Tabel 24 Orientasi PerjalananBepergian Penduduk Pada SWP A, B dan C.
No Keperluan DDK DDL
DKK DKK L1-SWP
DKKL L-SWP
DK- Kab.
L- Kab
Jlh
SWP A
1 Membeli sembako
15.42 12.32
30.04 6.05
0.00 31.57 4.60 100
2 Membeli Pakaian
0.05 1.02 4.26 3.22 0.00 66.15
25.30 100
3 Membeli bahan
rumah 1.20 1.50
10.36 0.08
0.00 82.65
4.21 100
4 Membeli elektronik 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 84.35 15.65
100 5 Membeli
alat dan
mesin 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 80.75 19.25
100 6 Membeli
saprotan 0.00 0.00 1.24 2.60 0.00 55.48
40.68 100
7 Membeli
kendaraan 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 64.30 35.70
100 8 Menjual
hasil usaha 6.30
7.64 10.20
5.40 4.60
30.40 35.46
100 9 Urusan
adatkeluarga 30.20 22.20
7.50 7.30
12.40 15.20
5.20 100
10 Rekreasitraveling 0.00 5.20 28.60
16.30 6.20 29.60 14.10
100
Rata-rata 5.32 4.99
9.22 4.10
2.32 54.05
20.02 100
SWP B
1 Membeli sembako 20.40 14.20 24.30
0.00 8.30 25.40
7.40 100
2 Membeli Pakaian
0.80 1.30 6.70 0.00 1.20 69.40
20.60 100
3 Membeli bahan
rumah 2.40 3.50
12.36 0.00
2.40 72.14
7.20 100
4 Membeli elektronik 1.20 1.50 4.50 0.00
1.30 79.30 12.20
100 5 Membeli
alat dan
mesin 0.50 0.30 3.20 0.00
2.40 78.35 15.25
100 6 Membeli
saprotan 1.40 1.50 4.80 0.00 3.60 62.02
26.68 100
7 Membeli kendaraan
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 84.30
15.70 100
8 Menjual hasil
usaha 8.30 9.60
12.20 0.00
8.60 46.26
15.04 100
9 Urusan adatkeluarga 24.00
18.20 12.60
9.40 10.20
18.20 7.40
100 10 Rekreasitraveling
1.60 15.50 20.64 10.20
6.80 24.76 20.50 100
Rata-rata 6.06 6.56
10.13 1.96
4.48 56.01
14.80 100
SWP C
1 Membeli sembako 12.36 9.60 22.30
4.20 0.00 51.54
0.00 100
2 Membeli Pakaian
0.00 0.00 1.20 1.20 0.00 91.80
5.80 100
3 Membeli bahan
rumah 1.20 4.60
10.05 0.50
0.00 83.65
0.00 100
4 Membeli elektronik 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 89.35 10.65
100 5 Membeli
alat dan
mesin 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 89.35 10.65
100 6 Membeli
saprotan 0.00 0.00 0.90 0.90 0.00 68.06
30.14 100
7 Membeli kendaraan
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 70.30
29.70 100
8 Menjual hasil
usaha 7.80 10.60
20.35 2.40
0.00 58.85
0.00 100
9 Urusan adatkeluarga 36.24
27.20 8.31
6.30 5.60
12.15 4.20
100 10 Rekreasitraveling
0.00 6.40 20.60 12.36
4.20 44.34 12.10 100
Rata-rata 5.76 5.84
8.37 2.79
0.98 65.94
10.32 100
Sumber : Hasil analisis data primer Keteranagn : DDK = Dalam desakelurahan
DDL = Dalam desa lain DKK = Dalam kota kecamatan
DKKL1-SWP = Dalam kota kecamatan lain dalam satu SWP DKKLL-SWP = Dalam kota kecamatan lain luar SWP
DK-Kab. = Dalam kota Kabupaten L-Kab. = Luar Kabupaten
Rataan orientasi keperluan bepergian pada SWP A Tahun 2004
5.32 4.99
9.22 4.10
2.32 54.05
20.02 DDK
DDL DKK
DKKL1-SWP DKKLL-SWP
DK-Kab. L-Kab
Gambar 15 Rataan orientasi bepergian penduduk pada SWP A. Rataan orientasi keperluan bepergian pada SWP B Tahun 2004
6.06 6.56
10.13 1.96
4.48 56.01
14.80 DDK
DDL DKK
DKKL1-SWP DKKLL-SWP
DK-Kab. L-Kab
Gambar 16 Rataan orientasi bepergian penduduk pada SWP B Rataan orientasi keperluan bepergian pada SWP C Tahun 2004
5.76 5.84
8.37 2.79
0.98
65.94 10.32
DDK DDL
DKK DKKL1-SWP
DKKLL-SWP DK-Kab.
L-Kab
Gambar 17 Rataan orientasi bepergian penduduk pada SWP C
SWP C 8,37. Orientasi bepergian didalam desakelurahan sendiri, untuk SWP A 5,32 , SWP B 6,06 dan SWP C 5,76 . Orientasi kedesa lain, untuk
SWP A 4,99 , SWP B 6,56 dan SWP C 5,84. Sedangkan orientasi ke kota Kecamatan dalam satu SWP menunjukkan proporsi untuk SWP A 4,10 ,
SWP B 1,96 dan SWP C 2,79 . Kemudian orientasi ke kota Kecamatan diluar SWP, dimana SWP A 2,32 , SWP B 4,48 dan SWP C 0,98 .
Pada Gambar 15 menunjukkan bahwa prosentase orientasi bepergian penduduk untuk memenuhi kebutuhan dan kegiatan usaha keluar Kabupaten
pada SWP A menunjukkan proporsi lebih besar, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain 1 kedekatan wilayah secara geografis dengan
wilayah Flores mendorong interaksi yang lebih kuat 2 sebagai wilayah pelabuhan transit jalur 2 unit kapal feri Kalabahi – Leoleba – Larantuka PP,
mendorong akses ekonomi dan sosial yang lebih terbuka dan kuat 3 perbedaan harga komoditi yang sangat menyolok rata-rata 12 persen lebih tinggi dari harga
yang berlaku di kota asal, sehingga orientasi pemenuhan kebutuhan dan usaha penduduk SWP A antar interregional ke wilayah Flores lebih terbuka dan
dianggap memberikan nilai tambah value added yang lebih signifikan.
Perbedaan harga komoditi yang menyolok terutama jambu mente, asam dan beberapa hasil laut, dilain sisi memberikan nilai tambah yang signifikan bagi
penduduk SWP A dan keterkaitan ekonomi interregional dengan wilayah Flores, namun disisi yang lain menunjukkan indikasi kebocoran wilayah penyulundupan
mencapai 16, 74 persen, karena lemahnya keterkaitan antar sektor dan wilayah dalam hal menjaring informasi pasar
market information yang kompetitif dan aturan main
regulation pengelolaan dan pengendalian perdagangan komoditi antar pulau yang terkait dengan sistem perizinan dan sistem insentif
allow and allowance system yang lemah.
Pada Tabel 24 dan Gambar 15,16 dan 17, menunjukkan pula bahwa ketersediaan 10 indikator keperluan untuk melakukan interaksi spasial, rata-rata
memperlihatkan bahwa 1 hanya keperluan sembako, menjual hasil usaha dan urusan keluarga yang sedikitnya dapat terpenuhi di dalam desa, atau di desa
sekitar dan ibu kota kecamatan, sedangkan kebutuhan lainnya masih terpusat di Kota Kabupaten dan luar Kabupaten. 2 ketersedian kebutuhan baik sembako
dan kebutuhan lainnya antar kota kecamatan dalam satu SWP maupun antar kota kecamatan luar SWP menujukkan karakteristik interaksi spasial yang
berbeda, dimana pada SWP A dan C, interaksi spasial untuk memenuhi
kebutuhan dan usaha sedikit diperoleh pada kota kecamatan dalam satu SWP ketimbang luar SWP dan sebaliknya SWP B memenuhi kebutuhan dan usaha
pada kota kecamatan luar SWP ketimbang satu SWP, Kedua hal tersebut mengindikasikan bahwa jaringan keterkaitan spasial
antar hirarkipusat aktivitas antar hirarki utama dan hirarki bawah maupun antar hirarki bawah masih sangat lemah atau belum berkembang, sehingga distribusi
bahan dan barang kebutuhan dari kota kabupaten ke kota kecamatan dan desakelurahan yang ditetapkan sebagai hirarkipusat aktivitas sosial – ekonomi
wilayah sesuai arahan RUTRW Kabupaten masih sangat terbatas dan asimetrik antar hirarki. Penyediaan bahan barang kebutuhan dan usaha penduduk
yang masih sangat terbatas dan asimetrik antar hirarki wilayah tersebut, sangat tergantung pada infrastruktur jaringan keterkaitan dan interaksi sosial ekonomi
antar dan inter wilayah pembangunan sebagaimana pada ulasan Tabel 18. Dalam kaitannya dengan interaksi spasial inter dan antar wilayah regional,
dilakukan melalui dua jalur interaksi yakni jalur laut dan jalur udara. Banyaknya pelabuhan dan jumlah kapal yang secara kontinue atau berkala menyinggahi
Pelabuhan Kalabahi dan atau jumlah dan jenis pesawat yang masuk di Bandara udara Mali Kalabahi , dilihat pada Tabel 18.
a. Interaksi spasial pergerakan bongkarmuat penumpang dan barang antar dan interregional melalui Pelabuhan Kalabahi.
Pelabuhan Kalabahi merupakan salah satu Pelabuhan nasional, yang berpusat di kota Kabupaten. Perkembangan jumlah dan Prosentase pergerakan
penumpang, barang dan hewan periode 1998-2003 yang menyinggahi pelabuhan Kalabahi diperlihatkan pada Gambar 18 dan 19.
Gambar 18 dan 19 menunjukkan bahwa jumlah dan prosentase perkembangan interakasi spasial atau pergerakan arus kunjungan kapal KJG
KPL, arus penumpang turun PNPG-T, arus penumpang naik PNPG-N, arus barang yang dibongkar BRG-BKR, arus barang yang dimuat BRG-MT, arus
hewan yang dibongkar HWN-BKR dan arus hewan yang dimuat HWN-MT, pada umumnya memperlihatkan trend perkembangan yang fluktuatif
Jumlah kunjungan kapal mengalami penurunan tajam pada tahun 1999 dan 2000, tetapi mulai menunjukkan perkembangan intensitas kunjungan pada tahun
2001 mencapai 13,41 persen, meningkat menjadi 18,43 persen pada tahun 2002 dan menurun lagi menjadi 8,99 persen. Fluktuasi intensitas interaksi kunjungan
Kapal dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, penangguhan pelayaran
10000 20000
30000 40000
50000 60000
70000 80000
KJG KPL KALI
PNPG-T ORG
PNPG-N ORG
BRG-BKR TON
BRG-MT TON
HWN-BKR EKOR
HWN-MT EKOR
KJG KPL KALI 2255
1630 1201
1362 1613
1758 PNPG-T ORG
60691 63702
57398 52829
55889 45075
PNPG-N ORG 59948
72645 49018
51092 61148
65655 BRG-BKR TON
32098 44399.7
58415 47237
72346 59324.1
BRG-MT TON 13055
15708.1 19418
32475 25423.9 15182.8
HWN-BKR EKOR 46
26 37
195 126
275 HWN-MT EKOR
1079 545
198 254
35 20
1998 1999
2000 2001
2002 2003
Gambar 18 Perkembangan jumlah interaksi spasial pergerakan arus penumpang, barang dan hewan yang menyinggahi Pelabuhan Kalabahi antar dan
inter regional Periode 1998-2003.
-200.00 -100.00
0.00 100.00
200.00 300.00
400.00 500.00
1999 2000
2001 2002
2003 1999
-27.72 4.96
21.18 38.33
20.32 -43.48
-49.49 2000
-26.32 -9.90
-53.21 31.57
23.62 42.31
-63.67 2001
13.41 -7.96
4.23 -19.14
67.24 427.03
28.28 2002
18.43 5.79
19.68 53.16
-21.71 -35.38
-86.22 2003
8.99 -19.35
7.37 -18.00
-40.28 118.25
-42.86 KJG
KPL Kali
PNPG- T Org
PNPG- N
Org BRG-
BKR BRG-
MT HW N-
BKR HW N-
MT
Gambar 19 Prosentase perkembangan interaksi spasial pergerakan arus penumpang, orang dan hewan yang menyinggahi pelabuhan
Kalabahi antar dan inter regional Periode 1998-2003
karena gangguan tekhnis pada Kapal, perubahan trayek serta daya tarik dan daya dorong pasar. Selain itu prosentase arus penumpang turun, jauh lebih
lemah dari arus penumpang naik. Namun ada pengecualian pada tahun 2000 intensitas penumpang yang naik atau keluar wilayah mengalami penurunan,
yakni minus 53,21 persen pada tahun 2000, setelah itu meningkat ke level posotif 4,23 persen tahun 2001, dan meningkat tajam menjadi 19,68 persen
tahun 2002 dan menurun lagi menjadi 7,37 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa daya tarik wilayah sendiri yang mendorong arus orang di wilayah lain
untuk masuk di wilayah sendiri masih lemah, dilain sisi daya tarik wilayah lain yang mendorong orang dari wilayah sendiri untuk keluar ke wilayah lain lebih
tinggi. Hal ini juga memberikan indikasi bahwa daya dorong wilayah untuk memenuhi kebutuhan dan kegiatan usaha di wilayahnya sendiri masih sangat
lemah.
Demikian pula intensitas pergerakan barang dan hewan, prosentase perkembangan yang dibongkar atau yang didatangkan dari wilayah lain masuk
ke wilayah sendiri masih jauh lebih tinggi dari yang keluar dari wilayah sendiri. Hal ini mengindikasikan bahwa daya dorong wilayah sendiri untuk mensuplai
sumber daya wilayah menjadi barang dan jasa yang menjadi daya tarik wilayah untuk memperkuat intensitas interaksi masih sangat lemah. Hal ini akan
membuat struktur ekonomi wilayah semakin melemah karena kebocoran wilayah sulit ditekan, karena tingkat permintaan
demand wilayah sendiri akan kebutuhan jauh lebih tinggi dari kegiatan usaha yang ditawarkan ke wilayah lain.
Sehubungan dengan itu jenis barang yang menjadi daya tarik dan daya dorong pergerakan spasial antar dan inter regional pada dua tahun terakhir
Tahun 2002-2003 dapat ditujukkan pada Gambar 20, 21, 22 dan 23 berikut .
159.1 2120.0
3960.0 4180.0
303.0 848.1
856.4 341.5
1456.7 946.9
11573.5 7893.8
10874.0
1678.8 2545.0
5298.0 3410.0
71.8 787.9
512.3 893.1
2494.1 1139.6
10073.7 10028.7
10697.2
0.0 2000.0
4000.0 6000.0
8000.0 10000.0
12000.0 14000.0
Be ras
Gu si
r Te
rig u
G ara
m Zin
k Be
si Se
m en
ba lo
k Pre
m iu
m So
la r
M .tan
ah As
pa l
B. C
am pu
ra n
Tahun 2002
Tahun 2003
Gambar 20 Perkembangan interaksi spasial pergerakan jenis barang yang di bongkarmasuk melalui pelabuhan Kalabahi
0.7 4.7
9.2 8.7
0.3 1.9
1.9 0.8
2.1 3.2
17.3 25.4
23.9 20.3
0.1 5.1
6.9 10.7
3.4 1.6
1.0 5.0
1.8 2.3
20.2 21.6
0.0 5.0
10.0 15.0
20.0 25.0
30.0
Be ra
s Gu
si r
Te rigu
Ga ra
m Z
in k
B es
i Se
me n
ba lo
k Pr
emi um
So la
r M
.ta n
ah As
pal B
.Ca m
pu ra
n
Tahun 2002
Tahun 2003
Gambar 21 Prosentase perkembangan interaksi spasial pergerakan jenis barang yang di bongkarmasuk melalui pelabuhan Kalabahi
11.46
694.561 164.074
327.679 44.305
10.9 3810.78
1995.03
338.113 190.9
277.222 58.575
343.644 33.59
3919.48 2222.341
500 1000
1500 2000
2500 3000
3500 4000
4500
K em
iri K
op ra
B iji m
en te
se rla
ck A
sa m
Ba tu
hi ta
m C
e ng
ke h
U b
ur -u
bu r
Pi na
ng 2002
2003
Gambar 22 Perkembangan interaksi spasial pergerakan jenis barang yang Di muatkeluar melalui pelabuhan Kalabahi
0.15 0.00
0.16 9.84
2.32 4.64
0.63 28.26
53.99
0.00 4.65
0.45 4.58
2.59 3.75
0.79 30.10
53.08
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00
K em
iri K
op ra
B iji
m en
te se
rla ck
A sa
m B
at u
h ita
m C
e ng
ke h
U b
ur -u
bu r
P in
an g
Tahun 2002
Tahun 2003
Gambar 23 Prosentase perkembangan interaksi spasial pergerakan jenis barang yang di muatkeluar melalui pelabuhan Kalabahi
Gambar 20 dan 21, menunjukkan bahwa pergerakan jenis barang yang di bongkar atau masuk ke pelabuhan Kalabahi adalah hampir semua produk
manufacture. Prosentase jenis produk manufaktur yang terbanyak adalah barang campuran mencapai 25,4 persen tahun 2002 dan 20,3 persen tahun
2003 dari jumlah jenis barang yang masukdi bongkar di pelabuhan Kalabahi. Kemudian Bahan bangunan rumah dan aspal, dimana Permintaan semen
menduduki prosentase tertinggi mencapai 20,2 persen tahun 2003 dibanding tahun 2002 17,3 . Bahan energi premium,solar dan minyak tanah,
permintaan solar mencapai 10,7 persen tahun 2003 dibanding tahun 2002 8,7 , minyak tanah 9,2 tahun 2002 menurun menjadi 6,9 persen tahun 2003
sedangkan premium 5,1 tahun 2003 dibanding tahun 2002 4,7 . Selain bahan campuran, bahan bangunan dan bahan energi, permintaan terhadap
sembako antara lain beras, gula pasir, terigu dan garam cukup besar, permintaan beras mencapai 23, 9 persen tahun 2002 dan sedikit menurun
menjadi 21,6 persen tahun 2003 dari jumlah jenis barang yang
dibongkarmasuk, garam mencapai 5,0 persen tahun 2002 dibanding tahun 2003 0,8 . Gula pasir 3,2 persen tahun 2002 menurun menjadi 2,3 persen tahun
2003, sedangkan terigu 2,1 persen tahun 2002 menurun menjadi 1,8 persen tahun 2003.
Gambar 22 dan 23, menunjukkan bahwa jenis barangkomoditi yang dimuat keluar wilayah masih tergantung pada sektor primer sektor pertanian,
namun jumlah yang dimuat masih jauh dibawah dari jumlah yang dibongkar, sebagaimana pada ulasan di atas. Hal ini mengindikasikan produktivitas wilayah
dalam mensuplai sumber daya wilayah masih lemah. Prosentase jenis komoditi yang paling besar dimuatkeluar wilayah melalui pelabuhan kalabahi adalah batu
hitam mencapai 53,99 persen tahun 2002 dan menurun menjadi 53,08 persen tahun 2003, kemudian diikuti kemiri 28,26 tahun 2002, meningkat menjadi
30,10 persen tahun 2003. Setelah itu diikuti komoditi asam, ,jambu mente, sirlak, pinang, kopra, cengkeh dan ubur-ubur.
Pada umumnya sebagai jalur wilayah tujuan dan wilayah interaksi spasial terutama pergerakan jenis barangkomoditi antar dan inter regional yang masuk
di bongkardi import dan yang keluar di muat di eksport melalui pelabuhan Kalabahi tahun 2003 dapat terlihat pada Gambar 24. Apabila mencermati
Gambar 24, memperlihatkan bahwa secara parsial jalur interaksi spasial antar regional dalam aktivitas eksport dan import komoditi atau barang melalui jalur
Surabaya Pelabuhan Tanjung Perak terlihat lebih kuat, kemudian diikuti melalui Jalur Pelabuhan Makassar Ujung Pandang, setelah itu Denpasar
Pelabuhan Benoa dan Bima Pelabuhan Lembar. Sedangkan jalur interaksi spasial interregional, melalui jalur Kupang terlihat lebih kuat setelah itu Atapupu.
Tabel 24 juga, menunjukkan adanya indikasi kebocoran wilayah regional
leakages yang cukup lebar, karena semua produk yang mengalir keluar wilayah di eksport semua masih dalam wujud bahan primer, sehingga tidak ada
nilai tambah dari proses bahan primer dalam wilayah dan nilai tambah yang akan diproses dari bahan primer selalu mengalir ke wilayah lain, keadaan ini dapat
dikatakan sebagai fenomena backwash yang memperlemah produktivitas
wilayah. Selain fenomena backwash, kebocoran wilayah yang tak terkendali
karena penyulundupan komoditi yang mengalir keluar daerah, rata-rata mencapai 23,50 persentahun seperti penjelasan pada Tabel 16.
b.
Interaksi spasial pergerakan bongkarmuat penumpang dan barang antar dan interregional melalui Bandara Mali Kalabahi.
Salah satu jalur interaksi spasial antar dan inter regional adalah melalui jalur lintas udara. Jumlah jenis Pesawat yang masuk dan keluar pada Bandara Mali
Kalabahi dapat terlihat pada ulasan Tabel 18. Pada bagian ini dapat digambarkan jumlah dan proporsi pergerakan bongkarmuat penumpang dan
barang yang masuk dan keluar melalui Bandara Mali Kalabahi keadaan tahun 2003, dapat di lihat pada Gambar 25 dan 26 berikut :
Gambar 25 Jumlah frekwensi pesawat dan bongkarmuat penumpang dan barang melalui Bandara Mali Tahun 2003
Gambar 26 Proporsi penumpang dan barang yang dibongkar dan di muat melalui Bandara Mali Tahun 2003.
Gambar 25 dan 26, memperlihatkan bahwa frekwensi jumlah pesawat yang datanglandas
leanding dan berangkat take off pada tahun 2003 sebanyak 222 kali dan jika dibanding tahun 2002 frekwensinya meningkat 20,63 persen.
Proporsi penumpang yang datang sedikit lebih besar 1,03 dibanding proporsi penumpang yang berangkat 1,02. Proporsi barang bagasi yang
datangdibongkar jauh lebih besar 23,2 sedangkan proporsi barang bagasi yang dimuatberangkat mencapai minus 18,83 . Kemudian proporsi paket
Tahun 2003
25677.6 31634.5
2535 2561
222 981
866 222
1 Pesaw at masukdatang kali 2 Pesaw at keluarberangkat kali
3 Penumpang masukdatang orang
4 Peumpang keluarberangkat orang
5 Bongkar barangbagasi kg
6 Muat barangbagasi kg 7 Bongkar barang paket Pos kg
8 Muat barang paket pos kg
Tahun 2003
-11.72 -18.83
13.28 23.2
1.02 1.03
1 Proporsi penumpang datang +-
2 Proporsi penumpang berangkat +-
3 Proporsi bongkar barangbagasi +-
4 Proporsi muat barangbagasi +-
5 Proporsi bongkar barang paket Pos +-
6 Proporsi muat barang paket Pos +-
barang Pos datang bongkar jauh dibawah minus 11,72 persen dibanding proporsi paket barang berangkat muat sebesar 13,28 persen. Jalur interaksi
penerbangan pesawat yang datang dan berangkat dari Bandara Mali sampai dengan keadaan 2003 masih bersifat linier dari Kota Kupang Kota Popinsi NTT
– Kalabahi PP Kota Kabupaten. Kesenjangan pertumbuhan atau perkembangan antar wilayah, baik dilihat
dari sisi pertumbuhan sektorkomoditi wilayah, Penerimaan pendapatan, penyediaan sarana dan prasarana wilayah, penyebaran proporsi APBD
Pembangunan dan interaksi spasial seperti yang diulas di atas, sepertinya menunjukkan signifikansi terhadap kesenjangan dalam tingkat kesejahteraan
masyarakat antar SWP. Salah satu indikator kesejahteraan masyarakat yang semestinya menjadi tolak ukur kinerja pembangunan wilayah adalah menurunkan
kesenjangan tingkat kemiskinan penduduk antar wilayah yang cenderung meningkat. Hal ini secara parsial bisa dilihat dari prosentase penyebaran
penduduk miskin berdasarkan Indikator Keluarga prasejahtera dan Sejahtera 1 yang cendrung melebar antar SWP, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 25
Tabel 25 Prosentase Kemiskinan Penduduk Antar SWP Di Kabupaten Alor Tahun 2000 – 2004
No Tahun
Rumah Tangga Penduduk Miskin SWP A
SWP B SWP C
Kabupaten Jlh KK
Miskin Jlh KK Miskin Jlh KK Miskin
Jlh KK Miskin 1 2000
7921 82.86 22342 71.12 5931 88.20 36194 76.49 2 2001
8475 76.11 22646 67.83 6251 84.00 37372 72.41 3 2002
8475 79.87 22759 68.90 6481 85.91 37715 74.29 4 2003
8843 76.55 23524 66.66 6804 81.83 39171 71.52 5 2004
9316 81.13 24026 71.45 6916 92.97 40258 77.39 Sumber : Diolah dari Laporan Kantor BKKBN Kabupaten Alor Tahun 2005.
Pada Tabel 25 memperlihatkan bahwa rata-rata penduduk miskin di Kabupaten Alor keadaan Tahun 2000 - 2004 berada pada
trend di atas 70 persen, kendatipun antar SWP sedikit bervariatif. Misalnya pada SWP B terlihat
sedikit berada di bawah 70 persen antara tahun 2001-2003. Sedangkan pada SWP A dan C rata-rata di atas 70 persen. Namun yang paling menyolok terlihat
pada SWP C, rata-rata penduduk miskin berada di atas 80 persen bahkan hampir mencapai 93 persen pada Tahun 2004. Perkembangan penduduk miskin
yang fluktuatif meningkat dan melebar antar wilayah, mengindikasikan adanya
kesenjangan dalam kinerja pembangunan wilayah, disamping faktor lain seperti bencana alam.
4.3. Analisis Sektor BasisKomoditi Unggulan Antar Satuan Wilayah Pengembangan SWP.
Pertumbuhan suatu wilayah Pengembangan baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang sangat bergantung pada sumberdaya alam yang dimiliki dan permintaan terhadap komoditas yang dihasilkan dari sumberdaya
itu dan atau tergantung pada permintaan eksternal akan barang dan jasa, yang dihasilkan dan diekspor oleh wilayah itu North, 1955; Perloff dan Wingo, 1961.
Oleh karena itu pengenalan terhadap komoditas eksport suatu wilayah pengembangan adalah penting, untuk mengetahui komoditas atau sektor yang
memiliki kekuatan utama dalam memenuhi pertumbuhan suatu wilayah pengembangan. Sektor atau komoditi mana yang secara spasial memiliki
kekuatan utama membentuk keterkaitan ekonomi, baik kebelakang kegiatan produksi maupun kedepan sektor pelayanan. Dimana sektorkomoditi tersebut
secara spasial, dapat dikategori sebagai sektorkomoditi basis dan non basis , yang memiliki keunggulan kompetitif dengan pergeseran cepat atau lamban,
dalam penelitian ini diduga dengan analisis Location Quotient LQ dan Shift share Analysis SSA.
4.3.1. Analisis Location Quotient LQ. Hasil analisis LQ terhadap 17 komoditi yang tersebar pada tiga Satuan
Wilayah Pengembangan SWP di Kabupaten Alor keadaan Tahun 2003, dapat terlihat pada Tabel 26
Pada SWP A terdapat Sembilan 9 Komoditi yang tergolong sebagai komoditi Basissentra Nilai LQ 1 , atau komoditi yang memiliki pangsa relatif
yang lebih besar dibanding komoditi lainnya. Kesembilan Komoditi basis tersebut, diurut berdasarkan Nilai LQ adalah kelapa kopra, jagung, ikan, kacang
hijau, padi, ternak kambing, sirlack sejenis lendir serangga pada kusambi sebagai bahan baku vernis, asam dan jambu mente. Sedangkan delapan
komoditi lainnya tergolong sebagai Komoditi Non BasisNon sentra yakni dengan Nilai LQ 1 . Kedelapan komoditi ini memiliki pangsa relatif yang lebih kecil,
dimana kapasitas produksinya masih sebatas dalam memenuhi konsumsi lokal. Salah satu dari kedelapan komoditi non basis tersebut yakni ternak babi dengan
nilai LQ hampir mendekati 1 0.9 bisa dikembangkan lebih lanjut menjadi komoditi unggulan daerah, karena daya dukung wilayah masih memungkinkan
untuk pengembangan lebih lanjut. Peluang komoditi Ternak Babi untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi sektorkomoditi basis atau komoditi unggulan
daerah ditunjukkan juga dengan nilai SSA pada Tabel 27. Tabel 26 Hasil Analisis LQ Komoditi Unggulan Antar Satuan Wilayah
Pengembangan di Kabupaten Alor Keadaan Tahun 2003.
No Jenis Komoditi
SWP A SWP
B SWP
C Nilai LQ
Nilai LQ Nilai LQ
1 Padi 1.6
1.5 0.4
2 Jagung 1.8
1.4 0.3
3 Kacang hijau
1.7 0.8 0.7
4 Jambu Mente
1.0 0.8
1.1 5 Kemiri
0.7 2.1
0.7 6 KelapaKopra
2.1 0.2 0.7
7 Kopi 0.2
2.9 0.5
8 Cengkeh 0.1
4.1 0.1
9 vanili basah
0.0 0.0
2.1 10 Pinang
0.2 0.5 0.5
11 Asam 1.1
0.0 0.5
12 Sirlack 1.2
1.1 0.9
13 Ikan laut
1.7 1.9
0.1 14 Sapi
0.4 2.2
0.8 15 Kambing
1.4 2.1
0.2 16 Babi
0.9 2.4
0.4 17 Batu
hitam 0.3 0.7
1.5
Rataan 1.0 1.5
0.7
Sumber : Hasil analisis data produksi Komoditi Tahun 2003 Keterangan :
= Komoditi BasisSentra pada SWP A = Komoditi BasisSentra pada SWP B
= Komoditi Basissentra pada SWP C.
Pada SWP B terdapat 10 komoditi yang tergolong sebagai komoditi basissentra Nilai LQ 1 . Urutan Nilai LQ dari kesepuluh komoditi basissentra
tersebut adalah cengkeh, kopi, ternak babi, ternak sapi, kemiri, ternak kambing, ikan, padi, jagung dan sirlack . Sedangkan tujuh komoditi lainnya tergolong
Komoditi Non BasisNon Sentra LQ 1, atau komoditi-komoditi tersebut memiliki pangsa relatif yang lebih kecil, dimana rata-rata kapasitas produksinya
masih sebatas dalam memenuhi konsumsi lokal. Akan tetapi dari ketujuh komoditi non basis tersebut, terdapat dua komoditi yakni kacang hijau dengan
nilai LQ 0.847 dan jambu mente 0.8 dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi