Penataan Ruang. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan Deskripsi

kondusif untuk berkembang. Mereka percaya pada agama, tradisi, nilai-nilai sosial yang lebih mendorong tumbuh dan berkembangnya intelektualisme, profesionalisme, moralitas dan social cohesiveness bagi “kemajuan untuk semua” Rustiadi et al. 2004 Rustiadi et al. 2004 juga menyatakan bahwa kesenjangan pembangunan yang terjadi sebagai akibat dari faktor ekonomi, antara lain mencakup : 1 Perbedaan kuantitas dan kualitas faktor produksi yang dimiliki seperti lahan, tenaga kerja, modal , teknologi, infrastruktur, organisasi dan perusahaan. 2 Proses akumulasi dari berbagai faktor seperti lingkaran setan kemiskinan Comulative causation of poverty propensity. Ada dua tipe lingkaran setan kemiskinan di wilayah-wilayah tertinggal. Pertama, sumberdaya terbatas dan ketertinggalan masyarakat menjadi sebab dan akibat dari kemiskinan. Kedua, kondisi masyarakat yang tertinggal, standar hidupnya rendah, efisiensi rendah, produktivitas rendah, pendapatan rendah, konsumsi rendah, tabungan rendah, investasi rendah, pengangguran meningkat dan pada akhirnya masyarakat menjadi semakin tertinggal. 3 Pengaruh pasar bebas yang berpengaruh pada spread effect dan backwash effect. Pengaruh atau kekuatan pasar bebas telah mengakibatkan faktor- faktor ekonomi tenaga kerja, modal, perusahaan dan aktivitas ekonomi industri, perdagangan, perbankan dan asuransi yang dalam ekonomi maju memberikan hasil return yang lebih besar cenderung terkonsentrasi di wilayah-wilayah berkembang maju. Perkembangan wilayah-wilayah ini ternyata terjadi karena penyerapan sumberdaya dari wilayah-wilayah sekitarnya backwash effect. Spread effect yang diharapkan terjadi, ternyata lebih lemah dibanding dengan backwash effect . Sebagai akibatnya wilayah- wilayah atau kawasan yang beruntung akan semakin berkembang sedangkan wilayah-wilayah atau kawasan yang kurang beruntung akan semakin tertinggal. 4 Terjadi distorsi pasar seperti immobilitas, kebijakan harga, keterbatasan spesialisasi, keterbatasan ketrampilan tenaga kerja dan sebagainya

d. Penataan Ruang.

Berbicara menyangkut kesenjangan pembangunan antar sektor dan antar wilayah pembangunan, tidak akan bisa terlepas dari kebijaksanaan penataan ruang karena penataan ruang merupakan salah satu bagian dari perencaan pembangunan wilayah, dimana kedudukannya adalah sebagai induk dari semua proses perencanaan pembangunan wilayah. Penataan ruang merupakan bagian dari proses menciptakan keseimbangan antar wilayah sebagai wujud dari pembangunan yang berkeadilan. Penataan ruang mengisyaratkan, bagaimana membangun struktur keterkaitan pembangunan sektor dan wilayah yang seimbang dan berkeadilan, mencegah terjadinya kesenjangan pembangunan yang rawan menimbulkan berbagai konflik dan atau mengurangi kesenjangan tingkat pertumbuhan antar wilayah. Undang-Undang No. 24 1992 Tentang Penataan Ruang menegaskan bahwa Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Akan tetapi Ruang yang merupakan bagian dari alam tersebut dapat pula menimbulkan suatu pertentangan jika tidak diatur dan direncanakan dengan baik dalam penggunaan dan pengendaliannya. Oleh karena itu perlunya suatu perencanaan “ tata ruang” yang lebih komprehensif dan akomodatif terhadap semua kepentingan yang berspektif efisien, adil dan keberlanjutan. Dalam hal ini sejalan dengan apa yang diulas oleh Rustiadi et al. 2003 bahwa di masa sekarang dan akan datang diperlukan suatu pendekatan baru penataan ruang yang berbasis pada hal- hal berikut: 1 sebagai bagian dari upaya memenuhi kebutuhan masyarakat untuk melakukan perubahan atau upaya untuk mencegah terjadinya perubahan yang tidak diinginkan; 2 menciptakan keseimbangan pembangunan antar wilayah; 3 menciptakan keseimbangan pemanfaatan sumberdaya di masa sekarang dan masa yang akan datang pembangunan berkelanjutan; dan 4 disesuaikan dengan kapasitas pemerintah dan masyarakat untuk mengimplementasikan perencanaan yang disusun. Untuk melakukan suatu perencanaan tata ruang yang berbasis pada paradigma baru sebagaimana yang di ungkapkan diatas, tentunya diperlukan suatu kajian yang mendalam terhadap pola dan struktur tata ruang suatu wilayah yang sudah ada, karena pada umumnya suatu perencanaan wilayah yang di lakukan sebelum era otonomi daerah, dapat diprediksi banyak kekurangannya baik dari sisi proses perencanaan maupun pada implementasi dan pengendaliannya. Menurut Rustiadi, et al 2003 bahwa setidaknya terdapat dua unsur penataan ruang, yakni unsur pertama terkait dengan proses penataan fisik ruang dan unsur kedua adalah unsur institusionalkelembagaan penataan ruang non fisik. Dimana unsur non fisik mencakup aspek-aspek organisasi penataan ruang dan aspek-aspek mengenai Aturan-aturan main penataan ruang. Sedangkan unsur fisik penataan ruang mencakup: 1 penataan pemanfaatan ruang; 2 penataan strukturhirarki pusat-pusat wilayah aktivitas sosial ekonomi; 3 pengembangan jaringan keterkaitan antar pusat-pusat aktivitas; dan 4 pengembangan infrastruktur. Pada umumnya proses perencanaan tata ruang hanya di lihat sebagai suatu kegiatan pembagian zonasi pengaturan penggunaan lahan dan dianggap sebagai perencanaan fisik yang paling utama dalam proses penataan ruang, namun sekarang ini semakin disadari bahwa penataan penggunaan lahan tata guna tanah tanpa kelengkapan penataan unsur-unsur esensial lainnya, tidak akan pernah efektif, karena penatagunaan lahan tidak bersifat independent dari perencanaan struktur hirarki pusat-pusat pelayanan, struktur jaringan jalan dan perencanaan infrastruktur lainnya yang menyeluruh, termasuk unsur-unsur kelembagaan yang berperan Rustiadi et al. 2003. Rustiadi et al. 2003 menyatakan pula bahwa penataan struktur hirarki sebenarnya penting sebagai upaya meningkatkan fungsi dan peran wilayah- wilayah pusat pertumbuhan agar lebih berkembang sesuai potensi yang dimilikinya sekaligus dapat memberikan manfaat sosial social benefit yang optimal. Tetapi konsentrasi spatial Aglomerasi jika tidak diimbangi dengan implementasi perencanaan yang baik maka akan terjadi ketimpangan pertumbuhan wilayah karena perbedaan economic rent antara lokasi yang satu dengan lokasi yang lain. Di lain sisi suatu aktivitas pusat ekonomi tidak akan memberikan economic rent, apabila tidak diimbangi dengan pembentukan jaringan keterkaitan linkage antara pusat-pusat aktivitas yang dapat memfasilitasi ”aliran barang, jasa dan informasi”. Demikian pula pengembangan infrastruktur yang mencirikan suatu aktivitas ekonomi wilayah dapat bertumbuh dan berkembang.

e. Teori Pusat Pertumbuhan