesenian, arsitektur, filsafat, kedokteran, pengetahuan, kesusastraan dan soal pemerintahan, semuanya harus mereka pelajari. Faktor yang menyebabkan majunya ilmu pengetahuan di dunia Islam sebagian besar adalah dikarenakan adanya transformasi budaya Yunani-Persia, melalui penerjemahan.oleh karena itulah maka, Nakoesteen – seorang pemerhati pendidikan Islam – menyimpulkan bahwa setidaknya ada empat faktor utama yang mendorong terjadinya Transmidi ilmu-ilmu asing ke dalam peradaban Islam klasi. 1. Penganiayaan dan pengusiran yang dilakukan oleh Kristen Ortodok yang mewakili penguasa Bizantium, atas sekte-sekte Kristen, terutama Nestoris dan Monophysit. Sekte-sekte ini terpaksa mencari lingkungan yang lebih bersahabat untuk mereka dapat hidup dan berkembang dengan damai, dan mereka menyebar kedaerah-daerah yang dikuasai oleh kerajaan sasaniyah dan ke semenanjung Arabia.yang paling penting adalah mereka membawa serta tradisi ilmiah Yunani dan Helenisme, terutama di bidang kedokteran, matematika, astronomi, filsafat dan teknologi, lalu mengembangkannya begitu mereka menetap di tempat yang baru. Ketika Islam menaklukan kerajaan Romawi dan Sasaniyah, penganiayaan Kristen ortodok mendorong kaum minoritas ini menyambut gembira kedatangan pasukan Muslim yang terkenal toleran terhadap perbedaan agama maupun adat regioan. Kelompok-kelompok ini kemudian membangun persahabatan yang baik dengan umat Islam dan membuka jalur transmisi pengetahuan yang mereka bawa. 2. Penaklukan Alexander Agung 336-323 S.M. yang mencapai Mesir, Persia, dan India, secara otomatis disertai dengan penyebaran ilmu pengetahuan Yunani kedaerah-daerah tersebut, yang kemudian pengetahuan itu 270 Philip K. Hitti, History of The Arabs London: Mc Millan, 1956, 54. 102 dikembangkan dan diperkaya dengan tradisi-tradisi lokal, sebelum akhirnya diserap kedalam peradaban. 3. Faktor ketiga adalah akademi Jundi Shapur, yang memadukan tradisi ilmiah berbagai budaya: India, Yunani, Helenisme, Syiria, Hebrew dan Persia. Di sinilah usaha penerjemahan ke dalam bahasa Pahlavi dan syiria berlangsung dengan intensif menjelang penaklukan Islam. Peradaban Islam jelas merupakan pewaris utama tradisi ilmiah Jundi Shapur yang tetap merupakan pusat utama kegiatan ilmiah sampai bangkitnya Baghdad, Sisilia dan Kordoba. 271 Dari keempat faktor tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa kegiatan penerjemahan pada saat itu ternyata membawa dampak yang luar biasa, dengan kata lain, penerjemahan karya-karya pemikiran Yunani telah menyebabkan semaraknya dunia pendidikan Islam dimasa klasik, walau pun pendidikan pada masa klasik itu tak sekompleks pendidikan modern. Pendidikan Islam klasik dapat dikatakan maju bahkan dianggap mecapai keemasan dalam sepanjang sejarah. Sejak permulaan penerjemahan karya-karya pemikiran Yunani, pendidikan Islam mengalami kemajuan pesat baik pada materi pengajarannya kurikulum mau pun lembaga pendidikan. 272 Lembaga-lembaga pendidikan yang sebelumnya hanya mengajarkan pengetahuan agama, mulai mengajarkan ilmu pengetahuan, seperti matematika, filsafat dan kedokteran. Misalnya, di Kuttab, yaitu salah satu dari lembaga pendidikan tingkat dasar, pada abad pertama masa Islam hanya mengajarkan membaca dan menulis, kemudian di ajarkan pula pendidikan keagamaan. Sejak abad ke-8 M., Kuttab mulai mengajarkan pelajaran ilmu pengetahuan di samping ilmu agama. 273 Semua ini dilakukan setelah adanya kontak antara Islam dengan waeisan budaya Hellenisme. Ada pun materi-materi yang ditransmisikan seperti halnya tersebut di atas dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Bahan-bahan yang diterjemahkan langsung dari bahasa Latin ke bahasa Arab. 271 Mehdi Nakosteen, History of Islamic Origins of Wester Education, A.D. 800-1350 With an Introduction to Medieval Muslim Education Boulder: The University of Colorado Press, 1964, 13-15. 272 Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam , 43. 273 Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, 43-44 103 2. Bahan-bahan yang diterjemahkan ke dalam bahasa Pahlavi, berbaur dengan pemikiran zoroaster-Hindu, lalu ditransfer lewat terjemahan bahasa arab 3. bahan-bahan yang diterjemahkan dari Hindu Sansekerta ke bahasa Pahlavi, lalu ke bahasa-bahasa Syiria, Ibrani dan Arab. 4. Bahan-bahan yang di tulis pada masa Islam oleh ilmuan-ilmuan Muslim tetapi sebenarnya hanya merupakan jiplakan dari sumber-sumber non Muslim,dengan garis transmisi yang tidak jelas. 5. Bahan-bahan yang tak lebih dari sekedar komentar-komentar atau ringkasan- ringkasan dari karya Yunani atau Persia. 6. Bahan-bahan yang merupakan pengembangan dari kegiatan ilmiah pra Islam, tetapi tidak akan berkembang dalam Islam bila tidak didasarkan atas kegiatan ilmiah masa Hellenisem, Syiria, Zoroaster, dan Hindu Pra Islam; dan 7. bahan-bahan yang muncul dari jenius individual dan dorongan kebangsaan maupun kedaerahan. Ini akan berkembang lepas dari kegiatan pendidikan pra Islam, meskipun bentuk yang akan diambil oleh penemuan-penemuan orisinal ini mungkin saja berbeda, kalau saja mereka berkembang dalam satu konteks atau kerangka kerja yang non-Islam. 274 8. Perkenalan dengan warisan Hellenisme tidak hanya sekedar membuat umat Islam merasa puas dengan mempelajari pemikiran-pemikiran Yunani,tetapi juga mendorong semangat kehidupan intelektual Islam. Setelah dapat menguasai karya-karya Hellenisme, ilmuwan-ilmuwab Islam mengadakan pengamatan, penelitian, dan pengkajian lebih mendalam lagi sehingga mereka berhasil menemukan teori-teori baru dibidang ilmu pengetahuan dan filsafat yang belum ada pada masa sebelumnya. 275 Filsafat Yunani menjadi Fashion intelektual saat itu dan akhirnya berdirilah banyak aliran dan sub-aliran menurut tingkat pengadopsian filsafat tersebut. Al-Quran sendiri ditafsirkan menurut konsep-konsep tersebut, sehinga al-Qur’an tidak lagi sebatas sebuah kitab praktis dan sederhana, yang menekankan kepada pengetahuan persepsi indera tentu saja dalam kebudayaan primitif seperti kebudayaan Arab nomad pada masa sebelum Islam, penekanannya selalu pada persepsi indera, bukan pada intelektual penafsiran-penafsiran baru yang dipengaruhi oleh pemikiran Yunani yang menekankan rasio,menjadikan al-Qur’an 274 Mehdi Nakosteen, History of Islamic Origins of Wester Education, A.D. 800-1350 With an Introduction to Medieval Muslim Education , 14-15. 275 Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, 45 104 sebagai kitab yang mempunyai makna-makna tersembunyi. Kemudian muncullah aliran baru yang bernama Mu’tazilah. Mazhab ini menerapkan kriteria akal terhadap semua ajaran Islam. Sehingga anggota aliran ini disebut kaum rasionalis. 276 Mazhab ini kemudian pada masa al-Ma’mun dijadikan mazhab resmi Negara. Kebijakan al-Mamun yang menetapkan paham Mutazilah ini sebagai mazhab sebagai resmi negara antara lain karena didorongan oleh rasa kecintaanya kepada ilmu pengetahuan dan keinginannya untuk terus mengembangkan tradisi intelektual, baik dalam bidang ke agamaan maupun dalam bidang ilmu pengetahuan umum Diantara paham aliran yang ada pada masa itu, yang dianggap cocok dan dapat merespon terhadap tuntutan pengembangan ilmu pengatahuan dan perkembangan pemikiran Islam adalah paham mu’tazilah, karena Mu’tazilah dalam pengembangan pengajarannya lebih cenderung untuk dominan mempergunakan rasio pemikiran, sehingga penganut paham ini pun disebut kaum rasionalitas. Mu’tazilah mempunyai lima ajaran pokok yang sudah mereka sepakati bersama, barang siapa telah menganut kelima ajaran poko tersebut, maka ia berhak untuk mendapat gelar Mu’tazilah, kelima pokok ajaran tersebut adalah tauhid, keadilan Al-’Adl, janji dan ancaman al-wa’ad wa al-wa’id, tempat di antara dua tempa al-manzilah bain al-manzilatain, amar ma’ruf nahi mungkar. Itulah kelima pokok ajaran kaum Mu’tazilah yang merupakan hasil dari berbagai perdebatan dan diskusi-disakusi yang mereka lakukan sebagai reaksi atas pendapat pendapat yang muncul pada masanya, seperti mushabbih{ ah, mujassimah, Jah{ amiyah, murji’ah, khawarij dan lain sebagainya. Al-Syahristani, menyebutkan dalam kitabnya mengenai hal-hal yang disepakati oleh kaum mu’tazilah adalah sebagi berikut; 1. Allah adalah qadim, mereka sepakat untuk meniadakan sifat-sifat qadim yang lain daridan berdiri pada dzat-Nya. 276 Asghar Ali Engineer, Asal Usul dan Perkembangan Islam Yogyakarta: Pustaka, 1999, 302-303. 105 2. Al-Qur’an adalah makhluk-Nya, mereka sepakat juga menafikan biasanya Allah dilihat dengan mata kepala di dunia dan akhirat 3. Manusia adalah pencipta perbuatan-perbuatannya, baik mau pun buruk, dan berhak menerima balasan yang adil di akhirat. 4. Tuhan adalah Maha Suci dari perbuatan buruk dean zhalim. Tuhan tidak melakukan kecuali kebaikan. 5. Seorang mukmin bila wafat dalam keadaan taat dan tobat, niscaya ia masuk surga, dan bila wafat tanpa tobat dari dosa besar yang dilakukannya,niscaya ia kekal dalam neraka dengan azab yang lebih ringan dari azab yang diberikan kepada kaum kafir. 6. Akal manusia sanggup mengetahui adanya Tuhan, baik dan buruk, dan sebelum datangnya keterangan wahyu,manusia wajib mensyukuri nikmat Tuhan dan wajib mengerjakan perbuatan yang baik serta menjauhi perbuatan yang buruk. 277 Disamping itu, kesederhanaan ajaran Islam yang perpangkal kepada kesalehan, pada perkembangannya di masyarakat banyak memunculkan berbagai macam bidah, inilah yang diatasi oleh paham Mutazilah, dalam rangka melaksanakan prinsip amar makruf nahi mungkar ini kaum Mu’tazilah memaksakan pahamnya kepada masyarakat, sehingga karena itu pula kemudian al-Mamun menetapkan paham ini menjadi mazhab resmi negara,yang kemudian melahirkan satu kebijakan tentang mihnah.meskipun akhirnya kebijakan ini menjadi bumerang bagi pemerintahan al-Mamun itu sendiri. Mihnah yang mulai dijalankan pada tahun 218 H. Ini merupakan bentuk pemeriksaan terhadap para pejabat pemerintahan dan peradilan serta para ulama, dan sekaligus memaksakan kepada mereka supaya menganut paham Mu’tazilah bahwa al-Qur’an itu makhluk yang Hadits, kekerasan dan kebengisan jelas nampak mewarnai gerakan mihnah tersebut. Mereka ingin membasmi paham yang mengatakan bahwa al-Qur’an itu qadim, sebab paham demikian – menurut kaum mu’tazilah – berarti menyekutukan Tuhan dengan al-Qur’an, sedangkan dosa syirik merupakan dosa besar yang tidak dapat diampuni jika tidak bertobat sebelum wafat. 278 277 Al-Syahristani, al-Milal wa al-Nih{al, 44-45. 278 Abdul Aziz Dahlan, Sejarah perkembangan pemikiran dalam Islam, I Jakarta: Beunebi Cipta, 1987, 91. 106 Itulah paham yang dipandang munkar oleh kaum mu’tazilah,sehingga karenanya perlu diluruskan dengan jalan kekerasan sekalipun. Akibat dari tindakannya ini kemudian menimbulkan dendam dan kebencian yang amat luar biasa pada kebanyakan masyarakat Islam pada masa itu kepada kaum mu’tazilah. Akibat lain dari gerakan ini adalah terjadinya konflik-konflikm intern agama yang di alami khalifah al-Ma’mun hingga khalifah al-Mutawakkil 847- 861 M.. Aliran mu’tazilah yang cenderung rasional itu justru dituduh sebagai aliran pembuat bid’ah oleh golongan salaf. Sehingga pada masa pemerintahan al- Mutawakkil aliran ini dicabut atau dibatalkan sebagai mazhab resmi negara, dengan demikian maka gerakan mihnah pun dihentikan dan sebagai gantinya ia merestui ia merestuiakan muhadditsin yang dipimpin oleh Ahmad bin Hanbal,sebagai lawan terbesar Mu’tazilah waktu itu, maka kedudukan Mu’tazilah mulai menurun, bahkan sebahagian pemuka-pemukanya telahtelah meninggalkan barisan Mu’tazilah, seperti Abu Isa al-Warraq dan Abu al-Husain Ahmad ibn ar- Rawandi 279 . Dengan demikian golongan salaf kembali naik daun. Tidak tolerannya pengikut Hanbali itu salaf terhadap aliran mu’tazilah yang rasional ini menyebabkan menyempitnya horizon intelektual 280 279 Harun Nasution, Teologi Islam Jakarta: Yayasan Penerbit Indonesia, 1971, 65. 280 Syed Ameer Ali, Api Islam Jakarta : Bulan Bintang, 1978, 464. 107

BAB IV AL MA’MUN DAN KEBERHASILANNYA DI BIDANG PENDIDIKAN

Prestasi luar biasa yang ditunjukan umat Islam pada masa dinasti umayah dengan keberhasilannya menaklukan wilayah-wilayah kekuasaan kerajaan Rumawi dan Persia, dan disusul kemudian dengan prestasi yang lebih hebat lagi dalam penaklukan bidang ilmu pengetahuan, maka lengkaplah sudah prestasi yang diraih umat Islam pada masa tersebut sehingga tidak salah kalau ahli sejarah menyebutnya sebagai masa keemasan Islam The Golden Age of Islam. Kenapa tidak? Usaha penelaahan ilmu pengetahuan yang dilakukan pada masa bani Umayah dilakukan secara besar-besaran pada masa bani Abbasiyah. Kondisi seperti ini pada masa bani Abbasiyah sangat memungkinkan sekali untuk melakukan berbagai hal terkait perkembangan dan kemajuan di berbagai bidang.dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan, mengingat bahasa Arab telah mencapai tahap kesempurnaan, baik huruf, tanda baca, harakat pembendaharaan kata telah lengkap, maupun tatabahasanya, dan dipakai sebagai bahasa administrasi dan komunikasi. Di dukung oleh industri kertas sebagai mana yang dibuat oleh Cina, sudah bisa diusahakan pada masa Harun al-Rasyid. Demikian juga kemantapan dibidang politik, memungkinkan ekonomi berkembang dengan pesat dan pembangunan bisa dilaksanakan dalam segala bidang dan kesejahteraannya. Oleh karena itu pada bab ini diuraikan tentang keberhasilan al-Ma’mun di bidang pendidikan, sejarah al-Ma’mun, kebijakan yang diambil pada masa pemerintahannya, pertumbuhan lembaga-lembaga pendidikan dan kontribusinya terhadap kemajuan pendidikan dan ilmu pengetahuan.

A. SEJARAH AL MA’MUN

Al-Ma’mun nama lengkapnya adalah Abdullah Abu-Abbas bin al-Rasyid. Al-Ma’mun dilahirkan pada hari jum’at pertengahan bulan Rabi’ul Awwal tahun 170 H. di malam kemangkatan pamannya Khalifah al-Hadi. 281 Seperti yang telah 281 Jalaluddin al-Syuyuthi, Tha rikh al-Khulafa, Baerut: Dar el-Kutub, 1975, 284