Sintesa dan alternatif rencana strategis pembangunan wilayah berimbang.

Gambar 28, menunjukkan bahwa lemahnya keterkaitan dan keterpaduan antar sektor dan spasial dalam kinerja pembangunan wilayah, mengakibatkan adanya kesenjangan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat antar SWP. Hal ini disebabkan oleh adanya kesenjangan investasi alokasi APBD Pembangunan antar SWP yang proporsional dalam membangun infrastruktur wilayah dan potensi wilayah dalam wujud modal kerja dan introduksi teknologi dan sumber daya manusia. Alokasi APBD Pembangunan antar SWP yang tidak proporsional menunjukkan adanya kesenjangan pembangunan infrastruktur antar SWP, demikian pula kesenjangan dalam pengelolaan dan pemanfaatan potensi ekonomi wilayah seperti yang ditunjukkan pada analisis LQ dan SSA. Adanya kesenjangan pembangunan infrastruktur antar SWP, menyebabkan lemahnya interaksi spasial antar SWP maupun antar dan interregional. Lemahnya interaksi spasial antar SWP, menghambat aliran modal, teknologi dan sumber daya manusia yang tidak berimbang antar wilayah dalam mengelola dan memanfaatkan potensi ekonomi yang tersedia secara optimal, adil dan berkelanjutan. Dilain sisi kesenjangan dalam pengelolaan dan pemanfaatan potensi ekonomi secara optimal berdampak pada kesenjangan pendapatan, juga berdampak pada daya tarik wilayah Bargaining position yang lemah dalam melakukan interaksi spasial antar dan interregional. Interaksi spasial yang lemah juga berdampak pada kesejahteraan masyarakat Kemiskinan tinggi dan SDM rendah. Kemiskinan tinggi dan SDM yang rendah berdampak pada produktivitas kerja yang rendah dalam pengelolaan dan pemanfaatan potensi ekonomi secara optimal, untuk meningkatkan pendapatan perkapita. Kemudian pendapatan perkapita yang rendah, menyebabkan kemiskinan dan SDM yang rendah karena akses terhadap pendidikan dan kesehatan melemah. Dari hasil sintesa kesenjangan pembangunan antar SWP, sebagaimana uraian di atas, maka untuk mereduksi kesenjangan pembangunan tersebut maka memerlukan suatu “ Rencana strategis pembangunan wilayah berimbang”. Maka untuk menyusun suatu rencana pembangunan wilayah berimbang, aspek “keterkaitan dan keterpaduan “ merupakan tolok ukur kinerja pembangunan wilayah berimbang. Dengan demikian mengawali penyusunan rencana strategis pembangunan wilayah berimbang harus dibangun suatu model keterkaitan keterpaduan yang menjadi acuan dalam proses pembangunan wilayah berimbang. Mengingat Kabupaten Alor sebagai salah satu wilayah perbatasan maritim dengan negara Timor Leste, maka model keterkaitanketerpaduan yang tergambar pada Gambar 29 di bawah ini merupakan penjabaran dari Model keterkaitanketerpaduan di dalam wilayah perbatasan yang dibangun , Pandiadi, et al. 2005 sebagai berikut : Gambar 29 Model keterkaitanketerpaduan didalam Rencana Strategis Pembangunan wilayah berimbang di Kabupaten Alor. Model keterkaitanketerpaduan sebagaimana pada Gambar 29 di atas, dapat dijelaskan bahwa dalam menyusun model rencana strategis pembangunan wilayah berimbang, harus memilah unsur-unsur yang termasuk sebagai input, process, output, outcome dan Impact. Yang termasuk dalam kategori input antara lain 1 Kebijaksanaan spasial dan sektoral pada tingkat nasional, tingkat propinsi dan tingkat Kabupaten Jak Nas, Jak Prop, dan Jak Kab. dan 2 Potensi sumber daya wilayah, yakni sumber daya alam SDA, sumber daya manusia SDM, sumber daya sosial SDS, sumber daya buatan SDB dan sumber daya investasi SDI. Masukan input merupakan unsur-unsur yang akan diproses melalui mekanisme keterkaitan dan keterpaduan untuk menghasilkan output atau outcome yang berimbang. Output yang harus dicapai dalam proses keterkaitan keterpaduan adalah menguatnya institusi dalam wujud kapasitas dan hirarki pelayanan dan interaksi spasial secara dinamis serta optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan potensisumber daya yang adilberimbang dan sustainable antar wilayah pembangunan SWP. Hasil output dari proses keterkaitan pembangunan spasial, institusi, sektor ekonomi dan rentangsistem usaha hulu-hilir tersebut, menghasilkan outcome dalam wujud : 1 Peningkatan kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan oleh tingginyameningkatnya sumber daya manusia SDM dan Indeks kemiskinan manusia IKM yang rendahmenurun; 2 Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita wilayah dan masyarakat yang dinamis; dan 3 Keamanan dan ketertiban wilayah yang terkendali sehingga terasa aman, tertib dan nyaman, sebagai dampak dari kesejahteraan masyarakat yang terpenuhi. Apabila ada keberimbangan outcome berarti ada implikasi kinerja pembangunan antar wilayah berimbang sebagai dampak terakhir impact dari suatu proses keterkaitanketerpaduan pembangunan wilayah yang mendasari RUTRW dalam kerangka otonomi daerah yang efektif. Sehubungan dengan itu, setelah unsur-unsur input teridentifikasi, maka dilanjutkan dengan proses klasifikasi aspek – sapek keterkaitanketerpaduan aspek spasial, aspek institusi, aspek sektor ekonomi dan aspek rentangsistem usaha ekonomi hulu-hilir . Ke empat aspek keterkaitan keterpaduan dalam proses pembangunan wilayah tersebut, masing-masing dipilah lagi atas proses keterkaiatanketerpaduan sebagai berikut : a.Aspek spasial diklasifikasikan atas keterkaitan keterpaduan sebagai 1 Wilayah perbatasan negara Wilayah perbatasan maritim dengan negara Timor Leste; 2 Wilayah perbatasan tetangga wilayah perbatasan maritim dengan Kabupaten Lembata, Flores Timur, Kupang, Timor Tengah Utara, Belu dan Propinsi Maluku Tenggara ; 3 Wilayah lain diluar perbatasan dalam satu kesatuan nusantara posisi strategis antara KTI dan KIB dan 4 Satuan Wilayah PengembanganSWPKota-desa dalam wilayah sendiri. b. Aspek Institiusi mencakup proses keterkaitanketerpaduan antara 1 Institusi Pemerintah Pusat,Propinsi, Kabupaten, Kecamatan dan desakelurahan; 2 Institusi swasta Besar, Menengah dan Kecil dan 3 Institusi masyarakat Formal maupun Non formal . c. Aspek sektor ekonomi diklasifikasikan atas keterkaitanketerpaduan antar 1 Sektor primer pertanian dan pertambangan tertentu; 2 Sektor sekunder industri dan konstruksi; dan 3 Sektor Tersier sektor perdagangan dan jasa- jasa. d. Aspek rentang sistem, yakni proses keterkaitanketerpaduan antara sistem usaha ekonomi hulu dan hilir, terutama kegiatan Agroindustri. Proses keterkaitan keterpaduan dalam kegiatan Agroindustri harus menjadi kegiatan ”basis ” yang harus didorong sebagai wilayah agraris, yang mayoritas penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor primer pertanian. Dengan demikian keterkaitan antara sektor pertanian sebagai hulu dan sektor industri dan sektor perdagangan dan jasa sebagai hilir dalam proses produksi dan pemasaran yang saling memperkuat baik kedepan forward linkages dan kebelakang backward linkages harus menjadi prioritas untuk didorong, dalam rangka optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan potensi wilayah secara adilberimbang dan sustainable. Mengacu pada ulasan model keterkaitan keterpaduan rencana strategis pembangunan wilayah berimbang di atas, maka hasil sintesa kesenjangan pembangunan wilayah sebagaimana pada Gambar 28, merupakan input yang dapat diproses dalam kerangka keterkaitanketerpaduan untuk mencapai outcome yang berdampak pada kinerja pembangunan wilayah berimbang. Sehubungan dengan itu untuk membangunan keterkaitan keterpaduan dalam mereduksi atau mengurangi kesenjangan wilayah yang diuraikan di atas, memerlukan sumber daya investasi SDI yang proporsional Rustiadi et al. 2004, namun demikian investasi sumber daya yang diperlukan harus diikuti dengan perbaikan kualitas kinerja Pengelola pembangunan wilayah termasuk Pengelola anggaran daerah secara dinamis, baik Eksekutif maupun Legislatif. Berdasarkan hasil sintesa kesenjangan pembangunan wilayah yang di ulas di atas, maka disarankan lima alternatif strategi pengembangan pembangunan wilayah berimbang Rustiadi et al. 2006, 2007, yakni : 1 Peningkatan Supply and demand side strategy. ¾ Supply side strategy, diarahkan pada upaya investasi modal untuk meningkatkan penawaran Supply dari kegiatan produksi yang berorientasi keluar Global dan antar dan interregional. Strategi ini diprioritaskan pada komoditi unggulan wilayah yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif, terutama yang tertera pada Tabel 28. Upaya peningkatan penawaran supply akan meningkatkan ekspor wilayah yang akhirnya akan meningkatkan pendapatan lokal. Hal ini akan menarik kegiatan-kegiatan lain untuk masuk ke wilayah pengembangan. ¾ Demand side strategy, diarahkan pada upaya peningkatan taraf hidup penduduk, dengan upaya peningkatan permintaan terhadap barang- barang non pertanian industri dan jasa-jasa yang dapat mendorong produktivitas wilayah pengembangan. Sebagai wilayah kepulauan dengan karakteristik penduduk yang menyebar dengan pola produksi yang pada umumnya masih subsisten, maka upaya pemusatan penduduk pada kawasan-kawasan pengembangan termasuk pulau – pulau kecil belum berpenghuni harus menjadi sasaran pengembangan ke depan. Stadia pengembangan wilayah melalui demand side strategy yang dibangun Rustiadi et al .2007 sebagaimana pada Gambar 30, dianggap relevan untuk diterapkan di tingkat daerah. 2 Peningkatan kapasitas dan hirarki pelayanan. ¾ Strategy ini diarahkan pada pengembangan pusat-pusat pelayanan, antara lain selain ibu kota kecamatan kota menengah, perlu dilakukan pengembangan kota-kota kecil yang diklaster dari beberapa desa yang secara geografis sulit dibangun jaringan interaksi yang network antar wilayah desa, termasuk pulau-pulau kecil yang belum berpenghuni untuk dilakukan desain Tata ruangnya. Selain itu klaster desa-desa dalam satu pusat pelayanan sebagai kota-kota kecil juga dapat disesuaikan berdasarkan homogenitas potensi wilayah. Penentuan klaster pusat-pusat pelayanan harus ditentukan secara partisipatif oleh desa-desa yang terlibat dengan mempertimbangkan kajian ketersediaan infrastruktur sarana-prasarana berdasarkan indeks skalogram Lampiran 2. Dengan demikian hukum nodal keterkaitan pusat dan hinterland dapat lebih menguat dan dampak backwash yang dapat memperlebar kebocoran wilayah regional leakages dapat ditekan. 3. Perluasan pengembangan Pertanian. ¾ Strategi pengembangan pertanian harus diarahkan pada agribisnis dan agroindustri serta agrowisata dan bahari dalam rangka peningkatan produktivitas usaha dan daya saing pasar. ¾ Sebagai wilayah agraris dengan mayoritas masyarakat yang adalah masyarakat petani lahan kering dan kehutanan, peternak dan nelayan, maka pengembangan pertanian berbasis agribisnis dan agroindustri, serta agrowisata merupakan strategi yang paling tepat dalam mengurangi kemiskinan masyarakat antar wilayah. ¾ Sebagai wilayah perbatasan negara maritim, dan juga secara geofisik wilayah administratif, yang dibentuk dari gugusan pulau-pulau sedang dan kecil, maka strategi perluasan pengembangan pertanian terutama yang berbasis pada sumber daya kelautan dan pesisir secara efisien,adilberimbang dan sustainable, harus diawali dengan suatu kajian spesifik dan penyusunan penataan ruang wilayah kelautan dan pesisir yang belum pernah ada. 4. Peningkatan Kapasitas SDM dan Social Capital Masyarakat lokal Strategi peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan sosial kapital masyarakat lokal diarahkan pada : ¾ Pemberdayaan masyarakat lokal baik dari sisi pengembangan sumber daya manusia maupun kelembagaan social capital ¾ Pengembangan fasilitas pendukung pendidikan dan kesehatan serta peningkatan dan distribusi tenaga pendidikan dan kesehatan yang proporsional dan berkualitas. ¾ Hak akses terhadap sumberdaya utama lokal harus diperkuat antara lain akses terhadap lahan, pendidikan, kesehatan, air minum, energi, komunikasi dan penerangan dan sebagainya. ¾ Pengembangan kapasitas capacity building institusi lokal harus dipenuhi melalui peningkatan investasi dan penguatan social capital. 5 . Pengembangan infrastruktur Strategi pengembangan infastruktur diarahkan pada : ¾ Pengembangan infrastruktur yang menjamin akses pada air bersih, energi, komunikasi , informasi, layanan pendididkan, kesehatan dan interaksi sosial-ekonomi. Namun demikian dalam jangka menengah pengembangan infrastruktur transportasi darat dan laut yang menghubungkan kota utama dan kota – kota menengah kota kecamatan dan beberapa kota – kota kecil yang diarahkan pada RUTRW, harus menjadi prioritas, untuk mendukung supply and demand side strategy. ¾ Dalam jangka panjang strategi pengembangan struktur jaringan transportasikomunikasi harus diatur untuk meminimalkan pola dendritik dan memaksimalkan pola network minimal jaringan antar klaster wilayah sudah harus dbangun. Kelima strategi pengembangan wilayah berimbang sebagaimana uraian di atas masih memerlukan kajian yang spesifik, namun secara parsial cukup relevan untuk dilaksanakan sebagai solusi untuk mengurangi atau mereduksi kesenjangan wilayah karena bisa disinergikan dan dioperasionalkan dalam rencana strategis pembangunan daerah Kabupaten Alor Tahun 2005-2009, yang dikenal dengan nama ” Gerakan Kembali ke Desa dan Pertanian GERBADESTAN, yang terdiri dari 4 pilar strategi, yang substansinya saling terkait dan relevan dengan lima strategi di atas, dimana strategi 1 dan 3 relevan dengan strategi 1 Gerbadestan, strategi 2 dan 5 relevan dengan strategi 3 Gerbadestan dan strategi 4 relevan dengan strategi 2 dan 4 Gerbadestan. Keempat pilar GERBADESTAN sebagai rencana strategi operasional Pembangunan di Kabupaten Alor tersebut, ditunjukkan pada Gambar 31 Gambar 31 GERBADESTAN sebagai strategi opersional rencana Strategis pembangunan Kabupaten Alor Tahun 2005-2009 . Berdasarkan hasil sintesa analisis kesenjangan pembangunan wilayah dan alternatif rencana strategis pembangunan wilayah berimbang, sebagaimana uraian di atas dapat dibangun bagan keterkaitan seperti pada Gambar 32 berikut:

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan.

Berpijak pada permasalahan, tujuan dan hipotesa serta uraian hasil dan pembahasan diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pembangunan wilayah yang sudah dilaksanakan di Kabupaten Alor berdasarkan acuan Rencana Umum Tataruang Wilayah RUTRW Kabupaten, menunjukkan adanya kesenjangan antar Satuan Wilayah Pengembangan SWP. Hal ini mengacu pada hasil analisis beberapa indikator pembangunan wilayah menunjukkan bahwa SWP- B berkembang lebih baik dibanding SWP A dan SWP - C. Sedangkan antara SWP- A dan SWP- C menunjukkan bahwa SWP- A lebih berkembang dibanding SWP- C. 2. Hakekat pembangunan wilayah antara lain menciptakan keberimbangan pembangunan wilayah secara dinamis. Namun hasil analisis beberapa indikator pembangunan wilayah, menunjukkan adanya kesenjangan pembangunan antar SWP dan atau antar hirarki wilayah, sebagai berikut : ™ Kesenjangan pembangunan wilayah yang terkait dengan kesenjangan pendapatan menunjukkan bahwa kesenjangan pendapatan Tingkat Kabupaten nampak lebih tinggi dibanding kesenjangan pendapatan pada ketiga SWP. Sedangkan kesenjangan pendapatan antar SWP menunjukkan bahwa kesenjangan pendapatan pada SWP- B jauh lebih rendah atau lebih baik dibanding SWP-A dan SWP-C. Namun demikian rata-rata kesenjangan pendapatan antara Tahun 1999-2004 mulai berangsur membaik. ™ Kesenjangan perkembangan wilayah yang terkait dengan kesenjangan pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana wilayah, menunjukkan bahwa kota-kota hirarki yang berada pada sub wilayah utama pada SWP- B menunjukkan perkembangan yang lebih baik dibanding kota-kota hirarki pada SWP- A dan SWP- C serta sebagian kota hiraki dari Sub wilayah hinterland pada SWP- B, yakni sub wilayah Bagian Selatan Alor Barat Daya dan Alor Tengah Utara. ™ Kesenjangan pembangunan wilayah yang terkait dengan kesenjangan alokasi APBD Pembangunan menunjukkan bahwa SWP- B memperlihatkan proporsi aloakasi APBD Pembangunan yang lebih merata dan berkembang cenderung dinamis bila dibanding SWP- A dan SWP- C yang cenderung fluktuatif dan statis. Namun demikian SWP A lebih senjang tidak merata dibanding SWP C. 3. Salah satu ciri perkembangan atau pertumbuhan suatu wilayah ditunjukkan oleh kuat atau lemahnya intensitas interaksi spasial antar wilayah melalui saluran informsi yang tersedia pada suatu wilayah. Salah satu media informasi untuk melakukan aktivitas interaksi spasial antar kota-kota hirarki di Kabupaten Alor adalah interaksi spasial melalui saluran SSB channel Single Band Pemerintah Kabupaten Alor, yang menunjukkan bahwa : ™ Intensitas interaksi spasial antar kota – kota hirarki dalam satu kesatuan Wilayah pengembangan relatif terlihat lebih kuat bila dibanding dengan intensitas interaksi spasial antar kota-kota hirarki pada satuan wilayah pengembangan lainnya. ™ Intensitas interaksi spasial antar Kota hirarki utama dengan kota –kota hirarki bawahnya hinterland yang mencerminkan intensitas pelayanan pemerintah, nampak tidak simetrik antar wilayah. Dalam hal ini kota – kota hirarki pada SWP- B lebih kuat dibanding SWP- A dan SWP- C. Namun interaksi yang paling lemah terdapat pada kota-kota hirarki pada SWP-C. Hal ini memperlihatkan signifikansi kesenjangan pertumbuhan antar wilayah. 4. Kesenjangan Pembangunan wilayah, yang diperlihatkan oleh masing- masing indikator kesenjangan pembangunan wilayah seperti pergeseran pertumbuhan sektorkomoditi wilayah yang tidak berimbang, Penerimaan pendapatan yang tidak berimbang, penyediaan sarana dan prasarana wilayah yang tidak berimbang, penyebaran proporsi APBD Pembangunan yang tidak berimbang dan intensitas interaksi spasial yang lemah antar hirarki wilayah pengembangan, menunjukkan signifikansi terhadap kesenjangan dalam tingkat kesejahteraan masyarakat, yang ditunjukkan dengan tingkat kesenjangan kemiskinan penduduk yang cendrung meningkatmelebar antar satuan wilayah pengembangan. Dimana kesenjangan yang lebih signifikan ditemukan pada SWP C. 5. Spesifikasi sektor basiskomoditi unggulan antar SWP merupakan salah satu wujud pembangunan wilayah untuk memperkuat struktur ekonomi wilayah dan pendapatan masyarakat, hasil analisis menunjukkan adanya kesenjangan pergeseran pertumbuhan antar SWP. Pada SWP- A menunjukkan sembilan komoditi yang bertumbuh menjadi komoditi basis