Menurut Johnson 1989 dalam Lie 2008 suasana belajar cooperative learning
menghasilkan prestasi yang lebih tinggi, hubungan yang lebih positif, dan penyesuaian psikologis yang lebih baik daripada suasana belajar yang penuh
dengan persaingan dan memisah-misahkan siswa. Sementara Richard 2008 menyatakan struktur tujuan kooperatif terjadi apabila siswa dapat mencapai tujuan
yang ingin dicapai oleh kelompok belajarnya. Maka dari itu setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya. Siswa dalam
situasi cooperative learning dituntut untuk mengerjakan tugas yang sama secara bersama-sama,
dan mereka
harus mengoordinasikan
usahanya untuk
menyelesaikan tugas tersebut. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yaitu: 1
meningkatkan hasil akademik; 2 toleransi dan penerimaan terhadap keanekaragaman; 3 untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.
Nurhadi 2004 menyebutkan adanya beberapa keuntungan metode pembelajaran
kooperatif, antara lain:1 meningkatkan kepekaan, dan kesetiakawanan sosial; 2 kreasi, dan perilaku sosial; 3 menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau
egois; 4 membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa; 5 meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia; 6 meningkatkan
kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif; 7 meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik;
8 meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnik, kelas sosial, dan agama.
Menurut Muslimin Ibrahim 2000: 20-22, beberapa model pembelajaran kooperatif telah dikembangkan oleh para ahli, antara lain adalah Student Teams-
Achievement Divisions STAD, Teams Accelerated Instruction TAI, Jigsaw, Penelitian Kelompok atau Group Investigation,dan Teams Games Tournament
TGT. Peneliti hanya akan memaparkan salah satu model kooperatif saja, yaitu Teams Games Tournament TGT untuk pembatasan uraian supaya sesuai dengan
tujuan penelitian.
2.11 Teams Games Tournament TGT
Teams GamesTournament TGT, pada mulanya dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards, ini merupakan metode pembelajaran pertama dari
Johns Hopkins. Pelaksanaan metode ini, menempatkan siswa dalam tim belajar yang terdiri atas empat, lima, sampai enam orang, yang berbeda-beda tingkat
kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua
anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya, diadakan turnamen, di mana siswa memainkan game akademik
dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya. Teams- Games-Tournament TGT menambahkan dimensi kegembiraan yang diperoleh
dari penggunaan permainan. Teman satu tim akan saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk permainan dengan mempelajari lembar kegiatan dan
menjelaskan masalah-masalah satu sama lain, memastikan telah terjadi tanggung jawab individual Robert E. Slavin 2008.
Pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah salah satu metode pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus
ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan
permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkin- kan siswa dapat belajar lebih rileks, menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama,
persaingan sehat, dan keterlibatan belajar, Kiranawati 2007. Menurut Robert E. Slavin 2008 pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 komponen utama,
yaitu; presentasi kelas, tim kelompok, game permainan, turnamen pertandingan, dan rekognisi tim perhargaan kelompok.
Berdasarkan pendapat ahli di atas peneliti memilih menggunakan model Teams
Games Tournament untuk acuan pengembangan penelitian ini, karena tidak menutup kemungkinan buku teks ini juga bisa menggunakan model-model yang
lain. Alasan peneliti menggunakan pembelajaran kooperatif model Teams Games Tournament, karena model ini siswa;
1 dapat memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain, 2 untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka.
3 cocok untuk mengajarkan tujuan pembelajaran yang dirumuskan dengan tajam yaitu dengan satu jawaban benar,
4 bisa diadaptasi untuk digunakan dengan tujuan yang dirumuskan dengan kurang tajam dengan menggunakan penilaian yang bersifat terbuka, semisal
esai atau kinerja. Selain hal tersebut di atas pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep
yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya.
5 siswa bekerja sama dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks.
6 siswa bekerja sama, untuk belajar bertanggung jawab pada kemajuan belajar temannya, memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik,
dan pemahaman baik secara individu maupun kelompok. Alasan tersebut di atas diperkuat dengan pendapat pakar berikut ini.
Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling
membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks Trianto, 2007: 41. Lebih lanjut Trianto, 2007: 42 mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif
disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk
berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun
sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan
sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah. Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan belajar kelompok. Ada unsur-unsur
dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan pembelajaran kooperatif
dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif.
Model pembelajaran kooperatif akan dapat menumbuhkan pembelajaran efektif yaitu pembelajaran yang bercirikan: 1 memudahkan siswa belajar sesuatu yang
bermanfaat seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan teman, 2 pengetahuan, nilai, dan keterampilan diakui oleh mereka yang
berkompeten menilai Agus Suprijono, 2011: 58. Model pembelajaran kooperatif mempunyai kelebihan-kelebihan dibanding
metode lain, di antaranya : 1 Meningkatkan kemampuan siswa
2 Meningkatkan rasa percaya diri 3 Menumbuhkan keinginan menggunakan pengetahuan
4 Memperbaiki hubungan antar kelompok Slavin, 1995:2 Menurut Slavin 2008, model pembelajaran kooperatif juga mempunyai
kelemahan, diantaranya sebagai berikut: 1 memerlukan persiapan yang rumit untuk pelaksanaannya; 2 apabila terjadi persaingan yang negatif maka hasilnya
akan buruk; 3 apabila ada siswa yang malas atau ada yang ingin berkuasa dalam kelompoknya sehingga menyebabkan usaha kelompok tidak berjalan sebagaimana
mestinya; 4 adanya siswa yang tidak memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dalam belajar kelompok.
Dari uraian pendapat pakar di atas antara keunggulan dan kelemahan model
kooperatif peneliti memilih model Teams Games Tornament, karena karakteristik pembelajar bahasa Lampung sangat memerlukan interaksi sosial, kerja sama, dan
diberi game yang menyenangkan, sehingga akan timbul gembira, kompetisi dan ada pembelajaran dalam situasi tersebut.