146 Perpustakaan –perpustakaan ini bukanlah hanya sekedar gudang untuk
menumpukna buku-buku, tetapi merupakan perpustakaan-perpustakaan yang aktif Working liberaries dalam segala seginya. Selain program-program riset yang
intensif, kuliah, perdebatan dan aktivitas-aktivitas lainnya di masyarakat.Para cerdi cendikiawan dapat dengan bebas menyalin buku-buku dan menyalin naskah-
naskah yang ada .
380
Al-hasil, al-Ma’mun bukanlah hanya sekedar seorang Khalifah, melainkan juga sebagai seorang pelopor pendiri perpustakaan dari Dinasti abbasiyah,
jejaknya kemudian diikuti oleh penguasa-penguasa lain dan umat Islam. Tindakan al-Ma’mun juga ditiru oleh khalifah-khalifah Dinasti Fatimiyah,yang kemudian
mendirikan Dar al-’Ilm dan Dar al-Hikmah, kedua gedung ilmiah tersebut dilengkapi perpustakaan yang besar sebagai tandingan Bayt al-Hikmah di
baghdad.
b. Bait al-Hikmah.
Perpustakaan sebagai”lembaga” pendidikan mulai mendapatkan tempat tersendiri di dalam masyarakat Islam pada periode al-Ma’mun yang berpusat di
Bait al-Hikmah, yang oleh Stanton disebut sebagai pusat pendidikan tinggi pertama dalam Islam. Telah menjadi kesepakatan bersama para sejarawan bahwa
bait al-Hikmah Gedung hikmah atau Gedung Pengetahuan merupakan gedung pendidikan yang pertama, kecuali masjid.
Bait al-Hikmah sendiri dibangun oleh khalifah ke tujuh,yaitu al-Ma’mun bin Harun al-Rasyid di Baghdad pada tahun 215H. 830 M. Lembaga ini berasal
dari sebuah perpustakaan yang sederhana yang telah beroperasi sejak masa Harun al-Rasyid yang bernama Khizanah al- Hikmah.
381
Al-Ma’mun meningkatkan kegiatan lembaga ini dengan memasukan kegiatan pengajaran dan kegiatan penerjemahan karya-karya filsafatdan ilmu
380
Ziauddin Sarda, Tantangan Dunia Islam Abad 21, 40.
381
Pendiri bait al-hikamh, menurut A. Salaby dan M. Yus didirikan oleh Harun al-Rasyid, yaitu dengan peristilahan Daar al-ilmi. Mahmud, Yunus,
Sejarah Pendidikan Islam Jakarta:Mutiara, 1966, 91-93.
147 pengetahuan asing dari berbagai bahasa.
382
Lembaga ini memiliki staf yang terdiri dari sejumlah cendikiawan muslim dan non muslim yang terkenal, seperti
Quata Ibn Luqa, Yahya Bin ’Adi, dan diantaranya dokter dari India, Duban. Musa al-Khawarizmi, matematikawan ternama muslim dan penemu al-
Jabar , juga bekerja di Bayt al-Hikmah, dan menulis buku terkenalnya, yaitu kitab
al-Jabar wa al-muqabalah, juga dilakukan di sini. Lembaga ini terus berjalan sebagai perpustakaan dunia Muslim sampai abad ke dua puluh. Ia digeser oleh
munculnya perpustakaan kedua Baghdad yang koleksinya memiliki kualitas yang sama.
383
Bayt al-Hikmah ini kemudian dilengkapi dengan observatorium. Al- Ma’mun mempekerjakan seorang ahli matematika yang brilian, yaitu al-
Khawarizmi, untuk mengamati dan untuk mengadakan studi riset di observatorium – khususnya untuk menyusun kalender.
384
Tidak hanya itu ia juga dengan antusias mengumpulkan sejumlah besar karya-karya klasik dalam berbagai bahasa untuk kemudian dipelajari dan
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Tujuannya, tentu saja secara umum agar memudahkan orang-orang Islam untuk dapat mempelajarinya. Setelah melalui
periode Negosiasi, Al-ma’mun bahkan berhasil mengirimkan sekelompok utusan- termasuk di dalamnya staf perpustakaan- untuk mencari manuskrip berharga dan
membawanya ke Baghdad, kemudian dijadikan bahan kajian di bait al-Hikmah, seperti yang dilakukan oleh Hunayn bin Ishak al-’Ibadi W. 260H.8734M.
Di Bait al-Hikmah, menurut C.A Qadir, Hunayn melakukan penerjemahan karya-karya Plato, Aristoteles, Galen, Apolonius dan Achimedes yang mencakup
silsafat dan berbagai bidang pengetahuan lain. Penerjemah lain yang setara dengan nya adalah Qustha bin Luqa w. Awal abad ke-4 H.10 M. yang tidak saja
melakukan penerjemahan, melainkan juga melakukan revisi terhadap sejumlah penerjemahan-penerjemahan yang lebih dulu. Dengan demikian ia tidak saja
382
Hasan as’ari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam Bandung : Mizan, 1994, 109.
383
Ziauddin Sarda, Tantangan Dunia Islam Abad 21, 47.
384
Hanun Asrohah, Sejarah Pendidika Islam, 69.
148 memperkaya penerjemahan, melainkan juga menaikkan mutu penerjemahan yang
beredar dalam bahasa Arab di kalangan orang Islam.
385
Selain itu Ishak bin hunain menterjemahkan buku pokok pokok ilmu ukur karangan Aqlidis Euclide, 306-283 S.M, dan buku bola karangan arkhimidis
Archimede’s 287-212 S.M, buku sufisthus, karangan Aflathun Plato 430-347 S.M, dan buku al-maqulat, karanganaristhuAristoteles 384-322 S.M.
386
Juga di lembaga ini telah terkumpul bahanbuku dari bermacam-macam bahasa yaitu bahasa Arab, Yunani, Suryani, Persia, India, dan bahasa Qibthi.
387
Ada pun nama lain yang paling pantas disebut dalam konteks ini adalah Al-Kindi w.260 H.870 M. yang memperoleh kedudukan ditengah-tengah
kelompok sarjana yang dipekerjakan oleh al-Ma’mun di Bait al-Hikmah. Di sinilah ia memulai pengembangan filsafat Islam dan menempatkan dirinya sebagai
tokoh sentral bidang kajian filsafat Islam.
388
Bait al-Hikmah ini memiliki koleksi yang besar, yang mencakup koleksi pribadi khalifah. Lembaga ini terbuka bagi umum, dan materi-materi penulisan
tersedia bagi siapa pun, mereka yang ingin menghabiskan waktunya untuk menelaah juga diberi penginapan, makan dan gaji.
389
Dalam survai ekstensifnya, Some Leading Muslim Libraries of The World, S.M. Imanuddin memaparkan bahwa perpustakaan-perpustakaan historis
muslim dirancang sedemikian rupa sehingga keseluruhan perpustakaan tampak dari satu ntitik pusat.
390
Di samping sebagai pusat penerjemahan, Bait al-Hikmah juga berkaitan dengan kegiatan al-Ma’mun mendukung dan menyebarkan aliran teologi
385
C.A Qodir, Philosophy and Science in the Islamic World London: Rautledge, 1990, 36.
386
Mahmud, Yunus, Sejarah Pendidikan Islam Jakarta: Mutiara, 1966, 64.
387
Mahmud, Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, 65
388
Nasr Sayed Hosein, Sains dan peradaban di dalam Islam Bandung: Pustaka, 1990, 43-44
389
Ziauddin Sarda, Tantangan Dunia Islam Abad 21, 47.
390
Ziauddin Sarda, Tantangan Dunia Islam Abad 21, 47.
149 Mu’tazilah. Inter aksi ini pulalah yang menyebabkan pengaruh pengaruh yang
berjangkauan jauh terhadap watak pendidikan Islam sepanjang masa pertengahan Islam.
391
Setelah masa kejayaannya maka vitalitas bait al-Hikmah mengalami penurunan pada pertengahan abad ke-3, masa ini bertepatan dengan masa
beralihnya arus teologi kehalifahan abbasiyah, dari mendukung menjadi menganiaya penganut Mu’tazilah. Asosiasi Bait al-Hikmah dengan Mu’tazilah
tidak memungkinkannya untuk lepas sepenuhnya dari efek kemunduran Mu’tazilah.
Begitu pun lembaga ini, baru benar-benar runtuh ketika terbakar oleh serangan Mongol atas Baghdad pada tahun 646 H.1258 M.
392
Sebagai mana dikatakan Mahmud Yunus, bahwa lembaga ini tidak lagi terkenal sesudah
wafatnya al-Ma’mun, bahkan terus menerus mundur, terutama setelah tersebar madrasah-madrasah Nizamiyah dan lahirnya ancaman keras dari golongan ulama
terhadap ilmu-ilmu yang berpusat dilembaga ini.
393
c. Observatorium.