Maktab Perkembangan Lembaga Pendidikan Sebelum al-Ma’mun.

69 tempat perkumpulan para cendikiawan dan para pelajar, Observatori-observatori dan zawiyah di dalam persaudaraan sufi. 157 Jadi pendidikan Islam secara informal telah ada sejak permulaan Islam masa Rasulullah setelah hijrah ke Madinah, yakni dengan membangun masjid yang kemudian difungsikan bukan hanya sekedar untuk ibadah semata, tapi, kemudian difungsikan pula untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan cara lingkaran belajar atau h{alaqah.

2. Maktab

Lembaga pendidikan kutab atau maktab ini telah ada sejak masa pra Islam. Hal ini tentu saja terkait dengan kegiatan pendidikan saat itu, yang menurut M. Hamidullah sudah berkembang dengan baik, meskipun diakuai bahwa catatan- catatan pada masa jahiliyah tidak dapat ditemukan, namun ia mendapatkan beberapa bukti yang dapat memberikan gambaran situasi pendidikan saat itu. 158 Penjelasan Hamidullah tersebut belum menunjukan apakah kegiatan pendidikan tersebut bersifat masal atau hanya diikuti oleh orang-orang tertentu. Dalam hal ini Ahmad Shalabi, dengan merujuk pada karya Al-Baladuri, Futuh al- Buldan menjelaskan bahwa Sufyan bin Umayyah dan Abu qais bin Abdul Manaf adalah orang arab asli pertama yang belajar membaca dan menulis. Guru mereka adalah seorang nasrani yang bernama Bishr Abd Al-Malik yang telah belajar ilmu ini di Hira, dan orang arab pertama yang menjadi guru adalah Wadi al-Qura yang hidup di sana dan mualai mengajarkan membaca dan menulis kepada penduduk Arab. Sehingga, peda saat datangnya Islam hanya ada 17 orang quraisy yang mengenal tulis baca. 159 Dengan merujuk kepada data yang di tulis oleh Shalabi, dapat dikatakan bahwa kegiatan pendidikan menulis dan membaca hanya dilakukan oleh sekelompok orang dan khususnya di Mekah. Hal ini bisa dimaklumi karena kebiasaan penduduk di Jazirah Arab selalu berpindah-pindah nomaden tentu 157 M. Naquib al-Attas, Islam dan Sekularisme Bandung: Pustaka, 1981, 224. 158 Armai Arief, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik Bandung: Angkasa, 2004, 46. 159 Ahmad Shalaby, History of Muslim Education, 16. 70 perhatian yang mereka berikan lebih besar kepada pemenuhan kebutuhan primer berupa makanan, sementara kegiatan pendidikan mereka anggap tidak penting sama sekali, karena keterampilan menulis dan membaca belum menjadi hal yang umum dimiliki masyarakat saat itu, maka yang berkembang saat itu adalah tradisi lisan. Dalam kondisi seperti itu, maka yang menjadi guru adalah mereka yang paling banyak memiliki hafalan. 160 Kebanyakan para ahli sejarah pendidikan sepakat bahwa maktabkuttab adalah sebuah lembaga pendidikan dasar. Sulit memang rasanya untuk menentukan apakah maktab dan kuttab itu merupakan dua nama untuk satu lembaga ataukah dua nama yang saling berbeda satu sama lainnya.Juga tidak diketemukan suatu kejelasan apakah kedua istilah tersebut dipakai secara simultan. Akan tetapi menurut Shalaby, kuttab lebih berfokus kepada pengajaran tulis-baca dan sering kali dilaksanakan oleh orang-orang Kristen. 161 George Makdisi lebih jauh menjelaskan bahwa kedua istilah ini sebagai bentuk pendidikan dasar. 162 Menurutnya, Maktab jelas berbeda dengan kuttab, paling tidak di Naisapur. Untuk memperkuat pendapatnya ini, dia menjelaskan laporan bahwa Abdul Gharif Al-Farisi pernah belajar dimaktab pada usia lima tahun, untuk mempelajari Al-qur’an dan ilmu-ilmu Agama di Persia. Setelah usia sepuluh tahun, ia kemudian memasuki kuttab untuk mempelajari sastra. Seterusnya ia pun menjelaskan bahwa ada laporan bahwa maktab adalah sekolah tingkat dasar yang mempelajari khat, kaligrafi, Al-Qur’an, Akidah dan Syair. Muniruddin Ahmed, sebagai mana mengutip al-Mubarrad, berpendapat bahwa al-maktab merupakan suatu tempat untuk melakuakan kegiatan belajar mengajar, sedangkan al-kuttab adalah sebutan bagi pelajar yang belajar di maktab.seterusnya Ahmed mengutip penjelasan Tadj al-’Arus yang memaparkan 160 Charles Michael Stanton, Higher Learning in Islam: The Classical Period Maryland: Rowman Littlefield,Inc., 1990, 14. 161 Ahmad Shalaby, History of Muslim Education, 16-17. 162 George Makdisi, “Typology of Institutions of Learning” dalam An Anthology Studies oleh Issa J.Baullata, Montreal: McGill Indonesia IAIN Develovment Project, 1992,13. Dengan demikian pendidikan kutab merupakan pendidikan dasar yang mempersiapkan anak-anak untuk melanjutkan studinya di masdjid. Lih. Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam Jakarta: Bulan Bintang, 1979, 100. 71 tentang laporan tentang Salman al-Farisi sebagai orang yang pertama kali memperkenalkan lembaga kuttab, jadi lembaga ini sudah dikenal di Persia sebelum Islam. Dengan demikian Ahmed menyimpulkan bahwa istilah kuttab paling tidak merupakan istilah yang sudah ada pada masa Salman al-Farisi, akan tetapi ia tidak memperkenalkan nama lembaga kuttab yang tidak dikenal asing bagi pendengaran orang-orang Arab. Kemungkinan lain ada seseorang yang menambahkan nama kuttab pada laporan sejarah tersebut. Terlepas benar atau salah penggunaan istilah antara maktab dan kuttab, yang jelas telah di sepakati bersama bahwa keduanya adalah merupakan sebuah lembaga pendidikan tingkat dasar. 163 Di dunia Arab, KuttabMaktab dikenal ada 2 macam, menurut Shalabi, 164 kuttab yang pertama adalah kuttab yang berfungsi sebagai tempat yang dipersiapkan untuk anak-anak belajar membaca dan menulis, dengan teks dasar puisi-puisi Arab dan dengan sebahagian besar guru-gurunya adalah non-Muslim. Kuttab jenis ini telah ada sebelum Islam berkembang di tanah Arab. Hal ini dibuktikan oleh tindakan Rasul atas sejumalah tawanan Badar yang dibebaskan setelah mereka mengajarkan tulis - baca kepada sejumlah anak-anak muslim. 165 Pada kuttab jenis ini peserta didik diajarkan tulis-baca dengan teks dasar puisi- puisi Arab. Hal ini menunjukan sebelum adanya al-Qur’an, puisi-puisi Arab dianggap sangat penting sebab biasanya berisi ungkapan bahasa yang cukup halus dan mempunyai nilai etika yang tunggi. Kuttab yang kedua, adalah yang berfungsi sebagai tempat untuk mempelajari Al-Qur’an dan prinsip-prinsip ajaran Islam lainnya. Banyak dikalangan ilmuwan,seperti Philip K. Hitti, Ahmad Amin, dan Inaz Goldziher yang terjebak dengan menyamakan antara kedua jenis kuttab tersebut.sehingga mereka beranggapan bahwa baik pelajaran tulis-baca maupun pelajaran al-qur’an dan pelajaran dasar-dasar agama lainnya diajarkan pada kutab yang sama, dan 163 Hanun Asrohah, Sejarah Pendidika Islam Jakarta: Logos, 1999, 48. 164 Ahmad Shalaby, History of Muslim Education Beirut: Dar al-Kashashaf, 1954, 19-20. 165 Ahmad Shalabi, Ta rikh al-Tarbiyat‘ al-Isla miyyat{~ ~ ~ ~ , 45. 72 kemungkinan guru-guru non muslim yang mengajarkan baca-tulis al-Qur’an kepada anak-anak Muslim. 166 Menurut Ahmad shalabi, kedua jenis kuttab itu terpisah, kuttab jenis ke dua ini tidak ditemui pada masa paling awal, karena kuttab jenis ini baru dimulai setelah qurraahli baca dan h{uffa zh penghafal al-Qur’an telah banyak. 167 Dalam hal ini Rasulullah pernah memerintahkan kepada al-Hakam bin Said untuk mengajar pada sebuah kutab di Madinah. 168 Sedangkan menurut Asma Hasan, kutab dalam jenis ini merupakan pemindahan dari pengajaran al-Qur’an yang berlangsung di masdjid yang sifatnya umum. 169 Oleh kaena itu, pendidikan di sini dapat dilakukan apabila seorang guru kuttab adalah orang yang hafal al-Qur’an. 170 Kuttab jenis ini baru berkembang pada masa umayyah setelah jumlah qurra ’ dan h{uffa zh telah banyak dan al- Qur’an pun telah banyak digandakan. Pada masa-masa sebelumnya pengajaran al- Qur’an berlangsung dalam h{alaqah di masjid-masjid atau rumah-rumah secara informal. 171 Namun demikian – tidak menutup kemungkinan – sistem kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di kuttab atau s{uffah. 172 Kadang-kadang dilaksanakan di rumah-rumah guru-guru mereka, yang hanya dapat menampung beberapa murid saja, ada juga yang dilakukan di tempat terbuka di luar masjid, karena anak-anak dipandang terlalu kacau dan ribut jika dilakukan di dalam masjid. 173 seperti kuttab 166 Armai Arief, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik Bandung: Angkasa, 2004, 141. 167 Ahmad Shalabi,Ta rikh al-Tarbiyat ~ al-Islamiyat ~ , 44-48 168 Jawad ’Ali, al-Mufashshal, VII, 292, Dikutip dari Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam Bandung : Mizan, 1994, 26 169 Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam,terj. Ibrahim Husein Jakarta: Bulan Bintang, 1979,.30 170 Charles Michael Stanton, Pendidikan Tinggi dalam Islam Jakarta: Logos, 1994, 19 171 Ahmad Shalaby, History of Muslim Education, 102. 172 Ramayulis, Ilmu pendidikan Islam Jakarta: Kalam Kudus, 1998, 87. 173 Ahmad Shalaby, History of Muslim Education, 16-17. 73 milik Abu Qasim al-Balkhi di Kuffah. Kegiatan belajar mengajar di kuttab ini berlangsung dari hari sabtu sampai hari kamis, sedangkan hari jum’at libur, 174 karena pada hari itu akan dilaksanakan kegiatan shalat jum’at. Oleh karena itu dapat dikatakan pula bahwa sistem pembelajaran di maktabkuttab pada gilirannya hanya menjadi semacam pelengkap atau ”lembaga privat”. 175 Meskipun demikian, sistem pendidikan di kuttab ini tidak pernah membeda-bedakan lapisan strata sosial anak, tidak ada perbedaan antara anak- anak orang kaya dengan anak-anak orang miskin, bahkan mereka memperoleh hak yang sama dalam belajar. Bahkan di Persia pada abad kedua hijriah – pada perkembangan selanjutnya – telah diwajibkan bagi seluruh orang tua untuk mengirimkan anak-anaknya untuk belajar di kuttab 176 , untuk dididik dan di ajarkan ilmu-ilmu umum. Pada abad pertama masa Islam klasik kurikulum yang diajarkan di kuttab hanya terbatas pada pelajaran membaca dan munulis saja, kemudian meningkat dengan diajarkannya pendidikan keagamaan. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa kuttab pada masa itu merupakan lembaga pendidikan yang bersifat tertutup untuk pelajaran ilmu pengetahuan umum. Perkembangan lembaga pendidikan kuttab secara luas berlangsung pada awal abad ke 2 hijriyah,yakni sejak masa Muawiyah. Menurut Hisham Nashabi, perkembangan kuttab ini tidak bisa dilepaskan dari adanya kebutuhan akan keterampilan menulis dan membaca, sejalan dengan berkembangnya kegiatan- kegiatan di kota-kota Islam baru,seperti pencatatan al-Qur’an dan Hadits, serta perkembangan lembaga-lembaga pemerintahan setelah adanya gerakan Arabisasi pada masa Umayah. 177 174 Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, terj. Ibrahim Husein Jakarta: Bulan Bintang, 1979, 30 175 Secara umum, Kuttab pada gilirannya hanya menjadi semacam pelengkap bagi sekolah umum, khususnya untuk mendapatkan tambahan pelajaran agama. Lih. Azyumardi Azra, Perndidikan Islam, Jakarta: Logos, 2000, 97 176 Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, 32. 177 Hisham Nashabi,”Educational Institution,” in R. Berkely, Islamic City Princeton: Prenceton University Press, 1992, 70. 74 Seiring dengan perkembangan kemajuan, maka pada abad ke delapan Masehi, di kuttab mulai diajarkan ilmu-ilmu pengetahuan umum di samping ilmu- ilmu agama. Bahkan pada akhirnya kuttab ini pun terbagi kepada dua jenis, yaitu; secular learning–kuttab yang mengajarkan pengetahuan non agama dan religious learning-kuttab yang mengajarkan tentang ilmu pengetahuan Agama, 178 meskipun jumlah dan peminatnya masih sedikit. 179 Perbedaan kuttab ini pada dasarnya hanyalah untuk membedakan segi administrasi atau pembiayaan dari masing-masing kutab. Biaya pendidikan non agama berbeda-beda, berkisar antara 500 sampai 1000 dirham per tahun atau lebih kurang U.S. 120 sampai 240. 180 perbedaan jumlah biaya pendidikan ini bergantung kepada kondisi finansial orang tua murid, yang akhirnya akan berimbas kepada imbalan atau kesejahteraan guru-guru yang mengajar. Menurut shalaby gaji guru rata-rata mencapai 1000 dirham per bulan atau sekitar U.S. 240, walaupun banyak yang menerima lebih besar dari itu. 181 Terlepas dari perbedaan-perbedaan yang ada, kuttab atau pendidikan dasar telah banyak mengalami perkembangan yang cukup pesat sejak awal dan dapat menyesuaikan kepada berbagai latar belakang sosial budaya yang ada. Selanjutnya , pendidikan dasar pada waktu itu merupakan satu unit yang dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dan tidak mempunyai hubungan organis dengan pendidikan yang lebih tinggi. 182 178 Perbedaan ini dipandang dari bagaimana cara guru untuk memperoleh imbalan atas kerja keras yang telah mereka lakukan. Lihat, Hanun Asrohah, Sejarah Pendidika Islam Jakarta: Logos, 1999, 49. 179 Ahmad Shalaby, History of Muslim Education Beirut: Dar al-Kashashaf, 1954, 43. 180 A.S. Tritton, Muslim Education in the Middle Ages London: Luzac, 1957, 25. tidak tersedianya informasi tentang daya beli dan pengaruh inflasi menutup kemungkinan mengetahui nilai uang dari satu periode ke periode yang lain.dengan mempergunakan perkiraan oleh Durant, Hitti dan Suyuti Lihat Bibliografi, nilai satu dirham dalam dolar Amerika U.S.Dolar pada pertengahan abad ke-20 adalah sekitar 0,24 dollar 24 sen. 181 Ahmad Shalaby, History of Muslim Education, 136. 182 Tidak ada keterkaitan hubungan organis antara pendidikan dasar dengan pendidikan yang lebih tinggi adalah karena kaum muslimin pada waktu itu tidak mengembangkan pendidikan tinggi secara sistematis.Sekolah-sekolah yang mereka dirikan hanya sampai tingkat dasar,sementera pendidikan tinggi lebih terpusat kepada pribadi pribadi tertentu bukan pada sekolah.Lihat, Fazlur Rahman, Islamic Methodology in History, terj. Anas Mahyudin, Membuka Pintu Ijtihad Bandung: Mizan, 1984, 201. 75 Sekolah-sekolah yang didirikan hanya sampai tingkat dasar. Sedangkan pendidikan tinggi lebih terpusat kepada individu pribadi-pribadi tertentu, bukan kepada sekolah-sekolah. Di samping pendidikan dasar dan pendidikan tinggi, menurut Rahman, pada waktu itu juga terdapat dua jenis pendidikan; Pertama, pendidikan sekolah istana. Pendidikan ini diberikan kepada para pangeran dengan tujuan untuk mempersiapkan mereka menjadi pemimpin- pemimpin pemerintahan, kelak kurikulum yang di ajarkan disamping pelajaran agama mereka juga diajarkan tentang pidato,kesusastraan, dan nilai-nilai kesatriaan. Kedua , pendidikan orang dewasa. Pendidikan ini diberikan kepada orang banyak yang tujuannya dalah terutama untuk mengajarkan mereka tentang al- Qur’an dan agama. 183 Jadi lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti yang disebutkan di atas dipergunakan sebagai tempat belajar bagi orang-orang dewasa, pemuda dan ulama sesuai dengan disiplin ilmu yang diminatinya. Mengenai masalah pendidikan bagi wanita pada umumnya tidaklah jauh berbeda keadaanya dengan periode pertama. Pendidikan bagi mereka tetap diberikan pada hari-hari khusus seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad. Begitu juga halnya dengan pendidikan untuk anak-anak dapat dilaksanakan di suffa. Kurikulum pelajaran yang diberikan di samping pelajaran al-Qur’an, membaca, menulis dan berhitung juga diberikan pelajaran sastra Arab dan kaligrafi. 184 Pada perkembangannya materi yang diberikan di kuttab-kuttab cukup bervariasi, bergantung kepada kebutuhan daerah tertentu, dan juga bergantung kepada kemampuan para ulama yang ada di daerah itu. Ibnu Khaldum w.808 H.1406 M., mencatat menganai perbedaan praktik pendidikan kutab pada masanya, sebagai berikut: 1. Umat Islam al-Maghrib Maroko, sangat menekankan terhadap pengajaran al- quran, sehingga anak-anak di daerah ini tidak akan belajar sesuatu yang lain 183 Fazlur Rahman, Islamic Methodologi in History, terj. Anas Mahyudin, Membuka Pintu Ijtihad Bandung: Mizan, 1984, 182. 184 Ramayulis, Ilmu pendidikan Islam Jakarta: Kalam Kudus, 1998, 89. 76 sebelum ia dapat menguasai al-quran secara baik. Pendekatan yang digunakan adalah otografi mengenali satu bentuk kata dalam hubungan dengan bunyi bacaan, oleh karena itu Muslim maroko dapat menghafal al-quran lebih baik dibandingkan dengan muslim dari daerah yang lain. 2. Muslim Spanyol al-Andalus lebih mengutamakan kepada menulis dan membaca. Al-Quran tidak lebih utama dibandingkan dengan puisi dan bahasa Arab,penekanan ini akhirnya banyak melahirkan ahli kaligrafi, yang dapat membaca dan menyalin al-quran tanpa harus menghafalnya. 3. Daerah Ifriqiyah Afrika Utara:Tunisia, Al-Jazair, dan Libiya, pendidikan kutab disini lebih mengutamakan kepada al-quran dengan tekanan yang khusus pada variasi bacaan qiraat, lalu diikuti dengan seni kaligrafi dan hadits. Keempat, daerah Timur al-masyriq, Timur tengah, Iran, asia tengah dan semenanjung India, Yang menurut pengakuannya – tidak ia ketahuai secara jelas dibandingkan dengan tiga daerah yang pertama – secara umum daerah ini menganut kurikulum campuran, dengan al-Quran sebagai inti materi,tetapi tidak memadukannya dengan kaligrafi, sehingga tulisan tangan anak-anak dari daerah ini kurang begitu baik. 185 Dari uraian di atas dapat dikatakan,bahwa kuttab pada masa Islam berfungsi sebagai lembaga pendidikan dasar. Pada masa awal Islam kuttab diselenggarakan dengan melibatkan guru-guru non-Muslim. Sistem pengajaran difokuskan pada kemampuan membaca dan menulis, yang pada perkembangannya, setelah kebutuhan mengkaji al-Quran semakin meningkat dan sumber daya manusia guru dan fasilitas yang memadahi untuk mengajarkan al- Quran, maka kuttab menjadi tempat yang strategis untuk pengajaran kitab suci ini, bahkan al-Quran menjadi mata pelajaran par excellent selain membaca,menulis,ilmu hitung dan ilmu pengetahuan agama dasar yang lain.

3. Toko buku atau kedai H{awanit al-Waraqin