Menjadikan aliran Mu’tazilah sebagai mazhab resmi negara.

131 memperhatikan kemampuan muridnya, maka guru akan mudah memberikan petunjuk kepada muridnya tentang pelajaran apa yang cocok untuk muridnya. Guru juga akan mengukur kecerdasan anak didiknya dengan cara; guru pertama memberikan pelajaran kepada si anak, kemudian guru akan mengambil kesimpulan tentang kecerdasan si anak terhadap materi pelajaran yang sudah disampaikannya, atau guru mengukur kekuatan hapalan murid untuk mengetahui apakah ia suka menghapal atau suka berpikir penalaran. Tentang gaji, biasanya guru meminta gaji dari murid-muridnya, jumlah gaji terserah kepada anak didiknya, dan bergantung kepada kemampuan orang tua si murid itu sendiri. Pada umumnya, gaji yang diperoleh guru dapat di bagi kedalam dua macam, yaitu gaji yang berhubungan dengan waktu dan gaji yang berhubungan dengan pelajran yang di dapat oleh si anak tersebut. Bentuk gaji yang pertama dibayarkan oleh semua murid, yaitu berupa sejumlah kecil uang yang dibayarkan setiap minggu atau setiap bulan ditambah dengan makanan yang diberikan setiap minggu. Kadang- kadang pembayaran ini dilakukan pada musim tertentu. Dalam keadaan tertentu pula diberikan sejumlah gandum atau jagung sebagai ganti pembayaran uang yang bisa dibayarkan oleh si murid setelah mereka menghapalkan suatu surat tertentu. Bahkan, jika mereka selesai menghapal seluruh al-Qur’an, sebagai ungkapan kebahagiaan, mereka akan memberikan bahan-bahan pakaian, uang dan lainsebagainya, sesuai dengan kemampuan keluargasimurid.

3. Menjadikan aliran Mu’tazilah sebagai mazhab resmi negara.

Aliran Mu’tazilah yang dimotori pertama kali oleh Washil bin ’Atha 80- 131 H.700-749 M. Dan muridnya, yang bernama ’Amru bin Ubaid 80-144 H.700-762 M., setelah lebih kurang 150 tahun 100-250 H., akhirnya 132 mendapatkan tempat khusus bagi penyebaran dan perkembangannya setelah mereka benar-benar mendalami filsafat Yunani yang beraliran rasional. 343 Mu’tazilah ini adalah nama yang diberikan oleh lawan-lawannya, mereka sendiri menamakannya adalah Ahl al Tauh{id wa’al ’adl. hal ini dikarenakan oleh bebera sebab diantaranya; pertama, karena Washil ibn ’Atha sendiri sebagai pendiri aliran ini berbeda pendapat dengan gurunya, yaitu Hasan Basri dalam masalah qadar dan orang yang berdosa besar, kedua, karena orang-orang mu’tazilah menyalahi pendapat sebagian besar umat Islam, yaitu bahwa orang yang melakukan dosa besar tidak mu’min dan tidak pula kafir. Dan yang ketiga, karena mereka tidak mau ikut campur dalam pertikaian politik yang terjadi zaman Usman bin Affan dan zaman Ali bin Abi Thalib. 344 Sedangkan menurut Ahmad ibn al Murthadha,wafat 850 M., dalam bukunya al munayatu wa’l-Amal, mengatakan bahwa, yang memberi nama mu’tazilah adalah aliran mu’tazilah itu sendiri, dengan interpretasi bahwa mereka menyingkir dan menjauhi dari hal-hal yang bid’ah,karena mereka tidak menyalahi ijma’, bahkan memakai apa yang telah di ijmakan pada masa pertama Islam. 345 Mu’tazilah yang dikembangkan dan disosialisasikan oleh generasi pasca Washil bin ’Atho atau angkatan ke dua antara lain ; Abu al-Huzail al- ’Allaf 135- 235 H. yang digelari filosof Mu’tazilah pertama, 346 telah mendapat tempat yang khusus pada Dinasti abbasiyah,al-Ma’mun mengakui bahwa aliran mu’tazilah sebagai mazhab resmi Negara pada tahun 212 H.adalah dalam rangka untuk mengembangkan tradisi intelektual, baik keagamaan mau pun ilmu-ilmu umum. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa al-Ma’mun mengembangkan faham Mu’tazilah , aliran theologi rasional ini terjadi karena kebijaksanaannya untuk menyerap ilmu pengetahuan yang berasal dari Yunani. Walau pun pada 343 Untuk lebih lengkapnya, lihat Muhammad bin Abdul Karim , Muslim Sects and Divisions. The Section on Muslim Sects in Kitab al-Milal wan Nih{al, terj. Karsidi Diningrat, Sekte- sekte Islam Bandung: Pustaka, 1996, 58. 344 Khaerdji Abdul Chalik, Ilmu Kalam Jakarta: Diadit Media, 2007, 60. 345 A.Hanafi, Pengantar Theologi Islam Jakarta: Jayamurni, 1973, 70. 346 A. Azhar Basyir, Refleksi atas persoalan KeIslaman Bandung: Mizan, 1996, 30. 133 masa itu terdapat banyak ulama dari syi’ah, Khawarij dan Suni, serta berbagai macam diskusi-diskusi yang didominasi oleh kaum Mu’tazilah. Kesederhanaan ajaran Islam yang berpangkal kepada kesalehan, membuka peluang munculnya berbagai macam bid’ah. Inilah yang diatasi oleh kaum Mu’tazilah. Akhirnya al- Ma’mun menjadikan aliran Mu’tazilah sebagai mazhab resmi negara. 347 Meskipun akhirnya nanti menjadi bumerang bagi pemerintahan al-Ma’mun itu sendiri. Keberpihakan al-Ma’mun terhadap paham Mu’tazilah ini nampaknya tidak bisa dipisahkan dari kecintaanya dan kehausannya akan ilmu pengetahuan yang rasional. Kecintaanya terhadap filsafat mendorongnya untuk lebih memilih menyetujui paham Mu’tazilah dari pada paham yang lain. Pada awalnya memang ilmu-ilmu ”non agama” atau ”keduniaan” mendapat tempat tersendiri pada masa pemerintahannya. Meskipun pada dasarnya Islam tidak pernah membeda-bedakan antara nilai ilmu-ilmu agama dan ilmu- ilmu non agama ilmu umum, akan tetapi pada praktiknya, supremasi lebih diberikan kepada ilmu-ilmu agama. Hal ini disebabkan karena sikap keagamaan dan kesalehan yang memandang ilmu-ilmu agama sebagai jalan”tol”menuju tuhan. 348 Sebelum kehancuran aliran theologi Mu’tazilah pada masa khalifah Abbasiyah, al-Ma’mun 198-218 H.813-833 M., mempelajari ilmu-ilmu umum – yang bertitik tolak dari nalar dan kajian-kajian empiris - bukan sesuatu hal yang tidak ada dalam kurikulum pendidikan Madrasah, tetapi dengan ”pemakruhan” – untuk tidak mengatakan ”pengharaman” – penggunaan nalar setelah runtuhnya Mu’tazilah, ilmu-ilmu umum yang sangat di curigai itu dihapuska dari kurikulum pendidikan Madrasah, mereka yang cenderung dan masih berminat kepada ilmu- ilmu umum tersebut, terpaksa mempelajarinya dengan secara sendiri-sendiri. Atau bahkan ”di bawah tanah”, karena mereka dipandang sebagai ilmu- ilmu 347 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 3 Jakarta: Intermasa, 1994, 151. 348 Azyumardi Azra dalam Michael Stanton, Pendidikan Tinggi dalam Islam Jakarta: Logos, 1994, vii 134 ”subversif” yang dapat dan akan menggugat kemapanan doktrin Suni, terutama pada masalah kalam dan fiqh. 349

4. Pembentukan lembaga Mih{nah