Sumber dan Jenis Data

sebagai kota hirarki pusat aktivitas pelayanan dalam RUTRW Kabupaten Alor Tahun 1991, dengan menggunakan Model Sloven dan Gay yang diacu Umar 2005. Model Sloven sebagai berikut : e N N n 2 1 + = Di mana : n = ukuran sampel N = ukuran populasi e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan 20 . Menurut Gay yang diacu Umar 2005, bahwa ukuran minimum sampel yang dapat diterima berdasarkan pada desain penelitian yang digunakan untuk metode deskriptif, minimal 10 , namun untuk populasi yang relatif kecil minimum 20 dari populasi. Dengan demikian data yang dikumpulkan dalam penelitian ini telah semaksimal menggunakan data sekunder yang tersedia di Kantor BPS dan atau diberbagai Lembaga atau intansi yang terkait, dengan cara wawancara secara semi struktural dengan informan-informan kunci, yakni dengan pihak Pemerintah Daerah, Bappeda Kabupaten, Dispenda, Kantor SSB dan DinasInstansi terkait yang ada di Kabupaten serta beberapa Stakeholder selain lingkup pemerintah daerah, yakni LSM, Direktur perusahaan daerah, Perguruan Tinggi setempat, swasta, dan beberapa organisasi sosial politik dan masyarakat. Kemudian dilanjutkan dengan review dan pengumpulan data di tingkat lapangan dengan metode wawancara dengan sumber-sumber informan kunci di Tingkat Kecamatan dan beberapa desakelurahan sebagai lokasi pusat-pusat aktivitas sosial ekonomi yang diarahkan dalam RUTRW Kabupaten dengan berpedoman pada Daftar koesioner. Informan kunci ditingkat lapangan yang diwawancarai sebanyak 20-25 responden atau 20 persen dari populasi lihat Lampiran 11 untuk setiap lokasi yang meliputi unsur-unsur antara lain Camat, Kepala desaLurah, Petugasoperator SSB, Petugas UPTD Kecamatan dan desa, Pengelola Pasar, Ketua Kontak Tani, Penyuluh lapangan, para kader desa dan Institusi lain ditingkat kecamatan dan desa sebagai lokasi hirarkipusat aktivitas. 3.6. Metode Analisis 3.6.1. Analisis Kesenjangan Pembangunan Antar Wilayah 1 Analisis kesenjangan pendapatan berdasarkan Indeks Williamson. Salah satu alat analisis kuantitatif yang lazim digunakan untuk menganalisis kesenjangan pembangunan antar wilayah adalah dengan menggunakan Williamson index Williamson 1965. Indeks ini umumnya membandingkan kesenjangan pembangunan antar wilayah yang dicerminkan oleh nilai tambah aktivitas ekonomi dari suatu wilayah seperti pendapatan perkapita, proporsi penyerapan tenaga kerja sektor suatu wilayah dalam Produk Domestik Regional Bruto PDRB. Namun demikian data PDRB kecamatan jarang dipublikasi, maka salah satu parameter yang akan dipakai dalam analisis kesenjangan pembangunan antar wilayah kecamatan dalam penelitian ini adalah data Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan PBB karena dengan asumsi bahwa PBB merupakan salah satu representasi penerimaan pendapatan seluruh penduduk dari berbagai lapangan usaha di suatu wilayah Pembangunan. Indeks Williamson dihitung dengan menggunakan formula: 1 , _ __ 2 = ∑ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − Vw n fi Vw y y yi Dimana: Vw = indeks Williamson yi = penerimaan PBB wilayah Pengembangan i y __ = total penerimaan PBB Kabupaten fi = jumlah wajib PBB Pengembangan i n = jumlah wajib PBB Kabupaten Semakin tinggi Indeks Williamson, maka proses kesenjangan antar daerah semakin besar. Namun kelemahan dari indeks williamson adalah bahwa pertumbuhan suatu wilayah tidak ada keterkaitan satu wilayah dengan wilayah lain. 2 Analisis kesenjangan perkembangan infrastruktur berdasarkan Indeks Skalogram. Indeks Skalogram merupakan salah satu alat analisis untuk mengukur tingkat kesenjangan perkembangan suatu wilayah pengembangan sebagai hirarki pusat-pusat aktivitas sosial ekonomi . Metoda ini digunakan untuk menghitung jumlah sarana dan jumlah jenis sarana dan prasarana pelayanan yang ada pada suatu pusat aktivitas sosial ekonomi. Sarana dan prasarana yang akan di hitung dalam penelitian ini mencakup fasilitas perekonomian, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas penerangan, fasilitas informasi dan fasilitas ibadah keagamaan, yang tersebar pada 9 Kecamatan. Dimana jumlah sarana dan jumlah jenis sarana tersebut selalu berkorelasi dengan jumlah penduduk. Pendekatan dengan metode analisis skalogram didasarkan pada suatu asumsi bahwa semakin banyaktinggi tingkat penyediaan fasilitas pada suatu lokasi, maka wilayah itu semakin berkembang sebaliknya semakin sedikit jumlah sarana dan jenis sarana prasarana pelayanan maka wilayah tersebut dikategori terbelakang. Secara statistik metoda analisis skalogram dapat diformulasikan berdasarkan formula yang dibangun Rustiadi et al. 2003 sebagai berikut: ∑ = n j ik i fk n J IP . k k ik ik SD J J J min − = Dimana : I ik = indeks perkembangan ke-k di wilayah i I’ ik = nilai indeks perkembangan ke-k yang terkoreksi terstandarisasi wilayah ke-i I k min = nilai indeks perkembangan ke-k terkecil minimum SD k = standar deviasi perkembangan ke –k IP i = indeks perkembangan wilayah ke –i Untuk keperluan analisis tersebut di atas, terlebih dahulu semua nama pusat wilayah, jumlah penduduk, jumlah jenis dan sarana pelayanan dicatat terlebih dahulu dalam format matriks seperti pada Tabel 7. Tabel 7 Matriks Analisis skalogram No WP i JP i Fj JJF JF RJF PIi Ri J 1 ... J k ... J m 1 W1 J 11 ... J 1k ... J 1m F 1 F 1 m 2 W2 J 12 J 2k J 2m F 2 F 2 m . . . . . . . . . . . . i Wi J i1 ... J ik ... J im F i F i m . . . . . . . . . . . . . . n Wn J n1 ... J n2 ... J nm F n F n m Jumlah WP memiliki fasilitas f 1 ... f k ... fm Ratio WP memiliki fasilitas fin ... nf m ... f m m Bobot fasilitas Fk nf 1 ... nf k ... nf m SDk Keterangan: WPi= Wilayah Pengembangan, JPi = Jumlah penduduk, Fj = Fasilitas, JJF= Jumlah jenis fasilitas, JF= Jumlah fasilitas, RJF= Rasio jenis fasilitas, Ipi= Indeks perkembangan, R= Ranking, SDk=Standar deviasi . 3 Analisis kesenjangan penyebaran proporsi APBD Pembangunan berdasarkan Indeks Entropy IE Perkembangan suatu wilayah dapat ditunjukkan dari semakin meningkatnya komponen wilayah yang antara lain ditunjukkan dengan semakin luasnya hubungan yang dapat dijalin antara sub wilayah - sub wilayah dalam sistem tersebut maupun sistem sekitarnya. Perluasan jumlah komponen aktivitas tersebut diduga dengan indeks entropi penyebaran. Pemanfaatan konsep entropy ini dapat digunakan untuk banyak hal. Dalam penelitian ini Konsep entropy penyebaran ini digunakan untuk menganalisis Penyebaran alokasi APBD Pembangunan antar Satuan Wilayah Pembangunan SWP, dimana alokasi APBD pembangunan dalam suatu SWP merupakan akumulasi alokasi APBD pada Sub-Sub wilayah Kecamatan sebagai Unit Daerah Kerja Pembangunan UDKP. Bagaimana perkembangan SWP yang ditunjukkan dengan jumlah komponen aktivitas alokasi APBD Pembangunan antar sub-sub wilayah, digunakan analisis Entropy penyebaran dengan formula yang dibangun Saefulhakim , 2003 sebagai berikut : P P i n i i IE ln 1 ∑ = − = Dimana : IE : Indeks Entropi Pi : Xi Σxi Xi : Alokasi APBD SWP ke-i Rp Untuk menjustifikasi tingkat perkembangan, maka ada ketentuan bahwa jika Indeks entropy IE semakin tinggi maka tingkat perkembangan semakin tinggi atau semakin merata 4 Analisis kesenjangan interaksi spasial arus informasi pelayanan pemerintah berdasarkan model entropi interaksi spasial tanpa kendala unconstrained entropy model . Untuk menganalisis kesenjangan interaksi spasial arus informasi pelayanan pemerintah antar wilayah pembangunan berdasarkan hirarki aktivitas sosial ekonomi dari kota Ordo utama ke kota ordo II, III, IV dan sebaliknya dapat diduga dengan model entropi interaksi spasial tanpa kendala Unconstrained Entropy Model yang dikembangkan oleh Wilson 1967, 1970 yang diacu Saefulhakim 2003 . Secara matematis diformulasikan sebagai berikut : ε β ij ij ij d F k Exp + + = . atau ε β ij ij ij d F k + + = . ln Dimana: F ij = Banyaknya intensitas interaksi spasial antara tempat asal ke-i dengan tempat tujuan ke- j d ij = kendala yang berkaitan dengan tempat asal ke-i dengan tempat tujuan ke –j k = Parameter konstanta yang besarnya diduga dengan model dari data β = Parameter hambatan mobilitas spasial, yang besarnya diduga dengan model dari data ε ij = Parameter Galat yaitu besarnya kesalahan pendugaan model terhadap banyaknya interaksi spasial dari tempat asal ke -i dengan tempat tujuan ke-j. Model analisis interaksi spasial ini dimaksudkan untuk menganalisis hubungan timbal balik antara pusat-pusat kegiatan sosial ekonomi dalam suatu wilayah pembangunan yang difokuskan pada aliran informasi aktivitas pelayanan pemerintah melalui alat komunikasi pemerintah daerah yang tersedia antar hirarki wilayah pembangunan. Model analisis interaksi spasial ini digunakan untuk melihat kuat lemahnya intensitas interaksi spasial antar hirarki wilayah dalam kaitannya dengan aktivitas pelayanan pemerintah. Selain analisis entropi interaksi spasial tanpa kendala uncostrained entropy model, untuk menganalisis arus informasi pelayanan pemerintah, juga digunakan analisis “ Deskriptif “ untuk melihat pola interaksi spasial arus distribusi barang komoditi dan orang antar hirarkipusat aktivitas sosial ekonomi antar SWP. 3.6.2.Analisis Sektor BasisKomoditi Unggulan Antar Wilayah Pembangunan Sektor basiskomoditi unggulan adalah sektorkomoditi yang memiliki keunggulan dalam memenuhi permintaan eksternal akan barang dan jasa, yang dihasilkan dan diekspor dari wilayah tersebut, dan memiliki kekuatan utama dalam memenuhi pertumbuhan wilayah. Dengan kata lain sebagai sektorkomoditas eksport yang membentuk keterkaitan ekonomi, baik ke belakang kegiatan produksi maupun ke depan sektor pelayanan. Metode analisis yang umum dipakai dalam pembangunan ekonomi wilayah, terutama untuk mengetahui sektor basis atau komoditi unggulan suatu wilayah adalah: 1 Metode Location Quotient LQ Secara matematik, perhitungan LQ dilakukan dengan menggunakan formulasi sebagai berikut: P P p p LQ j i ij ij = Dimana: LQ ij = Nilai LQ untuk aktifitas ke-j di wilayah Pengembangan ke-i p ij = produksiaktifitas sektorkomoditi ke-j pada wilayah pengembangan ke-i p i . = produksi aktifitas sektorkomoditi total pada wilayah pengembangan ke-i P = Produksi aktifitas sektorkomoditi total wilayah Kabupaten P j = Produksiaktifitas sektorkomoditi ke-j pada total wilayah Kabupaten i = Wilayah pengembangan yang diteliti j = Aktifitas ekonomi yang dilakukan Interpretasi hasil analisis LQ adalah sebagai berikut: a. Apabila nilai LQ ij 1, menunjukan bahwa sektorkomoditi tersebut merupakan sektor basiskomoditi unggulandalan, mempunyai pangsa relatif yang lebih besar dibanding sektor lainya b. Apabila nilai LQ ij = 1, menunjukan bahwa sektorkomoditi tersebut setara dengan sektor daerah atau mempunyai pangsa aktifitas setara dengan pangsa total. c. Apabila nilai LQ ij 1, menunjukan bahwa sektor tersebut tergolong sektorkomoditi non basis, yang mempunyai pangsa relatif yang lebih kecil dan hanya memenuhi konsumsi lokal. 2 Shift Share Analysis SSA Merupakan salah satu teknik analisis untuk memahami pergeseran struktur aktivitas di suatu wilayah tertentu dibandingkan dengan cakupan wilayah yang lebih luas pada dua titik waktu. Secara matematik dapat diformulasikan sebagai berikut : ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − + ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − + = X X X X X X X X X X to i t i to ij t ij c to t to i t i b to t SSA a 1 1 .. 1 .. 1 .. 1 .. 1 Dimana: SSA = komponen shift share a = komponen share b = komponen proportional shift c = komponen diferential shift X = nilai total produksi komoditasaktivitas dalam total wilayah kabupaten Xi = nilai total jenis komoditasaktivitas tertentu dalam total wilayah kabupaten Xij = nilai jenis komoditasaktivitas tertentu dalam wilayah Pengembangan WP t 1 = titik tahun terakhir 2003 t = titik tahun awal 1998 Intepretasi hasil analisis SSA sebagai berikut: a. Apabila nilai SSA 0, menunjukan bahwa sektorkomoditi tersebut memiliki keunggulan kompetitif dan pergeseran yang cepat. b. Apabila nilai SSA = 0, menunjukan bahwa sektorkomoditi tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi sektorkomoditi basis c. Apabila nilai SSA 0, menunjukan bahwa sektor komoditi tersebut tidak memiliki keunggulan kompetitif dan pergeseran pertumbuhannya lamban. Secara singkat rangkuman kegiatan pengumpulan jenis dan sumber data dan pendekatan metode analisis serta output yang akan di hasilkan diperlihatkan pada Tabel 8 berikut : Tabel 8 Matriks rangkuman kerangka penelitian analisis kesenjangan pembangunan antar wilayah pembangunan di Kabupaten Alor Tujuan Metode analisis Jenis dan sumber data Output yang diharapkan

1. Menganalisis kesenjangan

pembangunan antar wilayah pembangunan : 1 Kesenjangan pendapatan ♦ Indeks Williamson ♦ Data Penerimaan PBB Kecamatan Tahun 1999-2004 Rp ♦ Mengetahui kesenjangan pendapatan antar SWP ♦ Sumber : Dispenda Kab. Alor 2 Kesenjangan ♦ Indeks ♦ Data fasilitas ekonomi ♦ Mengetahui perkembangan Skalogram pasar, Bank, tookkios, kesenjangan infrastruktur perusahaan,Koperasi perkembangan Sosial-ekonomi obyek wisata, dan hirarki pusat pertamina aktivitas Social ♦ Data fasilitas ekonomi antar SWP Perhubungan darat, laut dan udara ♦ Data fasilitas pendidikan SD,SLTP,SLTA dan PT ♦ Data fasilitas Kesehatan Rumah sakit,Puskesmas, Pustu,Polindes dan Balai Pengobatan ♦ Data fasilitas informasi dan Telekomunikasi ♦ Data fasilitas Penerangan ♦ Data fasilitas penyediaan air bersih ♦ Data fasilitas Peribadatan ♦ Data fasilitas Publik dan swasta. ♦ Sumber : BPS Kab.Alor Dengan unit data: desakelurahan. Sambungan Tabel 8. 3 Kesenjangan penyebaran alokasi APBD ♦ Indeks Entropy IE ♦ Data alokasi RAPBD Kab.Alor TA: 19971998 - 2003 per Kecamatan ♦ Mengetahui kesen- jangan proporsi aloksi APBD pembangunan dalam unit Rp pembangunan wilayah ♦Sumber : Bappeda Kab.Alor 4 Kesenjangan ♦ Entropy inte- ♦ Data arus informasi ♦ Mengetahui kesen- interaksi spasial raksi spasial pelayanan pemerintah jangan interaksi antar hirarki tanpa kendala melalui saluran SSB pelayanan peme- pusat aktivitas unconstrained informasi pasar, bencana rintah antar hirarki wilayah Entropy model alam, kegiatan program pusat aktivitas pembangunan Proyek, kunjungan kerja wilayah pemba- Tahun 2003 per kecamatan ngunan ♦ Deskriptif ♦ Data aliran orang ♦ Mengetahui pola antar SWP Tahun 2004 interaksi spasial ♦Data aliran orang, barang antar hirarkipusat dan angkutan antar -inter aktivitas wilayah regional Tahun 2002 - pembangunan dan 2003 antar regional ♦ Data IPM,IKM,Tahun 1999♦ Mengetahui derajat dan 2002 per Kabupaten kesejahteraan ♦ Data kemiskinan,Tahun masyarakat 2000-2004 per kecamatan ♦ Penyebaran penduduk, Per desa Tahun 2003 ♦ Data perkembangan kesehatan dan pendidikan Per kecamatan 2003 ♦ Data pendapatan Perkapita Kabupaten Tahun 2000-2003 ♦ Data RUTRW 1991 ♦ Sumber : Kantor SSB Kab.Alor, BPS Pusat dan Alor, Syahbandar Alor, Koperasi TKBM dan data Primer orientasi interaksi Spasial antar SWP 2.Menganalisis ♦ Location ♦ Data produksi dan harga ♦ Mengetahui jumlah seberapa besar Quotient komoditas unggulan dan jenis komoditas sektorkomoditi LQ Strategis Tahun 2003 unggulan strategis unggulanstrate- antar SWP yang gis antar wilayah memiliki keunggul- pembangunan an komparatif dan pendapatan sentra masyarakat ang memperkuat ♦ Shift Share ♦ Data produksi dan harga ♦ Mengetahui perge- struktur ekonomi Analysis konstan komoditas ung- seran pertumbuhan dan pendapatan SSA gulanstrategis dengan dan kemampuan masyarakat tahun awal 1998 dan ta- kompetitif komodi- hun akhir 2003 tas unggulanstra- ♦ Sumber : BPS Kab.Alor, gis antar SWP Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab.Alor

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Profil Umum Kabupaten Alor.

4.1.1. Keadaan Fisik 4.1.1.1. Letak geografis dan Administrasi wilayah Kabupaten Alor sebagai salah satu Kabupaten dari 16 KabupatenKota di Propinsi Nusa Tenggara Timur, secara geografis terletak antara 8 o – 6 o Lintang Selatan arah Utara, 8 o – 36 o Lintang Selatan arah Selatan dan 125 – 8 o Bujur Timur arah Timur dan 123 o – 48 o Bujur Timur arah Barat. Sedangkan secara Administratif wilayah, batas Kabupaten Alor adalah sebagai berikut : • Di sebelah Utara : berbatasan dengan Laut Flores Propinsi Sulawesi Selatan. • Di sebelah Selatan : berbatasan dengan Selat Ombay Negara Timor Leste, dan Timor Barat . • Di sebelah Barat : berbatasan dengan Selat Lomblen Kabupaten Lembata • Di sebelah Timur : berbatasan dengan Pulau-Pulau Maluku Tenggara. Kabupaten Alor mempunyai luas wilayah daratan 2.864,64 Km 2 atau 286.464 Ha. Merupakan Kabupaten kepulauan yang mencakup 17 buah gugusan pulau dengan luas wilayah perairan laut seluas 10.973, 62 km 2 . Dari 17 buah gugusan pulau – pulau tersebut, hanya 9 pulau yang dihuni penduduk sedangkan 8 pulau diantaranya merupakan pulau-pulau kecil yang masih merupakan potensi pengembangan kedepan. Dari kesembilan pulau yang dihuni penduduk, hanya terdapat dua pulau yang relatif lebih besar yaitu pulau Alor 210.476 Ha dan pulau Pantar 68.652 Ha. Kemudian diikuti pulau Pura 2.753 Ha, pulau Kangge 1.368 Ha , Sedangkan pulau-pulau berpenghuni lain seperti pulau Treweng, pulau Ternate, pulau Buaya, pulau Kepa, dan pulau Kura memiliki luas dibawah 400 Ha. Delapan pulau – pulau kecil yang tidak berpenghuni adalah pulau Rusa, pulau Kambing, pulau Lapang, pulau Batang, pulau Sika, pulau Kapas, pulau Tikus dan pulau Nuba BPS, 2002. Kabupaten Alor yang dibentuk dari 17 buah gugusan pulau, pada awal Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Alor Tahun 1991, wilayah administratif Pemerintahan hanya terdiri dari 6 Kecamatan, 3 Kecamatan Pembantu dan 58 desa. Dalam kurun waktu tahun 1990 – tahun 2004 wilayah administrasi pemerintahan mengalami 2 tahap pemekaran, sehingga sampai keadaan tahun 2004 wilayah administratif pemerintahan terdiri dari 9 Kecamatan dan 175 DesaKelurahan 301,72 dari tahun 1990. Dari 175 desa Kelurahan tersebut, 62,86 persen 110 desakelurahan merupakan desakelurahan pesisir. Perkembangan wilayah administratif yang meningkat drastis tersebut, lebih mempertimbangkan kemudahan jangkauan pelayanan pemerintah, karena faktor keterisolasian dan permukiman yang tersebar. Dari 9 Kecamatan tersebut dimekarkan lagi menjadi 17 Kecamatan pada Tahun 2005 berdasarkan PERDA Kabupaten Alor Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Pembentukan Kecamatan di Kabupaten Alor.

4.1.1.2. Topografi, Iklim,Sumberdaya air dan Penggunaan lahan.

Kabupaten Alor secara geofisik, sebagian besar luas wilayah daratan merupakan gunung dan berbukit-bukit yang dibatasi lembah dan jurang dalam, dengan kemiringan di atas 40 derajat seluas 184.053,12 Ha 64,25 ; Kemiringan 15 - 40 derajat seluas 67.691,44 Ha 23,61 ; kemiringan 00-15 derajat seluas 34.776,72 Ha 12,14 . Dengan kondisi geomorfologi yang demikian juga memberikan iklim yang variatif bagi pengembangan aneka komoditi, namun dalam upaya pengembangannya, memerlukan penerapan tekhnologi konservasi yang intensif. Kabupaten Alor, termasuk dalam daerah dengan keadaan iklim subtropis semiarid dengan rata – rata temperatur 27,41 derajat celcius atau rata - rata berkisar antara 23,15 - 31,73 o C. Rata-rata penyinaran matahari 80,5 persen dan kelembaban nisbih 79,58 . Musim hujan 3-4 bulan berlangsung pada bulan NopemberDesember sampai dengan MaretApril dan Musim panas 8-9 bulan berlangsung bulan AprilMei sampai dengan OktoberNopember. Sumber daya air di Kabupaten Alor, pada umumnya didominasi oleh tipe sungai kering 64,88 dari jumlah sungai di Kabupaten Alor 168 sungai dan air tanah dalam. Dari 59 32.12 sungai berair, dimana 18 sungai 30.51 berada di SWP A, 26 sungai 40.07 berada di SWP B dan 15 sungai 25.42 berada di SWP C Alor Dalam Angka 2002. Sungai-Sungai berair di SWP A pada umumnya memiliki debet air yang sangat kecil, sehingga wilayah ini lebih krisis dalam penyediaan sumber daya air. Sistem pertanian hanya mengandalkan pada pertanian lahan kering. Sedangkan pada SWP B dan SWP C, sumber daya air sungai yang sudah diarahkan untuk irigasi pertanian setengah tekhnis 227 Ha dan pengairan sederhana 1 684,25 Ha dari luas potensi lahan sawah 3354,50 Ha di Kabupaten Alor. Dimana 93,16 persen Irigasi pertanian tersebut berada di SWP C.