Teori Multiplier effect Dampak pengganda.

komponen hasil analisis, yaitu a Komponen laju pertumbuhan total komponen share. Komponen ini menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan dinamika total wilayah; b Komponen pergeseran proporsional komponen proportional shift. Komponen ini menyatakan pertumbuhan total aktivitas tertentu secara relatif, dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang menunjukkan dinamika sektoraktivitas total dalam wilayah; dan c Komponen pergeseran diferensial Komponen differential shift. Ukuran ini menjelaskan bagaimana tingkat kompitisi competitiveness suatu aktivitas tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektoraktivitas tersebut dalam wilayah. Komponen ini menggambarkan dinamika keunggulan dan ketidak unggulan suatu sektoraktivitas tertentu di sub wilayah tertentu terhadap aktivitas tersebut di sub wilayah lain.

j. Teori Multiplier effect Dampak pengganda.

Pengganda multiplier adalah pengukuran suatu respon atau merupakan dampak dari stimulus ekonomi. Pengganda juga didefinisikan sebagai koefisien yang menyatakan kelipatan dampak langsung dari meningkatnya permintaan akhir suatu sektor sebesar satu unit terhadap produksi total semua sektor di suatu daerah Miller and Blair, 1985, Rustiadi et al. 2004. Stimulus ekonomi yang dimaksud dapat berupa output, pendapatan dan atau kesempatan kerja, dimana masing-masing pengganda tersebut dikategori atas dua tipe yaitu Tipe I dan Tipe II. Masing-masing pengganda dapat diuraikan sebagai berikut:: 1 Pengganda Output output multiplier . Untuk Pengganda output tipe I bertujuan untuk mengestimasi berapa besar pengaruh kenaikan permintaan akhir suatu sektor didalam perekonomian suatu wilayah terhadap output sektor lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan tipe II bertujuan untuk mengestimasi berapa besar pengaruh kenaikan permintaan akhir suatu sektor didalam perekonomian suatu wilayah terhadap output sektor lain, baik secara langsung, tidak langsung maupun induksi dampak dari peningkatan pendapatan rumah tangga terhadap perubahan-perubahan konsumsi rumah tangga. 2 Pengganda pendapatan income multiplier. Untuk pengganda pendapatan tipe I menyatakan besarnya peningkatan pendapatan pada sektor perekonomian sebagai dampak dari meningkatnya permintaan akhir output suatu sektor sebesar satu unit. Apabila permintaan terhadap output sektor tertentu meningkat sebesar satu Dollar atau Rupiah, maka akan meningkatkan pendapatan rumah tangga yang bekerja pada seluruh sektor perekonomian sebesar nilai pengganda pendapatan sektor yang bersangkutan. Sedangkan untuk pengganda pendapatan tipe II selain menghitung pengaruh langsung dan tidak langsung juga menghitung pengaruh induksi induce effects. 3 Pengganda tenaga kerja employment multiplier. Untuk pengganda tenaga kerja tipe I menunjukkan kesempatan kerja yang tersedia pada sektor tersebut dan sektor lainnya akibat penambahan permintaan akhir dari suatu sektor sebesar satu satuan secara langsung dan tidak langsung. Sedangkan pengganda tenaga kerja tipe II, dapat memperhitungkan pula pengaruh induksi induce effects. 4 Pengganda Pajak Tax multiplier yaitu dampak meningkatnya permintaan akhir terhadap peningkatan pajak tak langsung netto. 5 Pengganda PDRB Total value edded multiplier adalah dampak meningkatnya permintaan akhir sesuatu sektor terhadap peningkatan PDRB. 6 Pengganda penggunaan tanah Land use multiplier dampak meningkatnya permintaan akhir sesuatu sektor terhadap perluasan tanah. Menurut Kuncoro 2003, Perilaku perusahan-perusahan dalam suatu Agroindustri tidak pernah lepas dari struktur industri dan pasar yang dihadapi oleh masing-masing perusahaan. Prilaku yang ditempu oleh perusahaan, yang didasarkan pada struktur industri yang ada, akan berpengaruh terhadap kinerja perusahan dan industri yang bersangkutan. Untuk menganalisis prilaku sub sektor industri, digunakan alat analisis ”efek multiplier ” type I dan II untuk output, pendapatan dan tenaga kerja dari tiap-tiap sektor agroindustri. Untuk menghitung ratio multiplier type I dan II, Kuncoro membangun formula sebagai berikut : direct+indirect effect Ratio type I = ------------------------------ initial effect direct, indirect and induced effect Rati type II = ---------------------------------------------- Initial effect Lebih lanjut dikatakan bahwa efek total multiplier pada dasarnya merupakan penjumlahan dari empat macam elemen efek yang saling berkaitan, yaitu efek peningkatan output sektor yang bersangkutan initial effect, efek pembelian langsung direct effect, efek tidak langsung indirect effect dan efek peningkatan konsumsi consumption induced. Initial effect merupakan besarnya perubahan output pada sektor yang bersangkutan akibat adanya perubahan permintaan akhir di sektor itu sendiri. Efek pembelian langsung direct effect adalah besarnya nilai transaksi yang akan terjadi secara langsung antar industri jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu mata uang. Efek tidak langsung indirect effect merupakan dampak peningkatan pembelian dari suatu sektor kepada sektor lain dalam perekonomian akibat terjadi peningkatan permintaan akhir dalam sektor yang bersangkutan. Efek pendapatan rumah tangga adalah induced effect adalah efek peningkatan pembelian input sector yang bersangkutan terhadap sector rumah tangga, yang diwujudkan dalam peningkatan permintaan tenaga kerja,pada gilirannya berdampak pada peningkatan pendapatan rumah tangga. Berdasarkan hasil perhitungan multiplier output terhadap Agroindustri Indonesia Tahun 1980,1985 dan 1990, menunjukkan adanya kecenderungan positif, yakni semakin meningkatnya keterkaitan antar sektor dalam agroindustri. Peningkatan keterkaitan yang diiringi dengan peningkatan nilai multiplier effect akan berakibat pada peningkatan kinerja sektor-sektor ekonomi dalam perekonomian secara simultan. Peningkatan volume produksi suatu sektor akibat peningkatan permintaan pasar akan berdampak posotif dan luas terhadap sektor ekonomi lain. Gejala yang muncul adalah bahwa sektor-sektor yang memiliki nilai multiplier output tinggi umumnya adalah industri pengolahan output yang menghasilkan produk pertanian primer dan atau dengan kata lain multiplier output terkecil adalah sektor pertanian penghasil output primer. Selain itu dampak yang ditimbulkan dari hasil perhitungan multiplier income dan employment menunjukkan kecenderungan yang sama, walaupun terdapat perbedaan kecil dalam nilai nominal total effect dan initial effect. Apabila suatu sektor memiliki multiplier tenaga kerja tinggi, maka berarti peningkatan permintaan akhir pada sektor tersebut akan menyebabkan peningkatan permintaan terhadap tenaga kerja dalam jumlah yang relative lebih besar. Peningkatan penyerapan tenaga kerja pada akhirnya akan meningkatkan permintaan terhadap tenaga kerja dan dampak yang terjadi kemudian adalah peningkatan nilai upah nominal dan peningkatan jumlah pekerja. Pada tahap selanjutnya efek tersebut berakibat pada peningkatan pendapatan rumah tangga. Sektor rumah tangga akan mengalami peningkatan pendapatan sejalan dengan peningkatan upah dan kesempatan kerja yang terbuka di sektor produktif. k.Teori Kemiskinan dan Indeks kemiskinan manusia Secara hakiki, kemiskinan didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana tingkat pendapatan seseorang menyebabkan dirinya tidak dapat mengikuti tata nilai dan norma – norma yang berlaku di masyarakat. Sesuatu tingkat kemiskinan tertentu menyebabkan sekelompok masyarakat tidak berkesempatan pergi ke mesjid atau gereja karena harus berjuang mengejar ”sesuap nasi”. Jika suatu kelompok masyarakat juga tidak mempunyai kemampan membeli pakaian yang layak bagaimana anggota masyarakat yang memiliki tata nilai kesopanan dalam berpakaian , maka kelompok tersebut dikatakan miskin Rustiadi et al. 2004. Lebih lanjut dikatakan bahwa berbagai upaya menetapkan tolok ukur kemiskinan telah bayak dilakukan oleh banyak pakar. Beberapa tolok ukur yang telah banyak dikenal selama ini adalah : 1 Rasio barang dan jasa yang dikonsumsi Good service ratio.=GSR. Konsep ini bertolak dari fakta yang menunjukkan bahwa semakin tinggi kesejahteraan seseorang semakin besar prosentase pendapatan income yang digunakan untuk konsumsi jasa. Dengan demikian semakin kecil nilai rasio barang dan jasa yang dikonsumsi, makin tinggi kesejahteraan seseorang. Tetapi konsep ini memiliki kelemahan selama tidak ada kejelasan perbedaan antara barang dan jasa. Dilain pihak sering diperhadapkan dengan ketidak jelasan dalam membedakan antara konsumsi dengan biaya. 2 Persentaserasio pendapatan yang digunakan untuk konsumsi makanan. Sebagai kebutuhan pokok yang paling hakiki, konsumsi terhadap makanan akan selalu menjadi prioritas utama dalam pola konsumsi manusia. Konsep ini bertolak dari pemikiran bahwa seseorang akan terlebih dahulu memenuhi kebutuhan konsumsi makanannya sebelum mengkonsumsi komoditi-komoditi lainnya. Seseoarang akan mengkonsumsi komoditi lainnya setelah terlebih dahulu memenuhi konsumsi makanannya. Semakin tinggi pendapatan seseorang, semakin tinggi kesempatan mengkonsumsi komoditi selain makanan. Dengan demikian berdasarkan tolok ukur ini semakin rendah persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total pendapatan seseorang, semakin tinggi tingkat kesejahteraannya. 3 Pendapatan setara harga beras. Profesor Sayogyo dari IPB telah membuat ambang batas kemiskinan berdasarkan harga setara beras. Dengan didasarkan pada kebutuhan kalori sebesar 120 kkalkapitatahun, ditentukan ambang kemiskinan di desa dan di kota masing-masing jika pendapatannya kurang dari 240 kgkapitatahun. Dengan adanya perkembangan, aspirasi masyarakat telah meningkat, sehingga ukuran relatif dari ambang kemiskinan tersebut menurut Profesor Teken perlu ditingkatkan menjadi 360 kgkapitatahun untuk perkotaan. Namun konsep ini juga mempunyai beberapa kelemahan karena a tidak semua masyarakat dan golongan masyarakat di Indonesia memilih beras sebagai makanan pokoknya, b terjadinya diferensiasi harga yang terlalu besar terutama di perdesaan dan c harga komoditi beras yang ada tergantung pada harga komoditi yang disubsidi atau kredit dari pemerintah pupuk, pestisida dan sebagainya. 4 Kebutuhan pokok. Pengukuran kesejahteraan berdasarkan kebutuhan sembilan bahan pokok ini dikembangkan oleh Direktorat Jendral Tata Guna Tanah atas prakarsa Prof.I. Made Sandy, dengan menetapkan kebutuhan baku minimal, kemudian kebutuhan bahan baku minimal tersebut dikalikan dengan harga dan ditotalkan sembilan kebutuhan pokok tersebut. Tingkat pengeluaran tiap keluarga dihitung dalam rupiah, kemudian baru disusun suatu kriteria perbandingan antara total pendapatan dengan indeks kebutuhan sembilan bahan pokok. Hasil yang diperoleh kurang dari 75 tergolong sangat miskin, 75-100 persen hampir sangat miskin, 100-125 miskin dan lebih dari 125 tidak miskin. Konsep inipun memiliki beberapa kelemahan diantaranya adalah a kesulitan dalam menentukan satuan fisik kebutuhan minimal karena kebutuhan tiap wilayah beragam, b sebagian dari sembilan bahan pokok tersebut disubsidi pemerintah dan sebagian lainnya tidak sehingga kurang homogen. Disamping itu penggunaan istilah miskin dan tidak miskin selama ini sering meresahkan beberapa kalangan akibat penggolongan daerah miskin, sangat miskin dan seterusnya dalam kehidupan sehari-hari seringkali berkonotasi merendahkan. Pada prinsipnya ketiga kriteria tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut a semakin besar persentase pendapatan yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan akan barang-barang dibandingkan terhadap jasa maka seseorang dikategori semakin miskin. b Semakin besar persentase pendapatan yang dikeluarkan untuk pemenuhan kebutuhan akan bahan pangan dari pada non pangan maka seseorang dikategorikan semakin miskin, dan c Semakin besar kemampuan seseorang untuk memenuhi sembilan bahan pokok maka seseorang dikategori semakin kaya. Mencermati beberapa indikator kemiskinan dari para pakar yang di ulas di atas, pada prinsipnya ukuran kemiskinan atau angka kemiskinan yang diperoleh, menggunakan pendekatan pendapatan. Ukuran kemiskinan dengan pendekatan pendapatan angka kemiskinan yang mengukur proporsi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, yakni ukuran yang menggunakan derivasi pada standar kehidupan yang dicapai, nampaknya mempunyai sudut pandang yang berbeda menurut ukuran Indeks Kemiskinan Manusia IKM atau Human Poverty Index HPI yang dikembangkan United Nation Development Programme UNDP dalam Laporan Pembangunan Manusia Human development report=HDR, namun kedua ukuran tersebut IKM dan Angka kemiskinan akan memberikan gambaran yang menarik jika digabungkan HDR, 2004. Indeks pembangunan manusia dapat dihitung dengan menggunakan indikator deprivasi yang paling mendasar yaitu berumur pendek, ketidak tersediaan pendidikan dasar serta ketidak tersediaan akses terhadap pelayanan dasar sumber daya publik dan sumber daya privat. Masing-masing indikator diwakili oleh persentase penduduk yang diperkirakan tidak mencapai usia 40 tahun, persentase penduduk dewasa yang buta huruf, persentase penduduk yang tidak memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan dan air bersih dan persentase anak berumur lima tahun ke bawah dengan berat badan rendah. Ukuran indikator IKM tersebut dapat diformulasikan dalam rumus sebagai berikut : IKM = [13 P1 3 + P2 3 + P3 3 13 P 31 +P 32 +P 33 ] 13 Dimana : IKM = Indeks Kemiskinan manusia, P1 = Persentase penduduk wilayah ke-i yang tidak mencapai usia 40 tahun. P2 = Angka buta huruf penduduk umur dewasa 15 tahun ke atas P3 = Keterbatasan akses terhadap pelayanan dasar. P 31 = Persentase penduduk tanpa akses terhadap air bersih Persentase rumah tangga yang tidak menggunakan air PAM, air pompa atau air sumur yang letaknya lebih dari 10 meter dari septik –tank P 32 = Persentase penduduk yang tidak memiliki akses sarana kesehatan prosentase penduduk yang tinggal di tempat yang jaraknya 5 km atau lebih dari sarana kesehatan P 33 = Persentase anak berumur kurang dari lima tahun Balita dengan status gizi kurang prosentase balita yang tergolong dalam golongan status gizi rendah dan menengah. Untuk mengatasi kesenjangan kemiskinan, Kuncoro 2003 menyimpulkan beberapa alternatif solusi dari beberapa pakar ekonomi berdasarkan pengalaman di negara-negara Asia yang menunjukkan adanya berbagai model mobilasai perekonomian perdesaan untuk memerangi kemiskinan, yaitu Pertama mendasarkan pada mobilisasi tenaga kerja yang masih belum didayagunakan dalam rumah tangga petani gurem agar terjadi pembentukan modal di perdesaan Nurkse, 1951; Kedua menitik beratkan pada transfer sumber daya dari pertanian ke industri melalui mekanisme pasar Lewis, 1954, Fei dan Ranis, 1964; Ketiga menyoroti potensi pesatnya pertumbuhan dalam sektor pertanian yang dibuka dengan kemajuan teknologi dan kemungkinan sektor pertanian menjadi sektor yang memimpin Schultz,1963; Mellor, 1976.

l. Teori Indeks Pembangunan Manusia IPM Indeks Pembangunan Manusia IPM menurut PBB adalah nilai yang