136 kembali naik daun.
355
Meskipun pada  akhirnya pembatalan itu – hanya sesaat – kemudian aliran Mu’tazilah pada Dinasti Buwaih bangkit kembali.
Demikianlah  kejadian  Al-Muluk  ini  yang  dalam  catatan  sejarah  disebut sebagai  ”noktah  Hitam”  dalam  perjalanan  kekhalifahan  al-Ma’mun,  yang
sebenarnya telah banyak berperan  aktif dalam membangun  budaya  ”kebebasan” dan  menunjukan  perkembangan  ilmu  pengetahuan  dan  ”keagamaa”  yang
mendapat rekor tertinggi  sebagai khalifah Abbasiyah yang paling berperan dalam mengantarkan dinasti ini kepuncak peradaban Islam.
5. Menciptakan perdamaian dikalangan keluarga Bani Hasyim.
Sikap    kebesaran  al-Ma’mun  tercermin  dalam  kebijaksanaannya  turut berusaha  mendamaikan  keluarganya  yang  sedang  bertikai  dan  berperang  satu
sama  lain.meskipun,  dari  peperangan-peperangan  yang  dialami  semenjak  awal pemerintahan hingga ia  naik tahta, dapatlah dipatahkan. Sebagai mana dikatakan
oleh  Syed  Mahmudnasir,  bahwa  setelah  perang  saudara  berakhir  dengan kemenangan  al-Ma’mun,  kemudian  ia  naik  tahta  di  Baghdad,
356
Ia  kemudian tidak lantas arogan, melainkan memberikan kebebasan kepada para pendukung al-
Amin termasuk keluarganya. Hal  ini  terlihat  juga  ketika  al-Ma’mun  memberikan  kelonggaran  gerak
kepada  pihak  Syiah,  yang  walau  pun  Dinasti  Abbasiyah  beraliran  Suni  dan kemudian  menetapkan  aliran  Mu’tazilah  sebagai  mazhab  resmi  negara.  Pada
tahun 201  H.817  M. Adalah  merupakan  tahun  dimana  terjadi  titik  balik  yang sangat mendasar bagi perjalanan pemikiran al-Ma’mun.
Khaliafh al-Ma’mun mengutus tokoh-tokoh syiah untuk pergi ke Madinah untuk  mengundang  Ali  ar-Ridha,  keturunan  Ali  bin  Abi  Thalib,  saudara  sepupu
sekaligus menantu Rasulullah. Kedatangan ar Ridha di Khurasan disambut dengan penghormatan,  kemudian  al-ma’mun  mengawinkan  ar-Ridha  dengan  putrinya
yang  bernama  Ummu    al-Fazl.  Secara  tak  terduga,  ia  juga  mengangkat  ar-Ridha
355
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam  Jakarta: Rajawali Press, 1999, 84.
356
Shaykh Mahmudunasir, Islam Bandung: Rosdakarya, 1994, iv.
137 untuk  menjadi  khalifah  penggantinya  setelah  ia  meninggal.  Lalu  hal  itu
diumumkan kewilayah-wilayah Islam pada waktu itu.
357
Sebagai tanda kesungguhannya, ia rela menukar lambang resmi Abbasiyah yang  berwarna  hitam  dengan  warna  hijau  lambang  keluarga  alawiyyin,  baik
pada  pakaian  resmi  seperti  jubah  dan  sorban  maupun  pada  panji-panji  yang ada, bendera dan tanda-tanda lainnya yang ada dalam kedaulatan abbasiyah yang suni
kepada keluarga Alawiyyin yang syiah secara suka rela dan damai. Namun Ali ar ridha  meninggal  sebelum  al-Ma’mun  wafat,  dengan  demikian  pergeseran
kekuasaan itu tidak terjadi.
358
Dan tetap jatuh ketangan al-Mu’tasim sebagai mana yang ditetapka oleh Ayahnya Harun al-Rasyid.
Dari uraian terakhir tentang kebijakan tersebut di atas, maka dapat diambil sebuah  kesimpulan  bahwa  kekhalifahan  al-ma’mun  yang  memerintah  selama 20
tahun  tersebut  bisa  dikatagorikan  kepada  dua  bagian; pertama,  dalam kehausannya,  alma’mun  akan  ilmu  pengetahuan  mendorong  dirinya  untuk  selalu
menyibukan diri dengan mempelajari kebudayaan dan membahas filsafat di Merv, dengan  menyerahkan  mempercayakan  tugas  kepemerintahannya  kepada  Fazhl
bin Sahl. Kedua, kemudian selama 14 tahun  masa pemerintahannya, al-Ma’mun memegang sendiri kendali pemerintahan tersebut.
359
Dengan  demikian,  secara  keseluruhan  dari  kebijakan-kebijakan  yang diterapkan oleh para khalifah Dinasti Abbasiyah dari awal hingga akhir termasuk
al-Ma’mun di dalamnya menerapkan kebijakan sebagai berikut :
a. Para  khalifah  tetap  keturunan  Arab,  tetapi  para  pembantunya  mentri-wajir, gubernur,  Panglima dan pegawai diangkat dari bangsa Persia.
360
b. Kota  Baghdad  sebagai  ibu  kota,  dijadikan  kota  Internasional  untuk  segala
kegiatan ekonomi, politik, sosial dan budaya, sehingga timbul akulturasi dari
357
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 3, 150.
358
Shaykh  Mahmudunasir, Islam Bandung: Rosdakarya, 1994, iv
359
Asma  Hasan  Fahmi, Sejarah  dan  Filsafat  Pendidikan  Islam  Jakarta:  Bulan  Bintang, 1979, 20.
360
Inilah  fase  pertama  dari  kemajuan  ilmu  pengetahuan  yang  juga  disebut  periode pengaruh  Persia  pertama  dari 132 – 232  H.750 – 874  M. Lihat,  Corl  Brockeleman, History  of
Islamic People
London, 1982.
138 berbagai  budaya,  dari  mulai  bangsa  Arab,  Persia,  Romawi,  Hindi,  Zindi,
Barbar dan lain sebagainya. c.
Ilmu  pemngetahuan  dipandang  sebagai  suatu  yang  sangat  mulia  dan berharga,  sehingga  setiap  khalifah  selalu  membuka  kesempatan  untuk  terus
mengembangkan ilmu pengetahuan seluas-luasnya. d.
Rakyat  diberikan  kebebasan  berpikir  dan  memperoleh  hak  asasinya  dalam segala  bidang,  seperti  dalam  akidah,  ibadah,  filsafat,  dan  ilmu
pengetahuannya. e.
Para menteri dari keturunan Persia diberikan hak penuh untuk menjalankan pemerintahannya,  sehingga  mereka  dapat  memegang  peranan  penting  dalam
memajukan kebudayaan Islam. f.
Daulat Abbasiyah, berkat usahanya yang dilakukan secara sungguh-sungguh oleh  para  khalifahnya  dapat  membangu  perekonomiannya  dengan  labih  baik.
Mereka  memiliki  perbendaharaan  yang  berlimpah-limpah  disebabkan  karena penghematan dalam pengeluarannya.
g. Dari  segi  sosial,  yang  meliputi  susunan  masyarakat  keluarga,kehidupan
pribadi  dan  sebagainya,  disusun  sebagai  berikut;  masyarakat  dibagi  atas  dua kelompok,  yaitu;  kelompok  khusus  dan  kelompok  umum,  kelompok  umum
terdiri  dari  para  seniman,  para  ulama,  para  fuqaha,  para  pujangga,  saudagar, pengusaha,  kaum  buruh,dan  para  petani.  Sedangkan  kelompok  khusus  terdiri
dari khalifah, pembesar negara, bangsawan dan petugas-petugas negara. Sementara struktur pemerintahan pada masa al-ma’mun tidak jauh berbeda
dengan  struktur  pemerintahan  sebelumnya.  Struktur  pemetintahan  sebagaimana yang  dijelaskan  oleh    J.S.  Pulungan,
361
terdiri  dari al-khilafat,  al-wizarat,  al- kitabat  dan  al-h{ijabat.
Lembaga-lembaga  ini  dijabat  oleh  orang-orang  pilihan, seperti, khilafat di jabat oleh seorang khalifah sebagaimana telah diuraikan di atas,
dan suksesi khalifah berjalan secara turun temurun di lingkungan keluarga Daulat abbasiyah.
362
361
J.S. Pulungan, Fiqh Siya sah
Jakarta:Raya Grafindo, 1994, 173-175
362
J.S. Pulungan, Fiqh Siya sah
, 173.
139 Lembaga al-wizarat Kementrian  dipimpin  oleh  seorang  wazir,  seperti
menteri  zaman  sekarang. Lembaga  dan  jabatan  ini  baru  ada  dalam  sejarah pemerintahan  Islam  yang diciptakan oleh khalifah Abu Ja’far al-Mansyur. Wazir
adalah  pembantu  dan  sekaligus  penasihat  utama  khalifah,  yang  dalam  tugasnya sekaligus
dapat mewakili
khalifah dalam
melaksanakan tugas-tugas
kepemerintahan,  mengangkat  dan  memberhentikan  pejabat  negara  atas persetujuan khalifah.
363
Sedangkan  lembaga al-kitabat,  adalah  sebuah  lembaga  yang  terdiri  dari beberapa katib sekretaris, mungkin mirip dengan sekretariat negara. Yang terdiri
dari  katib al-rasail,  katib  al-kharaj,  katib al-jund,  katib  al-syurt{at  dan  katib  al- qad{i
. Ada pun lembaga lainnya adalah al-Niz{ am al-maz{
alim, yaitu lembaga yang bertugas memberikan penerangan dan pembinaan hukum, menegakkan ketertiban
hukum, baik dilingkungan pemerintahan mau pun dilingkungan masyarakat. Dan memutuskan perkara-perkara bagi yang sedang berperkara.
364
C. Lembaga Pendidikan pada masa al-Ma’mun.
Sejak  kekuasaan  Islam  beralih  dari    Dinasti  ummayah  ketangan  Dinasti abbasiyah,  maka  banyak  terjadi  perubahan –perubahan  yang  sifatnya  mendasar.
Perubahan  itu  diawali  dengan  dinamika  politik  yang  semakin  terbuka  dan toleransi  terhadap  pluralitas  budaya  kemajemukan,  khususnya  tentang  budaya
”Arab”  an  sich  berubah  menjadi  budaya    Arab-Yunani-Persia.  Kenyataan  ini dimulai sejak masa pemerintahan Harun al- Rasyid, khalifah ke 5 sampai khalifah
ke 7, yaitu al-Ma’mun bin Harun al-Rasyid. Perubahan  tradisi  budaya  arab  ke  budaya  ”Asing”  ini  berimbas  pula
kepada  corak  pendidikan  dan  ilmu  pengetahuan.  Ketika  pada  masa  Dinasti ummayah,  corak  pendidikan dan  ilmu  pengetahuan  berorientasi  kepada  teks-teks
keagamaan, yaitu; ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu bahasa, nahwu dan sharaf serta ilmu-ilmu  naqliyah  lainnya.  Meskipun,ilmu-ilmu  yang  berorientasi  kepada
pengembangan logika filsafat sudah ada namun tidak sampai mempengaruhinya.
363
J.S. Pulungan, Fiqh Siya sah
, 174.
364
J.S. Pulungan, Fiqh Siya sah
,175.