Pengukuran Kebisingan Kebisingan .1 Definisi Kebisingan

2. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu garis. Contohnya kebisingan yang timbul karena kendaraan-kendaraan yang bergerak di jalan. Berdasarkan letak sumber suaranya, kebisingan dibagi menjadi Presetoi, 1985 : 1. Bising Interior Merupakan bising yang berasal dari manusia, alat-alat rumah tangga atau mesin-mesin gedung yang antara lain disebabkan oleh radio, televisi, alat-alat musik, dan juga bising yang ditimbulkan oleh mesin- mesin yang ada di gedung tersebut seperti kipas angin, mesin kompresor pendingin, pencuci pring, dan lain-lain. 2. Bising Eksterior Bising yang dihasilkan oleh kendaraan transportasi darat, laut. maupun udara, dan alat-alat konstruksi.

2.1.4 Pengukuran Kebisingan

Menurut Suma’mur 2009, maksud pengukuran kebisingan adalah : 1. Memperoleh data tentang frekuensi dan intenstas kebisingan di sekolah atau di mana saja; 2. Menggunakan data hasil pengukuran kebisingan untuk mengurangi intensitas kebisingan tersebut, sehingga tidak menimbulkan gangguan dalam rangka upaya konservasi pendengaran tenaga kerja, atau perlindungan masyarakat dari gangguan kebisingan atas ketenangan dalam kehidupan masyarakat atau tujuan lainnya. Universitas Sumatera Utara Menurut Saenz et.al 1984, bahwa dalam pemilihan alat ukur kebisingan ditentukan oleh jenis kebisingan yang akan diukur. Sebagaimana yang telah dinyatakan, untuk mengukur intensitas dan menentukan frekuensi kebisingan diperlukan peralatan khusus yang berbeda bagi jenis kebisingan yang dimaksud dan untuk memperoleh data hasil pengukuran kebisingan yang akurat juga harus mengikuti standar yang telah ditetapkan baik nasional maupun interansional seperti International Electrotechnical Commision IEC. Jika tujuan dari pengukuran kebisingan hanya untuk mengendalikan intensitas kebisingan, seperti misalnya untuk melakukan isolasi mesin atau pemasangan perlengkapan dinding yang mengabsorpsi suara atau pemilihan alat pelindung telinga, pengukuran tidak perlu selengkap sebagaimana dimaksudkan dalam rangka lokalisasi secara tepat sumber kebisingan pada suatu mesin dengan tujuan memodifikasi mesin tersebut melalui pembuatan desain yang dipakai dasar konstruksi bentuk mesin dengan tingkat kebisingan yang kurang intensitasnya dan frekuensi yang ditentukan. Faktor lainnya yang menentukan pemilihan alat pengukur kebisingan adalah tersedianya tenaga pelaksana untuk melakukan pengukuran terhadap kebisingan dan juga waktu yang dialokasikan untuk hal tersebut. Sebagaimana sering dialami kenyataan bahwa lebih disenangi pengumpulan data tentang kebisingan secara merekamnya recording yang kemudian data rekaman dibawa ke laboratorium untuk dilakukan analisis Suma’mur, 2009. Menurut Chandra 2007, alat utama dalam pengukuran kebisingan adalah sound level meter. Alat ini mengukur kebisingan di antara 30-130 dB dan dari frekuensi 20-20000 Hz. Suatu sistem kalibrasi terdapat dalam alat itu sendiri, Universitas Sumatera Utara kecuali untuk kalibrasi mikrofon diperlukan pengecekan dengan kalibrasi tersendiri. Sebagai alat kalibrasi dapat dipakai pengeras suara yang kekuatan suaranya diatur oleh amplifier. Atau suatu piston phone dibuat untuk maksud kalibrasi tersebut, yang tergantung dari tekanan udara, sehingga perlu koneksi berdasarkan atas perbedaan tekanan barometer. Kalibrator dengan intensitas tinggi 125 dB lebih disukai, oleh karena alat pengukur intensitas kebisingan demikian mungkin dipakai untuk mengukur kebisingan yang intensitasnya tinggi. Analisis frekuensi terhadap suatu kebisingan biasanya diperlukan , dan hal ini dilakukan dengan menggunakan alat octave. Jika spektrumnya sangat curam dan kandungan frekuensinya berbeda banyak, dapat dipakai skala 13 oktaf. Unntuk filter oktaf disukai frekuensi-frekuensi tengah 31,5; 63; 125; 250; 500; 1000; 2000; 4000; 8000; 16000; dan 31500 Hz. Untuk analisis kebisingan lebih lanjut, dapat dipakai narrow-band-analyzer alat analisis spektrum tipis, baik latar spektrumnya tetap misalnya 2-200 Hz atau melebar dengan lebih banyaknya frekuensi. Yang terakhir ini lebih disenangi di lapangan, mengingat komponen frekuensi kebisingan mungkin berbeda tergantung dari frekuensi sumber kebisingan antara lain bisingnya suara beraneka mesin yang dioperasikan dalam proses produksi Suma’mur, 2009. Kebisingan terputus-putus biasanya dibuat rekamannya, dan rekaman tersebut dibawa ke laboratorium dan dianalisis. Suatu alat perekam suara tape recorder dengan kualitas prima sangat diperlukan. Perekam kebisingan demikian harus mampu mencatat frekuensi dari 20-20000 Hz. Suatu alat kalibrasi juga sangat diperlukan untuk menjamin ketelitian bekerjanya alat perekam kebisingan Universitas Sumatera Utara demikian. Alat ini harus mempunyai sifat perbandingan antara sinyal terhadap kebisingan yang tinggi, dan bekerjanya perekaman berlangsung dengan kecepatan yang menetap. Untuk kebisingan impulsif digunakan alat analisis kebisingan yang disebut impact noise analyzer. Bagi survei pendahuluan masalah kebisingan menetap berkelanjutan, biasanya diukur intensitas menyeluruh yang dinyatakan sebagai intensitas kebisingan dengan satuan dBA; pengkuran intensitas menyeluruh demikian menggunakan jaringan A dari sound level meter. Dengan penggunaan jaringan tersebut berarti bahwa kepekaan alat pengukur kebisingan sesuai dengan garis kepekaan sama yaitu 40 dB, sehingga tidak memberi reaksi kepada intensitas kebisingan rendah, melainkan memungkinkan diukurnya intensitas kebisingan tinggi yang berbahaya kepada alat pendengaran. Menurut Feidihal 2007, bahwa pada sound level meter terdapat tiga skala pengukuran yaitu : 1. Skala A, yaitu untuk memperlihatka kepekaan yang terbesar pada frekuensi rendah dan tinggi yang menyerupai reaksi untuk intensitas rendah. 2. Skala B, yaitu untuk memperlihatkan kepekaan telinga terhadap bunyi dengan intensitas sedang. 3. Skala C, yaitu untuk bunyi dengan intensitas tinggi. Alat ini dilengkapi dengan Okatve Band Analyzer. Berdasarkan pendapat Suma’mur 2009, bahwa kebanyakan alat pengukur kebisingan hanya mengukur intensitas kebisingan pada suatu waktu dan suatu Universitas Sumatera Utara tempat dan tidak menunjukkan dosis kumulatif paparan seorang tenaga kerja dalam seluruh waktu kerjanya. Untuk mengukur dosis kebisingan seluruh waktu digunakan alat pengukur dosis kebisingan perseorangan personal noise-dose meter. Dalam upaya pengendalian kebisingan perlu dilakukan evaluasi tingkat kebisingan dari lingkungan tertentu. Pengukuran tingkat kebisingan dapat dilakukan dengan 2 dua cara sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan yaitu sebagai berikut Mukono, 2008: 1. Cara Sederhana Dengan sebuah sound level meter biasa diukur tingkat tekanan bunyi dB A selama 10 sepuluh menit untuk tiap pengukuran. Pembacaan dilakukan setiap 5 lima detik. 2. Cara langsung Dengan sebuah integrating sound level meter yang mempunyai fasilitas penguktan L TMS , yaitu Leq dengan waktu ukur setiap 5 detik, dilakukan pengukuran selama 10 sepuluh menit. Waktu pengukuran dilakukan selama aktivitas 24 jam L SM dengan cara pada siang hari tingkat aktifitas yang paling tinggi selama 10 jam L S pada selang waktu 06.00-22.00 dan aktifitas dalam hari selama 8 jam L M pada selang 22.00-06.00. Universitas Sumatera Utara Setiap pengukuran harus dapat mewakili selang waktu tertentu dengan menetapkan paling sedikit 4 waktu pengukuran pada siang hari dan pada malam hari paling sedikit 3 waktu pengukuran, sebagai contoh : a. L1 diambil pada jam 07.00 mewakili jam 06.00-09.00 b. L2 diambil pada jam 10.00 mewakili jam 09.00-11.00 c. L3 diambil pada jam 15.00 mewakili jam 14.00-17.00 d. L4 diambil pada jam 20.00 mewakili jam 17.00-22.00 e. L5 diambil pada jam 23.00 mewakili jam 22.00-24.00 f. L6 diambil pada jam 01.00 mewakili jam 24.00-03.00 g. L7 diambil pada jam 04.00 mewakili jam 03.00-06.00. Menurut Prasetio 1985, untuk mengukur tingkat kebisingan secara fisik dan juga menghubungkan pendengaran dengan reaksi subjektif manusia, sound level meter menyediakan karakteristik tanggapan frekuensi yang bervariasi dengan memasukkan skala pengukuran yang ditandai dengan huruf A, B dan C. Skala ini secara selektif mampu membedakan frekuensi rendah dan frekuensi tinggi sesuai dengan kurva tingkat kekerasan yang sama dan mendekati tanggapan frekuensi telinga manusia yang masing-masing mengikuti kekerasan sama 40, 70 dan 100 phon. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.1 Grafik respon A, B, C meter tingkat bunyi standar Sumber : Prasetio, 1985 Jika kebisingan diukur dengan menggunakan sound level meter dengan pembobotan, maka tanggapan frekuensi dipilih dengan tingkat kebisingan yang terukur dan pembacaan yang diperoleh disebut dengan tingkat bunyi. Pembacaan yang diperoleh pada tanggapan frekuensi A digunakan untuk kebisingan di bawah 55 dB, pengukurannya ditandai dengan dBA, pada pembacaan tanggapan frekuensi B digunakan untuk kebisingan antara 55-85 dB, dan untuk tanggapan frekuensi C digunakan untuk kebisingan diatas 85 dB. Pembacaan yang diperoleh dengan nilai tanggapan frekuensi C disebut sebagai tingkat tekanan bunyi Prasetio, 1985.

2.1.5 Nilai Ambang Batas Kebisingan