Urgensi keberimbangan pembangunan wilayah. Teori Ketidakseimbangan Pertumbuhan Wilayah.

2.1.2. Kerangka teori kesenjangan dan keberimbangan pembangunan antar wilayah.

a. Urgensi keberimbangan pembangunan wilayah.

Menurut Rustiadi et al. 2003 bahwa setiap pemerintah baik di negara berkembang developing countries maupun belum berkembang less developed countries selalu berusaha untuk meningkatkan keterkaitan yang simetris antar wilayah dan mengurangi kesenjangan karena beberapa alasan, antara lain: 1 Untuk mengembangkan perekonomian secara simultan dan bertahap; 2 Untuk mengembangkan ekonomi secara cepat; 3 Untuk mengoptimalkan pengembangan kapasitas dan mengkonservasi sumber daya; 4 Untuk meningkatkan lapangan kerja;5 Untuk mengurangi beban sektor pertanian; 6 Untuk mendorong desentralisasi; 7 Untuk menghindari konflik lepas kendali dan instabilitas politik disintegratif; 8 Untuk meningkatkan Ketahanan Nasional. Menurut Hill 1996 yang diacu Hadi 2001, isu pemerataan pembangunan wilayah sangat penting dengan beberapa alasan pokok: 1 terdapat ketimpangan antar wilayah dalam berbagai aspek seperti pertumbuhan ekonomi, kepadatan penduduk, potensi sumberdaya alam, potensi sumberdaya manusia; 2 alasan politis dalam bentuk permasalahan etnis yang mendiami wilayah yang tersebar, dimana isu ketidakmerataan distribusi sumberdaya alam daerah yang harus diserahkan seluruhnya kepada pusat dan bukannya kepada daerah penghasil itu sendiri; dan 3 permasalahan dinamika spasial yang terjadi di daerah-daerah, yaitu sebagai suatu warisan historis dengan adanya ketidakseimbangan yang mencolok antara Jawa dan luar Jawa.

b. Teori Ketidakseimbangan Pertumbuhan Wilayah.

Menurut Tamenggung 1997 bahwa Teori ketidakseimbangan pertumbuhan wilayah muncul terutama sebagai reaksi terhadap konsep kestabilan dan keseimbangan pertumbuhan dari teori Neoklasik. Tesis utama dari teori ini adalah bahwa kekuatan pasar sendiri tidak dapat menghilangkan perbedaan- perbedaan antar wilayah dalam suatu negara; bahkan sebaliknya kekuatan- kekuatan ini cenderung akan menciptakan dan bahkan memperburuk perbedaan-perbedaan itu. Dalam kritiknya terhadap teori keseimbangan pertumbuhan, Myrdal 1975 berpendapat bahwa perubahan-perubahan dalam suatu sistem sosial tidak diikuti oleh penggantian perubahan-perubahan pada arah yang berlawanan. Beranjak dari pendapat ini, ia mengembangkan teori penyebab kumulatif dan berputarnya proses sosial untuk menjelaskan ketimpangan internasional dan antar wilayah. Menurut Myrdal, terdapat dua kekuatan yang bekerja dalam proses pertumbuhan ekonomi, efek balik negatif backwash effect dan efek penyebaran spread effect. Kedua kekuatan itu digunakan untuk menunjukkan konsekuensi spasial dari pertumbuhan ekonomi terpusat baik negatif maupun positif. Kekuatan efek penyebaran mencakup penyebaran pasar hasil produksi bagi wilayah belum berkembang, penyebaran inovasi dan teknologi; sedangkan kekuatan efek balik negatif biasanya melampaui efek penyebaran dengan ketidakseimbangan aliran modal dan tenaga kerja dari wilayah tidak berkembang ke wilayah berkembang. Jadi, interaksi antar wilayah pada sistem pasar bebas cenderung memperburuk kinerja ekonomi wilayah yang belum berkembang. Menurut Myrdal, kondisi ini memberikan pengesahan terhadap intervensi mekanisme pasar untuk mengatasi efek balik negatif yang akan menimbulkan kesenjangan wilayah. Teori ketidakseimbangan pertumbuhan wilayah lebih jauh dikembangkan oleh Kaldor 1970 dan berdasarkan pandangan Kaldor teori ini diperjelas oleh Dixon dan Thirwall 1975. Menurut Kaldor, pertumbuhan output wilayah ditentukan oleh adanya peningkatan skala pengembalian, terutama dalam kegiatan manufaktur. Hal ini berarti bahwa wilayah dengan kegiatan utama sektor industri pengolahan akan mendapat keuntungan produktivitas yang lebih besar dibandingkan wilayah yang bergantung pada sektor primer, sehingga dapat disimpulkan bahwa wilayah dengan sektor industri akan tumbuh lebih cepat dibandingkan wilayah yang bergantung pada sektor primer. Dixon dan Thirwall mengembangkan teori Kaldor dengan menekankan dampak proses penyebab kumulatif terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah. Pertumbuhan output wilayah menentukan tingkat perubahan teknologi dan pertumbuhan rasio modal dan tenaga kerja. Kedua faktor ini lebih l a n j u t akan menentukan pertumbuhan dan tingkat produktivitas wilayah. Pertumbuhan ekspor suatu wilayah bergantung pada daya saing relatif terhadap wilayah lainnya; dengan kata lain, pertumbuhan wilayah bergantung pada produktivitas wilayah itu sendiri, dan hal ini berarti bahwa suatu peningkatan produktivitas akan mempengaruhi pertumbuhan dan tingkat ekspor suatu wilayah. Pada masalah ini, proses penyebab kumulatif pertumbuhan ekonomi akan terjadi secara menyeluruh, karena pertumbuhan ekspor wilayah menentukan pertumbuhan output wilayah. Keterkaitan antara pertumbuhan output wilayah dan pertumbuhan produktivitas juga dikenal sebagai efek Verdoorn. Teori pertumbuhan yang tidak seimbang menggambarkan bahwa pada saat suatu wilayah mencapai manfaat pertumbuhan, manfaat itu akan terus dipertahankan melalui efek Verdoorn. Semakin sering suatu wilayah memproduksi barang-barang dengan elastisitas permintaan yang tinggi terhadap pasar-pasar ekspor, semakin cepat tingkat pertumbuhan produktivitas sehingga wilayah lain akan menemukan kesulitan untuk menahan persaingan terhadap wilayah itu. Hirchman 1958 dan Myrdal 1957 yang diacu Alonso 1979 menemukan mode - model polarisasi spatial ekonomi yang mirip sekali di dalam proses perkembangan. Pada tahap-tahap permulaan perkembangan, keuntungan terletak pada pusat-pusat yang sudah maju, yang menikmati fasilitas yang lebih lengkap, keuntungan-keuntungan ekstern, kekuatan politik, preferensi wilayah dari pada pembuat keputusan, masuknya unsur-unsur yang lebih bersemangat dan terpelajar dari daerah-daerah yang masih terbelakang, mengalirnya dana yang berasal dari tanah yang kaya di daerah pedalaman ke pasar-pasar uang di kota-kota, serta berbagai macam faktor-faktor lainnya. Faktor-faktor tersebut dapat menimbulkan polarisasi, yakni konsentrasi di kota- kota besar dan bertambah besarnya perbedaan pendapatan antara daerah- daerah. Akan tetapi setelah melewati titik tertentu efek-efek penurunan tricle down effect tertentu akan kelihatan. Di lain sisi meningkatnya jumlah penduduk yang melek huruf, peluasan pelaksanaan birokrasi, meningkatnya pengetahuan pada daerah-daerah terbelakang, pembukaan jaringan-jaringan angkutan untuk mencapai daerah- daerah terbelakang, dapat membuka akses pasar bagi pusat-pusat yang sudah maju juga memberikan kemungkinan bagi terbukanya daerah-daerah itu bagi kegiatan-kegiatan yang produktif, pendidikan yang merata dan standardisasi seluruh segi kehidupan akan membawah integrasi pada ekonomi wilayah space economy dan dengan mengusahakan berbagai eksternalitas menjadi hampir sama untuk semua daerah, peluang-peluang yang terletak lebih jauh akan semakin berarti dan semakin penting bagi pembangunan. Demikianlah dalam pandangan ini pada tahap-tahap permulaan perkembangan, terjadi kesenjangan yang makin meningkat antar daerah yang sudah maju dengan daerah yang masih terbelakang, akan tetapi kemudian terdapat kecenderungan kearah pemerataan pendapatan pada waktu perekonomian mulai memasuki tahap pendewasaan. Myrdal lebih pesemis dari pada Hischman dalam hal konfergensi akhir eventual convergenceā€ ini dan menghentikan analisisnya dengan apa yang disebutnya Lingkaran setan backwash effects yang dapat disamakan dengan polarisasi Hirschman. Pandangan Hirschman dan Myrdal diperkuat dengan penemuan Williamson 1965 bahwa: 1 disparitas regional lebih besar di negara-negara berkembang dan lebih kecil di negara-negara maju; 2 disparitas ini makin lama makin meningkat di negara-negara berkembang, sebaliknya akan menurun di negara- negara maju, penemuan ini benar-benar menunjukkan bahwa ketidak merataan regional jika digambarkan dalam kaitannya dengan perkembangan ekonomi akan menghasilkan kurva berbentuk lonceng yang beberapa titik puncaknya dicapai pada saat peralihan dari tahap lepas landas menuju tahap pendewasaan.

c. Faktor-faktor penyebab Kesenjangan Pembangunan.